Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 2 Penolakan di Kaki Merbabu

Penolakan di Kaki Merbabu 13

‘Mundur! Segera menjauh!’ perintah perwira Zhe pada anak buahnya dengan suara menggelegar. Namun suara yang bermuatan tenaga inti itu juga ia tujukan kepada Chow Ong Oey agar terganggu perhatiannya. Tetapi siulan Chow Ong Oey semakin lama semakin keras dan bernada tinggi, menusuk gendang telinga. Beberapa pengawal gedung berguling-guling sambil menutup telinga. Siulan yang diiringi dengan tenaga inti yang amat hebat ini dapat mempengaruhi dada dan kepala mereka. Jantung dan isi kepala seakan diremas begitu kuat.

Zhe Ro Phan harus mengerahkan segenap daya tahan untuk melawan pengaruh getaran yang ditimbulkan oleh lengkingan yang sangat tinggi itu. Urat syaraf perwira muda Zhe tampak menjalar di bawah kulitnya. Ia benar-benar berjuang keras melawan pengaruh lengkingan tinggi Chow Ong Oey.

Dari arah timur gedung, dari kegelapan, terdengar gempita teriakan orang-orang yang tiba-tiba datang menyerbu pasukan pengawal gedung. Perkembangan itu memaksa pengawal yang berada pada lapis ketiga segera membunyikan terompet bahaya untuk menarik perhatian pasukan berkuda. Pasukan berkuda ini sengaja disiapkan oleh Kao Sie Liong untuk berjaga-jaga bila terjadi perkembangan yang tidak berada dalam perhitungannya. Mereka siaga dalam jarak belasan tombak dari pos pasukan lapisan pertama. Nyatalah kini persiapan Kao Sie Liong benar-benar dalam ujian sangat berat. Segera saja kedatangan gerombolan yang menentang pemerintah disambut dengan hantaman pasukan berkuda dari samping sebelah kanan.

Suasana di dalam ruang terliputi keheningan. Utusan Nyi Humalang tengah menyimak dengan sungguh-sungguh. Dalam waktu itu, ia memandang wajah Kao Sie Liong dan Zhe Ro Phan bergantian. Meski telah menduga kemampuan tinggi yang dimiliki oleh dua orang dari tanah seberang, Ki Sangkilan tidak berkeinginan untuk membicarakan kemungkinan untuk mengajak mereka bergabung dalam keprajuritan di hadapan Bhatara Pajang. “Terlalu jauh bagiku untuk menyatakan itu. Namun Resi Gajahyana tentunya mempunyai pendapat yang aku harap sama denganku,” Ki Sangkilan membatin.

loading...

Toa Sien Ting, yang sempat mengamati keadaan Chow Ong Oey, segera menyadari bahaya akan datang melanda dirinya serta kelompok yang dipimpinnya dalam penyerbuan gedung perpustakaan. Pengalaman yang luas serta hubungan dekat dengan beberapa perguruan silat lainnya membuatnya sedikit tenang mengatasi kesulitan. Menyaksikan kedatangan pasukan berkuda yang tidak dapat ditahan oleh kelompoknya, ia kemudian menjadi ragu-ragu dengan keberhasilan mereka merebut gedung perpustakaan.

Ia menarik napas panjang kemudian bersuit nyaring.

Sekelompok orang datang kepadanya dan menyerbu Kao Sie Liong dalam barisan yang tidak teratur. Keadaan yang kacau itu segera dimanfaatkan oleh Toa Sien Ting untuk menghilang dalam kegelapan. Kao Sie Liong sebenarnya tidak ingin membiarkan orang itu dapat meloloskan diri. Tetapi ia mempunyai pemikiran lain, Kao Sie Liong mengkhawatirkan usaha Toa Sien Ting melarikan diri itu merupakan satu jebakan agar dirinya meninggalkan gedung perpustakaan.

Dalam waktu yang berdekatan, Chow Ong Oey yang mendengar suitan Toa Sien Ting pun menggandakan tekanan. Ia berpacu dengan waktu karena pasukan berkuda mulai berdatangan di sekitarnya. Pasukan ini semakin menjauhkan kelompok penentang Kaisar Ning Tsung dengan tujuan mereka.

Butir keringat mulai membasahi kening dan sekujur tubuh Zhe Ro Phan ketika lengkingan itu menembus daya tahannya. Perwira muda itu semakin kesulitan untuk bergerak karena rasa sakit mulai merambati gendang telinganya, perlahan memasuki otak dan getarannya seakan meremas jantungnya. Tubuh Zhe Ro Phan bergetar makin hebat. Wajahnya menjadi pucat, hampir saja ia roboh ketika sebuah bayangan putih berkilat menyambar-nyambar mengeluarkan suara berdesing.

Desing suara itu sedikit demi sedikit membebaskan perwira muda Zhe dari himpitan getaran dahsyat Chow Ong Oey. Ia melihat Kao Sie Liong berada tidak jauh di belakangnya. Putaran tombak Kao Sie Liong menderu-deru.

Kemudian berakhirlah kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin Pajang. Ia merasakan tubuhnya menjadi lebih bugar dan ringan. Sejak itu maka bertambahlah kekagumannya pada Adipati Arya Penangsang.


Penaklukan Panarukan - Bab 8 Gerbang Demak

Tiba-tiba Kao Sie Liong melompat tinggi melewati Zhe Ro Phan, ia menyambar datar mengarah leher Chow Ong Oey. Tak kalah cepat dengan serangan Kao Sie Liong, Chow Ong Oey menangkis dengan tombaknya. Ia membalas dengan melepaskan pukulan jarak jauh dengan tangan kiri ke arah dada Kao Sie Liong.

Kao Sie Liong berseru keras, lau cepat memutar tombak untuk menutup bagian depan tubuhnya. Satu benturan terjadi ketika pukulan jarak jauh Chow Ong Oey menghantam gulungan sinar tombak Kao Sie Liong. Tubuh Chow Ong Oey terlontar ke belakang. Dalam kesempatan itu, selagi Kao Sie Liong yang juga terdorong ke belakang berusaha menata gerak dasarnya, Chow Ong Oey menyambar sebatang pedang milik pengawal yang berada di dekatnya, lalu  melemparkan ke arah Kao Sie Liong. Pedang itu terlontar sangat deras  melebihi anak panah,  dan semasa Kao Sie Liong menghindar, Chow Ong Oey pergi meninggalkan gelanggang dan membiarkan sisa-sisa pengikutnya bertempur menghadapi pasukan berkuda kerajaan dan pasukan pengawal gedung perpustakaan.

Tak lama kemudian, pasukan yang dipimpin oleh Kao Sie Liong telah menguasai keadaan seluruhnya. Beberapa orang yang tewas segera dikuburkan di sebuah hutan kecil yang berjarak sekitar puluhan tombak dari desa yang terdekat dengan gedung perpustakaan. Para pengikut Toa Sien Ting dan Chow OIng Oey yang masih hidup segera menjadi tawanan kerajaan. Mereka ditempatkan dalam sebuah penjara di lereng bukit kecil yang bernama Beng Tan.

Para tawanan ini sebenarnya tergabung dalam sebuah perkumpulan yang dinamai Partai Api Angin. Dan Toa Sien Ting serta Chow Ong Oey adalah pemimpin yang diserahi tanggung jawab untuk melakukan sejumlah kegiatan untuk menganggu keamanan kerajaan.

Menjelang fajar menyingsing, seorang utusan Menteri Zhang Xun Wei datang menemuinya.

‘Jenderal Kao, Menteri Zhang Xun Wei memintamu datang ke ruangan di sebelah barat istana. Menteri Zhang ingin mendengarkan laporan darimu,’ kata utusan itu setelah bertemu Kao Sie Liong. Pada saat itu, Kao Sie Liong yang sedang duduk di sebuah batu besar yang mengawasi pekerjaan anak buahnya membereskan sisa-sisa pertempuran.

‘Baiklah. Katakan kepada Menteri Zhang, aku segera ke tempatnya.’

Utusan itu membungkuk hormat lalu memutar tubuh meninggalkan Kao Sie Liong. Beberapa lama kemudian, Kao Sie Liong telah memasuki ruangan yang dijadikan tempat oleh Menteri Zhang Xun Wei untuk menerima laporannya.

Kao Sie Liong melaporkan dengan rinci dan sangat jelas kepada Menteri Zhang Xun Wei. Raut muka yang tenang dari sang menteri rupanya menenangkan hati Kao Sie Liong yang dihimpit rasa gelisah dan perasaan bersalah karena kedua tokoh pemicu keributan di sekitar istana itu mampu meloloskan diri darinya. Kepala Menteri Zhang tidak berhenti mengangguk-angguk, terkadang ia mengelus jenggotnya yang telah berwarna putih. Jenggot yang panjang itu terlihat rapi dan menambah kegagahan Menteri Zhang.

Arya Penangsang, Sultan Trenggana, pangeran Benawa, Demak, Blambangan

‘Lalu, bagaimana dengan rencanamu kemudian?’ tanya Menteri Zhang.

‘Saya akan membentuk kesatuan khusus yang akan dipimpin Zhe Ro Phan, Yang Mulia.’

‘Bukankah perwira Zhe masih berada di bawah kemampuan kedua orang itu?’ kerut kening yang muncul pada wajah Menteri Zhang semakin memperlihatkan kewibawaan yang ada dalam dirinya.

Wedaran Terkait

Penolakan di Kaki Merbabu 9

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 8

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 7

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 6

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 5

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.