Padepokan Witasem
Api di Bukit Menoreh, Agung Sedayu, Kiai Gringsing, cerita silat
Bab 4 Kiai Plered

Kiai Plered 24 – Pedukuhan Janti

Seruan untuk mundur pun menggema dan cepat memenuhi lembah yang menjadi batas luar Pedukuhan Janti.

Sekalipun para pengawal Sangkal Putung adalah orang-orang yang jauh dari keramaian atau perselisihan, tetapi mereka telah banyak mendengar  kisah-kisah pendahulu yang menggetarkan. Kegagalan Macan Kepatihan, Tohpati, untuk menguasai Sangkal Putung benar-benar menjadi api yang tak kunjung padam. Dalam waktu itu pasukan Raden Atmandaru menyaksikan kegigihan tanpa batas dari pengawal kademangan. Namun mereka terus menerus meneriakkan kata-kata yang dapat menguncupkan semangat lawan.

“Mundurlah! Lekas mundur lalu kami akan menguasai kalian!” seru seorang pengikut Raden Atmandaru yang tergetar dengan semangat pengawal kademangan.

Seruan itu dijawab dengan kelebat senjata dan pergerakan lincah para pengawal di sayap utara. Walau begitu, kelebihan semangat dan tenaga yang berhamburan keluar dari sayap utara tidak menjadi penyeimbang bagi sayap yang lain.

loading...

Pada deret barisan kademangan, bagian tengah dan selatan lebih cepat mengundurkan garis pertahanan. Meskipun pada dua bagian itu tidak terdapat orang seperti Mangesthi, tetapi musuh mereka berada selapis di atas kemampuan. Ditambah kekosongan pemimpin gelar karena Ki Gatrasesa yang terluka dan Wisuda telah beralih tempat, maka barisan kademangan pun tidak lagi kokoh dan teratur.

Keadaan yang berbeda terjadi di sayap utara. Meski perintah mundur telah diterima, para pengawal sayap utara tidak segera menyurutkan langkah, sebaliknya, mereka tetap mengobarkan tandang dengan kibasan-kibasan senjata yang membahayakan lawan. Beberapa pengawal terluka namun itu tidak membuat langkah surut dapat dijalankan sebagaimana pada sayap-sayap yang lain.  Keteguhan para pengawal dalam mempertahankan wilayah , sungguh, menjadi pemandangan yang menakjubkan! Berulang-ulang perintah mundur digaungkan tetapi belum menjadi langkah mudah bagi pasukan Raden Atmandaru untuk menguasai bagian utara. Walaupun mereka tetap mundur setapak demi setapak, tandang para pengawal semakin hebat.

Wisuda berjibaku keras agar jalan untuk mendekati Mangesthi dapat terbuka, tetapi pengikut Raden Atmandaru menerapkan pertahanan berlapis. Setiap kali kawan mereka roboh oleh terjangan Wisuda, maka sejumlah orang segera meninggalkan lawan masing-masing agar Mangesthi tetap leluasa mengurangi jumlah lawan.

Dengan sebatang ranting yang menjadi senjatanya, Mangesthi selalu dapat melontarkan pengawal keluar seperti daun kering tertiup angin. Namun sama halnya dengan pertahanan pengikut Raden Atmandaru yang berlapis-lapis, begitu pula kepungan pengawal kademangan. Tidak mudah bagi Mangesthi menerobos barisan rapat sayap utara walaupun delapan orang pengawal telah terlempar.

“Menyerahlah!” bentak nyaring Nagesthi pada pengawal kademangan, sementara ia terus menerjang ke kanan dan ke kiri dengan ranting yang tiada henti membuat putaran-putaran mengerikan.

Tetapi yang dihadapi Mangesthi adalah orang-orang yang gagah berani menentang keserakahan. Bagi orang-orang Sangkal Putung, pengikut Raden Atmandaru bukan termasuk orang yang berat pada Mataram sebagai tanah kelahiran. Menurut mereka, kejayaan Mataram yang didengungkan pemimpin musuh mereka adalah kejayaan yang jauh dari penerangan. Semu dan gelap. Oleh karena itu, di bawah himpitan yang sangat berat dan senjata tajam yang melayang-layang, para pengawal saling bantu, saling mendorong untuk membangkitkan semangat yang nyaris tenggelam.

Dua jengkal di depannya adalah Mangesthi, gadis cantik yang mempunyai tandang menggetarkan, dan WIsuda sudah bersiap melepaskan serangan!

Namun ia masih memperhatikan keadaan. Wisuda enggan menyerang Mangesthi dari belakang!

Sekejap kemudian waktu yang ditunggunya pun tiba. Pedang Wisuda meluncur deras saat gadis dengan tandang yang hebat itu telah memutar tubuh menghadap padanya.

Mangesthi menatap tenang serangan yang mengancam batang lehernya. Kecepatan Wisuda sebenarnya cukup mengejutkan tetapi begitu mudah bagi Mangesthi untuk mengelak. Mangesthi beringsut setapak mundur sambil menggerakkan bagian atas tubuhnya ke samping.

Wisuda memburunya dengan langkah-langkah kecil yang bergeser sangat cepat, sedangkan ujung pedangnya belum berhenti menusuk dan mencecar Mangesthi yang lebih banyak menghindar. Wisuda mengerahkan kemampuannya selapis lebih tinggi, dalam waktu itu, Mangesthi tidak lagi menghindar serangan pemimpin gelar kademangan. Maka, perintah Randen Atmandaru agar ia segera menguasai Pedukuhan Janti pun diwujudkannya dengan serangan balik yang tak kalah ganas dari Wisuda!

Tata gerak Mangesthi mulai mendatangkan kesulitan bagi Wisuda. Ia menebaskan ranting ke samping kiri dan kanan, dan itu disertai dengan rangkaian pukulan serta tendangan yang mengarah pada bagian-bagian tubuh yang berbahaya. Wisuda yang bersenjata pedang ternyata menemui kesulitan yang sama dengan pengawal kademangan. Wisuda pun berulang kali mengeluarkan seruan-seruan tertahan karena terkejut! Ranting Mangesthi tidak dapat dipatahkan!

Wedaran Terkait

Kiai Plered – 83 Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 9 – Pedukuhan Janti

kibanjarasman

Kiai Plered 88 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 87 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 86 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 85 – Randulanang

kibanjarasman

2 comments

Dewa barata 26/02/2021 at 19:51

Alur cerita yg aneh. Pasukan patroii Untoro mmg nya pada tidur?
RAS tdk hubungi perguruan nya

Reply
kibanjarasman 01/03/2021 at 07:31

mohon bersabar..karena adegan masih di Sangkal Putung dan penggambaran masih seputar perkembangan keadaan di Sangkal Putung. Bab 1 – 3 adalah bagian yang tak terpisah dari Bab 4, Kiai Plered. Demikian penjelasan. Matur nuwun.

Reply

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.