Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 57

Sesungguhnya, rancangan cerdas Ki Untara untuk menyampaikan berita antar pengintai sudah mumpuni sebagai penunjang keprajuritan, tetapi suramnya malam adalah penghalang terbesar untuk tetap dijalankan. Kelebat panji atau bendera kecil dari puncak pohon tidak akan dapat dilihat dari kejauhan oleh pengintai yang lain. Dalam pikirannya, Ki Sura Pawira beranggapan, bahwa akibat yang ditimbulkan bila mereka sampai dapat berkumpul di Gunung Kendil atau Pangerengan, maka pasti dapat melahirkan kerusakan yang jauh lebih parah dibandingkan yang terjadi sekarang atau sebelum ini. Ki Sura Pawira merasa dirinya harus memeras akal lebih kencang dari biasanya. Mataram masih mempunyai  jalan lain dan harapan jika ia dapat menemukan jalan keluar dari kemungkinan-kemungkinan yang sulit. Dengan kesadaran bahwa dirinya bukanlah penentu tunggal masa depan Mataram, Ki Sura Pawira akan mengerahkan segala kemampuan sebagai prajurit yang hebat.

Iring-iringan pasukan kecil Raden Atmandaru kemudian berbelok ke kanan, menuju ke arah barat. Dan itu berarti mereka tidak akan dapat tiba di Randu Lanang dalam waktu singkat.

“Atau mungkin mereka memang tidak akan singgah atau melintasi pedukuhan itu?” tanya Ki Sura Pawira pada dirinya. Kemudian ia memandang pada arah Gunung Kendil di sebelah barat. Gunung kecil itu memang tidak akan dapat dilihat dari Sangkal Putung, tetapi Ki Sura Pawira dapat membayangkan gejolak yang mungkin terjadi esok hari di sana.

Alam menggeliat sewaktu langit mulai meneteskan butir-butir air yang belum lebat. Malam terasa sangat pekat dan gelap. Di depan mereka adalah jalan setapak yang dipenuhi dahan dan ranting yang seakan berkaitan. Pada malam itu, jalan yang mereka tempuh lebih serupa dengan lorong panjang yang tidak berujung.

loading...

Anak buah Raden Atmandaru berjalan dengan kepala menunduk tetapi mereka tidak terlihat sebagai orang kalah. Mereka hanya berdiam diri sambil tetap menjaga daya tahan melalui napas-napas teratur mengeluarkan butiran uap air yang panjang. Gerimis yang berangsur-angsur menjadi hujan lebat seakan menjadi pertolongan tersendiri bagi Ki Sura Pawira. Walaupun ia melangkah lebar untuk menjaga jarak, tetapi sepertinya Ki Sura Pawira tidak perlu mengerahkan ilmu yang sangup menyerap bunyi-bunyian. Sekali waktu ia juga menunduk untuk memperhatikan jalurnya yang menjadi lintasan air yang menuruni permukaan lebih rendah. Sambil terus membayangi pergerakan kelompok kecil yang membahayakan Mataram, Ki Sura Pawira menyibukkan pikirannya dengan memunculkan kemungkinan-kemungkinan bila terjadi benturan. Apa yang akan terjadi di perjalanan jika ia menyerang lawan? Apa yang terjadi bila ia tertangkap dalam keadaan hidup?

Ki Sura Pawira tidak mempunyai keuntungan dalam keadaan itu. Selain sendirian, gardu intai  berikutnya terlalu jauh darinya. Namun, Ki Sura Pawira juga dapat menyerang secara mendadak, lalu menghilang di balik gelapnya malam. Siasat itu akan memberinya keuntungan untuk mengurangi jumlah lawan. Tetapi, jarak mereka cukup berdekatan sehingga serangan Ki Sura Pawira mudah ditanggulangi jika seorang lagi dari lawannya mempunyai kemampuan cukup. Untuk sejenak waktu, Ki Sura Pawira menahan langkahnya. Ia memutuskan untuk sedikit menambah jarak yang masih memungkinkannya untuk melakukan serangan kilat. Untuk saat-saat selanjutnya, Ki Sura Pawira akan menunggu kelengahan atau sedikit kesalahan yang bisa saja diperbuat oleh lawannya.

Dukung ketahanan padepokan dengan cara klik bagian ini

Lorong panjang yang dilalui oleh pasukan kecil Raden Atmandaru kemudian tiba di persimpangan. Pada persimpangan itu ada jalur akan membawa mereka masuk ke dalam hutan. Apabila mereka mengambil jalur tersebut, maka mereka memotong bagian tengah lalu tiba di bagian selatan Randu Lanang. Mereka berhenti sejenak untuk sedikit membicarakan letak dan arah Gunung Kendil atau Pangerengan. Meski demikian, mereka sepakat tidak akan membuat keributan pada setiap dusun sehingga dapat memancing kedatangan pengawal kademangan atau peronda pedukuhan.

Ki Sambak Kaliangkrik mengungkap pikirannya, bahwa keributan yang mereka sulut tidak akan membuahkan hasil yang gemilang jika ditinjau dari tujuan Raden Atmandaru. “Kita hanya memperoleh rampasan-rampasan  atau perempuan yang tidak sebanding dengan keringat atau darah yang keluar. Dapat aku katakan bahwa wilayah ini tidak dapat dijadikan sarang yang nyaman meski terhitung di belakang garis perang. Kita adalah demit yang menakutkan bagi Mataram dan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Kita jauh lebih mematikan jika dibandingkan laskar Jipang yang pernah bergentayangan di tempat ini pada masa lalu. Lalu, apakah kemampuan kita yang mematikan itu memang pantas dihargai dengan perhiasan-perhiasan murah yang dipakai penduduk desa?”

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 99 – Panembahan Hanykrawati : Bahaya di Celah Sempit

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 98 – Pengawal Panembahan Hanykrawati: Pertemuan Puncak dan Ancaman Musuh

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 97 – Panembahan Hanykrawati Berjalan Menuju Bahaya : Agung Sedayu dan Pangeran Selarong Bersiaga Meski Gelap Gulita

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 96 – Singa Betina yang Bernama Kinasih

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 95 – Kegagahan Lurah Mataram

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 94 – Tantangan Muncul saat Pengejaran Raden Mas Rangsang

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.