Lontaran panah sendaren diketahui oleh Ki Sor Dondong. Ia tidak mengubah keputusan sebelumnya karena pertempuran Karang Dawa adalah pengalih perhatian dengan tujuan utama ; mengurangi jumlah orang-orang yang dinilai sebagai kekuatan Mataram. Maka, perintahnya agar pasukan tetap teguh dalam siasat mundur pun berkumandang melalui bibir para perwira kepercayaan Raden Atmandaru. Sementara dari petugas penghubung, Ki Sor Dondong tahu bahwa Pandan Wangi telah tersisih dari perang. Itu berarti Pandan Wangi tidak akan dapat berkiprah untuk Mataram hingga beberapa waktu mendatang. Begitu pula Sabungsari. Bagaimana dengan Glagah Putih?
Keberadaan Ki Demang Brumbung memang berdampak baik bagi keseluruhan pengawal kademangan, kecakapannya mengendalikan pasukan benar-benar teruji. Namun, sepak terjang Ki Sor Dondong ternyata sangat merepotkan barisan pasukannya.
Bagaimana itu dapat terjadi?
Siasat Raden Atmandaru yang diterjemahkan sangat baik oleh Ki Sor Dondong adalah keadaan yang di luar dugaan segenap senapati kepercayaan Panembahan Hanykrawati, termasuk Pangeran Purbaya.
Ki Sor Dondong menyerang Gondang Wates dengan cara mengejutkan, lalu mereka bergerak mundur tanpa menunjukkan usaha keras untuk mencapai batas terdepan yang sempat dicapai pada permulaan perang. Ini jelas menjadi sesuatu yang mengejutkan banyak pemimpin perang di Karang Dawa.
Dalam peperangan itu, Ki Sor Dondong terkesan sangat percaya diri ketika melimpahkan wewenang pada semua senapati yang dipimpinnya untuk menerapkan gelar perang yang luwes. Kecermatan Ki Sor Dondong dalam membaca dan memperkirakan arah peperangan benar-benar sanggup menghambat pergerakan pasukan Sangkal Putung. Gebrakan mengejutkan yang dilesatkan Pandan Wangi beserta pasukan berkuda pun dapat diimbangi oleh kemunculan Mangesthi. Putri tunggal dan juga murid satu-satunya Ki Sekar Tawang seolah dapat menghimpun dua kemampuan yang luar biasa. Pertama, kemampuan kanuragan yang mumpuni untuk mengimbangi Pandan Wangi. Kedua, kecakapan bertempur di atas punggung kuda. Meski keahlian perang di atas kuda tidak serta merta membuatnya mudah mengalahkan Pandan Wangi, tetapi kemampuan itu mampu memompa semangat anak buah Ki Sor Dondong yang nyaris padam.
Secara keseluruhan di Karang Dawa, pasukan Ki Sor Dondong tidak membiarkan lawan-lawannya merajalela menguasai padang perang. Meski pada akhirnya rancangan cerdas Pangeran Purbaya dapat mendesak lawan hingga sisi luar Karang Dawa, tetapi keunggulan itu berbanding lurus dengan pengorbanan yang dapat menjadi sebab kelemahan yang sulit dipulihkan dalam waktu singkat.
Sementara itu, dalam perkelahiannya melawan Ki Sor Dondong, Glagah Putih telah menunjukkan pencapaian yang luar biasa. Meskipun senjatanya hanya berupa ikat pinggang, tetapi watak lentur senjata itu dapat berubah menjadi sangat keras setiap saat yang dikehendaki Glagah Putih. Tentu saja perubahan-perubahan mendadak – yang juga mengandung unsur gerakan yang rumit – tersebut sempat membuat Ki Sor Dondong kewalahan. Namun demikian, sekali lagi, Ki Sor Dondong mempunyai ketenangan yang membuatnya dapat mengatasi perkembangan demi perkembangan dari ilmu Glagah Putih.
Dengan demikian, mereka terlibat pertarungan sengit yang sulit ditebak kesudahannya. Orang yang cermat mengamati perkelahian itu, tentu akan berulang-ulang mengelus dada karena guncangan tenaga cadangan mereka berdua sanggup menggetarkan jantung. Setiap kali senjata mereka beradu kuat, maka yang terjadi adalah peristiwa yang cukup mengejutkan. Benturan tenaga cadangan mereka sama sekali tidak mengeluarkan suara yang keras seperti ledakan cambuk atau batu besar yang bertumbukan. Kekuatan besar yang ada di dalam diri Ki Sor Dondong dan Glagah Putih benar-benar susah untuk saling menembus, apalagi melukai! Setiap Glagah Putih meningkatkan tenaga, Ki Sor Dondong seakan-akan menjadi karang pejal yang tidak tergoyahkan.
Sesuai dugaan Ki Sor Dondong, Glagah Putih memang menunjukkan ketenangan yang luar biasa. Sekalipun kerap kesulitan menembus pertahanan musuhnya, Glagah Putih tidak menampakkan keresahan. Ia mengakui ketangguhan Ki Sor Dondong sebagai bagian dari kenyataan bahwa Raden Atmandaru sudah merencanakan segalanya dengan matang.
Sejurus waktu yang sudah berlalu ketika Glagah Putih harus melompat surut beberapa kali. Meski pada awalnya, ia ingin memancing supaya Ki Sor Dondong tersulut geram tetapi musuhnya tidak pernah memburu dengan usaha berlebih. Sebaliknya, Ki Sor Dondong, seolah ingin memberi kesempatan kepada Glagah Putih agar melihat perkembangan peperangan di Karang Dawa.
Seperti memahami kemauan lawan, Glagah Putih melepas sepintas pandangan. Karang Dawa tidak lagi bergetar dengan kaki-kaki kuda yang menendang permukaan tanah. Bau amis darah lebih menguasai udara jika dibandingkan dengan suara-suara senjata berdentang. Sekejap kemudian, Glagah Putih menjauh agar musuhnya sedikit sulit bila menyerangnya tiba-tiba. Sambil tetap menggerakkan tangan mengayun ikat pinggang, Glagah Putih memandang Ki Sor Dondong dengan tatap mata sungguh-sungguh. Ia berkata kemudian, “Pasukanmu telah terdorong mundur. Menyerah sajalah.”
Ki Sor Dondong mendengus, lalu bertanya, “Tidakkah kau dapat mengerti bahwa mundur bukan berarti kalah? Lihatlah baik-baik sekelilingmu, cobalah hitung, berapa senapati kalian yang tidak lagi sanggup bertempur?”