Raut wajah kebanyakan orang di dalam kedai terlihat muram. Sebagian menjadi pucat ketika berbenturan dengan tatap mata Arya Penangsang yang memancar seakan sedang menuntut balas dendam! Pandangan tajam yang sedang memilih korban. Ketegangan semakin memuncak dan meruncing sepertinya akan terjadi pembantaian.
Pada waktu itu, Ki Maja Tamping dan Ki Bejijong sadar bahwa keunggulan jumlah tidak dapat dijadikan jaminan untuk membekuk Arya Penangsang bertiga. Mereka telah mendapatkan bukti berupa kenyataan, bahwa Gagak Panji dan Ki Prabasena justru sedang mengancam mereka dari luar kedai. Dan seperti itulah yang sedang melanda pengikut mereka, baik yang berada di dalam maupun di luar kedai. Keyakinan mereka terguncang. Kemampuan Arya Penangsang bertiga benar-benar memadamkan nyali mereka sehingga tak ada seorang pun yang berkemauan menjadi orang pertama yang menyerang. Seluruhnya beralasan sedang menunggu aba-aba Ki Maja Tamping.
Namun, suasana itu memang bukan suasana yang nyaman bagi anak buah Lembu Jati yang berada di dalam kedai. Arya Penangsang sudah memutuskan bahwa dirinya akan berkelahi apabila mereka yang memulai. Udara yang panas pada hari itu dan tegangnya pembuluh darah di dalam tubuh kemudian mendesak Ki Maja Tamping memekikkan perintah serang. Keringat yang mengembun pun akan segera mendapatkan cara untuk menguap lebih cepat. Maka, seketika orang-orang bergerak menyerang Arya Penangsang dengan segenap perhatian yang ditingkatkan berlipat-lipat.
Poh Kecik bergerak mendahului kebanyakan orang dengan kecepatan yang mengagumkan. Dari ujung gelar, dia menderas, mengayun senjata, membabat Arya Penangsang dari samping. Namun tidak mudah menyentuh kulit Adipati Jipang. Arya Penangsang menggeser kedudukan dengan melangkah setapak mundur, berbalik lalu menyerang dua orang yang berkelebat menyusul Poh Kecik. Perkelahian meningkat sangat seru dan menegangkan selepas beberapa kejap mata kemudian. Arya Penangsang teguh menghadapi perkelahian tanpa senjatanya sendiri meskipun seluruh penyerangnya masing-masing telah memegang senjata tajam, termasuk Ki Maja Tamping yang telah mencabut kerisnya.
Ketika membandingkan jumlah dan senjata, pertempuran seakan berlangsung tidak seimbang. Namun kerap terjadi kejutan ketika tiba-tiba Arya Penangsang dapat merebut senjata seorang lawan lalu menggunakannya untuk menyerang atau bertahan, kemudian melemparkan senjata itu seolah-olah dia tidak membutuhkan lagi. Hanya saja, keadaan itu terjadi berulang-ulang!
Tidak ada pilihan lain bagi pengeroyok Arya Penangsang meski mereka makin mempercepat dan memperketat serangan.Satu demi satu dari mereka roboh karena senjata-senjata yang dilontarkan Arya Penangsang menghunjam pada bagian tubuh mereka. Sebagian menancap pada bagian kaki dan lengan, sebagian menghunjam pundak atau bagian tubuh yang lain hingga yang tersisa kemudian adalah Poh Kecik, Ki Bejijong dan Ki Maja Tamping. Mereka bertiga membeku dengan tatapan mata tidak percaya. Mereka memandang Arya Penangsang disertai rasa geram dan penasaran. Mereka geram karena mengira Adipati Jipang termasuk orang yang mudah dikalahkan. Mereka penasaran dengan keutuhan kain dan kulit Arya Penangsang. Itu adalah gambaran dari betapa Adipati Jipang tersebut memiliki kecepatan yang sulit diutarakan dengan kata-kata. Itu juga mempunyai arti bahwa Arya Penangsang juga mampu membaca perkembangan tata gerak dari masing-masing orang.
Sebenarnya Ki Maja Tamping dan Ki Bejijong bukan orang yang berkemampuan rendah atau lebih sedikit berada di atas anak buah mereka, Dua orang itu adalah orang-orang terpercaya sehingga dipilih untuk memimpin penyergapan oleh Lembu Jati atau Kyai Rontek. Maka, tentu saja, mereka berdua menyimpan kelebihan tetapi mereka memang masih sulit untuk dapat mengerti kepandaian Arya Penangsang.
Merasa tidak akan mampu menekuk lutut Arya Penangsang, kemudian dua orang tersebut menggunakan kekuatan yang bersumber dari ilmu yang tersimpan untuk meredam perlawanan Adipati Jipang itu. Maka, sekejap kemudian, dua orang pilihan itu ditambah Poh Kecik pun kembali menghujani Arya Penangsang dengan serangan-serangan yang menyulitkan. Ki Maja Tamping terlihat tidak lagi segan untuk menggerakkan tangan berlambarkan tenaga inti sehingga udara di dalam kedai meningkat lebih panas. Demikian pula yang dilakukan Ki Bejijong setiap mengayunkan senjata. Suara berdecitan nyaring keluar ketika pedangnya bergulung-gulung, mengurung rapat Arya Penangsang. Meski Poh Kecik tidak berilmu setinggi dua kawannya, tetapi dia mempunyai kegesitan yang cukup merepotkan.
Seandainya mau, Arya Penangsang dapat meledakaan sebagian dari kemampuannya untuk meringkus kawanan penyerang. Namun, dia mematuhi perintah Ki Tumenggung Prabasena agar tidak menggunakan ilmu-ilmu simpanan yang dahsyat. “Bagaimanapun, bila memungkinkan, aku dapat memeras keterangan dari mereka tentang siapa da nada apa di balik ini semua,” kata Arya Penangsang dalam hati. Dan benar, Adipati Jipang tersebut belum kehilangan pengamatan diri sehingga tekanan tajam dari tiga lawannya masih berada di luar garis pertahanannya.
Lingkaran perkelahian semakin lama semakin terasa panas. Meja dan kursi pun menjadi lebih hangat seolah-oleh ada api yang cukup besar di dalam ruangan. Sebenarnya itu adalah akibat dari gesekan ilmu antara Ki Maja Tamping dan Ki Bejijong yang berputar-putar di sekitar Arya Penangsang. Sementara Adipati Jipang tersebut sama sekali belum beranjak dari tata kanuragan yang dibangun dari tenaga wadag. Arya Penangsang masih bertumpu pada kecepatan geraknya yang sukar ditandingi serta kecermatannya membaca perkembangan serangan dari setiap lawannya.
Dalam waktu itu, memperhatikan kemampuan Poh Kecik,, Arya Penangsang merasa sayang bila harus menjatuhkan tangan besi padanya. “Dia mungkin sepantaran usia dengan Kidang Tlangkas. Seandainya dapat, mungkin anak ini dapat menjadi teman berlatih Pangeran Benawa,” pikir Arya Penangsang. Berikutnya, serangan balasannya pada Poh Kecik pun hanya bertujuan melumpuhkan untuk sementara waktu. Sentuhan-sentuhan yang mengarah pada simpul saraf atau jalan darah pun mulai digencarkan agar Poh Kecik segera dapat diminggirkan dari perkelahian.
Perubahan olah gerak Adipati Jipang itu diketahui oleh Ki Maja Tamping. Ada kekhawatiran yang mendadak menyergapnya. Kepentingan Kyai Rontek dan pemimpinnya yang lain akan mendapatkan gangguan bila Poh Kecik jatuh ke tangan Arya Penangsang, pikirnya. “Apakah kau ingin menjadikan anak muda ini sebagai tawanan? Lupakan! Aku akan membunuhnya!” seru Ki Maja Tamping.
“Ini kegilaan apa lagi?” batin Arya Penangsang bertanya ketika Ki Maja Tamping mendadak mengubah arah serangan!
Tata gerak Ki Maja Tamping pun berubah. Sebelumya, dia tidak dapat mengembangkan ilmu kanuragan karena terkungkung kecepatan Arya Penangsang, maka oleh sebab keputusannya untuk membunuh Poh Kecik, Ki Maja Tamping seakan mendapatkan jalan keluar untuk bergerak dengan kecepatan yang sulit diimbangi Ki Bejijong.