Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 56

Pada senja ketika pasukan Raden Atmandaru bergerak mundur dari Karang Dawa, banyak pasang mata yang mengawasi dari balik rimbun semak yang dapat melindungi kuda dari pandangan mata. Beberapa kelompok orang menempati titik-titik yang tepat untuk tugas pengintaian dan pengamatan. Mereka sama sekali tidak terlihat menggenggam senjata. Ki Untara memerintahkan agar mereka dapat menahan diri dan menyembunyikan senjata dari pantulan matahari.

Di kotaraja, sewaktu Nyi Ageng Banyak Patra bertemu muka dengan Pangeran Purbaya, Panembahan Hanykrawati mengutus seorang rangga untuk menemui Ki Tumenggung Untaradirga di Jati Anom dengan beberapa pesan khusus. Siasat itu dijalankan setelah ada pembicaraan khusus dengan Panembahan Hanykrawati sebelum terjadi serangan oleh kelompok Ki Ganda Manik – yang kemudian dapat ditanggulangi oleh Nyi Banyak Patra. Di dalam pesan rahasia itu, Panembahan Hanykrawati meminta agar Ki Tumenggung Untara mengirim sejumlah prajurit yang berkemampuan khusus untuk membantu Pangeran Purbaya mengendalikan gejolak yang sedang mengguncang Sangkal Putung. Meski mereka tidak sebanding dalam jumlah, tetapi keributan yang terjadi akan dapat diketahui oleh para wira tamtama di Jati Anom. Dengan begitu, pergolakan dapat dicegah sehingga tidak melebar ke wilayah-wilayah sekeliling Sangkal Putung. Sebuah perkembangan baru telah dicapai oleh prajurit Jati Anom. Gebrakan itu adalah buah ketajaman pikir Ki Untara membenahi pola hubungan antar pengintai, sehingga menjadi lebih  hemat waktu dibandingkan berkuda ke Jati Anom.

Dalam tugasnya, utusan Panembahan Hanykrawati yang bernama Ki Rangga Sura Pawira turut bergabung dalam pasukan Ki Untara. Setelah menempati kedudukan yang sesuai dengan kehendak Ki Untara, Ki Sura Pawira memutuskan untuk mendekati sekelompok orang yang sedang duduk melingkar sambil mengobati luka-luka. Pergerakan Ki Sura Pawira sebenarnya cukup membahayakan apabila ia membuat sebuah gerakan mendadak atau kasar. Namun, orang pilihan Panembahan Hanykrawati tersebut memang bukan prajurit sembarangan. Kemampuan kanuragannya sangat memadai sehingga mampu mengurangi bunyi-bunyi yang timbul karena desir langkah atau gesekan dengan benda yang lain. Menurut perkiraannya, rombongan itu sedang menyusur arah menuju Pedukuhan Randu Lanang.

Produk terbaik  perlengkapan hamil hingga pasca melahirkan. Keterangan di sini

“Kita telah memilih untuk mundur dari medan peperangan, aku minta kalian tidak berbuat segala hal yang membahayakan sehingga dalam usaha ini menjadi yang sia-sia,” ucap pemimpin rombongan pada  anak buahnya yang berjumlah tidak lebih dari lima belas orang. “Kita tahu kelicikan para senapati Mataram yang tidak akan segan memukul lawan dari belakang bila itu membawa keuntungan. Bisa jadi, pasukan khusus Agung Sedayu atau prajurit Jati Anom sedang menunggu kita di sebuah tempat, lalu menghabisi kita tanpa ada yang tersisa.”

loading...

“Meski kemungkinan itu tipis, tapi baiknya kita tetap berpikir bahwa ancaman serangan mendadak memang ada. Walau belum pasti yang bergerak adalah pasukan Jati Anom, tetapi kemampuan pengawal Sangkal Putung tidak dapat diremehkan jika cantrik Orang Bercambuk turut bersama mereka. Andai kita dapat selamat, tetapi berapa lagi yang harus terkapar?” kata seorang lelaki bertubuh ramping berisi yang cekatan membalut luka seorang kawannya. Sepertinya lelaki ini mempunyai pengaruh yang tak kalah besar dari pemimpin rombongan. Itu terlihat ketika banyak orang bergumam setuju.

Pendapat yang masuk akal, pikir kebanyakan dari mereka. Maka, beberapa orang segera menyatakan isi pikiran bahwa mereka sebaiknya cepat bergerak keluar dari Sangkal Putung. Salah seorang dari mereka kemudian berkata, “Mungkin kita dapat datang lebih awal di Gunung Kendil atau sisi landai Pengarengan. Raden Atmandaru tentu akan mengirim utusan untuk menunggu atau mencari kita di dua tempat itu.”

Anda sedang mengembangkan rumah makan? Bumbu pecel terbaik ada di sini

Kerut kening pemimpin mereka terlihat begitu jelas ketika sedang memikirkan pilihan tempat yang dikehendaki Raden Atmandaru sebagai penutup yang mengesankan. “Kita bergerak ke Pengarengan. Selama Ki Sor Dondong belum kembali ke pasukan induk, kalian wajib taat perintahku. Aku akan dan tetap menjadi pimpinan. Kita lanjutkan yang sudah berjalan. Katakan bila tidak setuju!”

“Tidak masalah,” ucap sejumlah orang nyaris bersamaan.

Pemimpin mereka, Ki Sambak Kaliangkrik, adalah putut sebuah perguruan yang terletak di lereng Gunung Tidar. Mereka baru mengenalnya namun sedikit pun tidak ada keraguan dalam hati untuk menerimanya sebagai pimpinan yang dipercaya Ki Sor Dondong. Mungkin usianya sudah menyentuh angka empat puluhan, sehingga tak heran bila ia cakap dalam memimpin dan tajam ketika menyusun gerakan yang dapat menunjang siasat Ki Sor Dondong. Semua orang yang bangkit berdiri, bersiap melanjutkan perjalanan panjang. Suasana kemudian menjadi sepi. Hanya gesekan rumput kering yang terinjak kaki-kaki pengikut Raden Atmandaru yang mempunyai  keteguhan hati luar biasa. Udara malam  yang dingin yang berhembus dari Merbabu terasa menyusup tulang saat mereka menjauh dari jalur utama arah Randu Lanang. Mereka berjalan tanpa ada lagi percakapan. Setiap orang membisu agar dapat berbicara dengan hati masing-masing.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Ki Sura Pawira memeras otak cukup keras. “Aku harus menilai keadaan ini dari dengan berbagai pertimbangan yang masuk akal,” katanya dalam hati. “Keadaan ini berkembang semakin gawat meski Sangkal Putung dapat dianggap berhasil meraih kemenangan.” Membelah bambu lalu menggilasnya dengan gilingan batu adalah sandi rahasia sebagai tanda agar prajurit khusus Mataram menyerang sangat cepat, kemudian meniadakan saksi yang dapat meneruskan kabar penyerangan pada kubu Raden Atmandaru. Tetapi, tentu saja ia tidak dapat memotong jalan lalu sendirian menghadang lawan. Namun, memanggil bantuan pun akan menjadi keputusan konyol yang mengacaukan siasat tandingan yang dirancang para pembesar Mataram. Tonggeret menggaung kencang seakan sedang menyambut lentera-lentera yang menempel pada kulit malam. Langit begitu bersih dan seolah tidak menyiratkan ketegangan yang sedang meliputi Mataram.

Ki Sura Pawira berjarak selemparan lembing dari kawanan Ki Sambak Kaliangkrik. Ia dapat menilai daya tahan mereka yang seakan tidak menderita karena kelelahan. Seandainya ada benturan keras, mungkin mereka masih dapat bertahan. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka dapat mengalahkan pengawal Sangkal Putung dengan jumlah yang sama, pikir Ki Sura Pawira.

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 92

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 91

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 90

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 9

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 89

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 88

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.