Padepokan Witasem
arya penangsang, jipang, penaklukan panarukan, panderan benawa
Bab 1 - Serat Lelayu

Serat Lelayu 3

Perhatian mereka terpusat pada kejadian yang menimpa Raden Trenggana. Mereka mungkin juga mempunyai perasaan yang sama. Baik Gagak Panji, Arya Penangsang, Mpu Badandan serta Ki Tumenggung Prabasena sama-sama menyesalkan keterlambatan mereka untuk menyelamatkan Raden Trenggana. Namun, api terlanjur membakar dahan kering.

Oleh sebab itu, mereka mengayun langkah dengan perkiraan yang sama ; persoalan lain yang mungkin segera muncul adalah keberadaan sejumlah orang atau golongan. Mungkin ada sekelompok orang yang benar-benar tidak dapat membiarkan keturunan Raden Trenggana memegang takhta Demak. Mungkin pula ada kelompok yang ingin menempatkan seseorang yang dapat dikendalikan. Bahkan, ada juga kemungkinan muncul segolongan orang yang rela membentengi Demak dari dua atau lebih kemungkinan yang ada. Akan ada banyak kepentingan dan tujuan yang menyertai seperti cendawan pada musim hujan. Bila itu benar menjadi kenyataan, maka perbedaan akan meruncing lalu menjadi sebab benturan antar kelompok.

Kerumitan dengan akibat sulit dibayangkan bila suatu saat terjadi persaingan yang hebat antar kepentingan.

Berpikir tentang keadaan itu, kesuraman datang menghantui wajah empat orang yang memiliki pengaruh besar itu.

loading...

Mereka kemudian tiba di depan kemah Hyang Menak Gudra. Sambutan sedih tergelar di dalam ruangan pemimpin Blambangan itu. Bahasa tubuh dan raut wajah Hyang Menak Gudra tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang campur aduk. Gagak Panji dan Mpu Badandan memberi keterangan padanya secara bergilir.

Dalam waktu itu, bila bicara mengenai harga diri, maka peristiwa jahat yang terjadi di wilayah kekuasaannya, yang mempertaruhkan hidup pemimpin Demak, sudah tentu terasa seperti merobek wajahnya. Hyang Menak Gudra nyaris tidak dapat menghibur dirinya sendiri. Dia tidak dapat mengatakan bahwa peristiwa terjadi karena para penanggung jawab keamanan gagal menghadang laju penusuk dan orang-orang yang terlibat. Mustahil dia dapat menyatakan bahwa Adipati Surabaya turut bertanggung jawab, lalu menimpakan kesalahan pada putra Adipati Surabaya. Itu akan menodai hubungan antra Surabaya dan Blambangan yang telah terjalin sangat baik.

“Ini adalah keyakinanku pada Adipati Surabaya. Bila benar Adipati Surabaya menyusun rencana jahat itu, atas kepentingan apakah?” tanya Hyang Menak Gudra pada Arya Penangsang. “Sepanjang pengetahuanku mengenai hubungan Demak dengan Surabaya, mereka tidak pernah menyatakan ada yang salah dalam tata pemerintahan dua wilayah. Segalanya terkelola dan berjalan dengan baik.”

Arya Penangsang memandang benar pada pendapat Hyang Menak Gudra. Bila ada, seandainya memang ada kesalahan, tentu para pemimpin di Demak dan Surabaya akan memperbaiki melalui cara yang mudah. Begitu pula pemahaman yang ada dalam pikiran Gagak Panji serta dua orang lainnya.

Pembicaraan – meski kerap terputus oleh kesibukan para perwira yang bergantian keluar dan masuk melaporkan perkembangan – berlangsung cukup lama dalam suasana sedih.

Menjelang tengah malam, di bawah naungan suasana kelam, seseorang berkelebat sangat cepat. Kecepatannya melampaui nalar kebanyakan orang. Permukaan air laut berkecipak, tetapi sulit dibedakan dengan kecipak yang disebabkan oleh hembusan angin. Dia datang dari arah kapal Raden Trenggana, kemudian menjejakkan kaki di dermaga. Didampingi Lembu Ancak, orang itu melngkah lebar menuju kemah Hyang Menak Gudra. Orang yang datang itu adalah Pangeran Tawang Balun. Duduk di depan Hyang Menak Gudra dan dikelilingi empat petinggi yang ada, Pangeran Tawang Balun memberi keterangan mengenai keadaan terakhir Raden Trenggana.

“Kita tidak dapat berharap lebih, kita tidak dapat memaksa Ki Ageng Suluh berbuat melebihi kemampuannya. Aku meninggalkan beliau dengan tenaga simpanan yang mungkin tersisa seperempat bagian saja. Segenap pengetahuan Ki Ageng Suluh telah tercurah demi keselamatan Wayah Trenggana,” ucap Pangeran Tawang Balun dengan nada sedih. Kekhawatiran pun erat memeluk perasaannya.

Mpu Badandan dan Hyang Menak Gudra nyaris serempak ketika bertanya mengenai bagian yang tertusuk.

Pangeran Tawang Balun menempatkan dua jarinya pada bagian dada sebagai jawaban. Sejurus waktu berlalu, tetapi Pangeran Tawang Balun tidak berkata sedikit pun terkait tanda yang diberikannya.

Lantas, Arya Penangsang berkata, “Itu adalah bagian yang sangat sulit. Terlebih jika keris cukup dalam menikam. Saya tidak dapat membayangkan bila hanya berjarak kurang dari seruan buku jari.”

“Tanpa bermaksud mendahului peristiwa yang akan datang, saya rasa dorongan angin dari tenaga inti Ki Danupati dapat membuatnya menjadi mungkin,” kata Gagak Panji. “Ini yang saya khawatirkan ketika melihat nampan sangat rapat terselubung kain hingga menutup bagian bawahnya. Saya menjelajahi seluruh bagian nampan, ketika itu, tetapi tidak terlihat sesuatu yang tersembul di balik kain penutuh nampan. Yang pasti adalah tidak mungkin ada senjata tajam di atas nampan. Senjata itu dapat berbalik menusuk orang yang membawanya bila Paman Trenggana mengetahunya. Ya, kita sudah mengetahui kemampuan beliau yang dapat melontarkan senjata melalui pandangan mata saja.”

Ki Tumenggung Prabasena angkat bicara, “Saya terkejut ketika Gending Pamungkas berjalan begitu rapat dengan putra Adipati Surabaya. Saya tidak bermaksud membela diri, tetapi apa yang saya dapat lakukan? Ya, betul, Gending Pamungkas sama sekali tidak terlihat membawa senjata, itulah sebab saya seperti tertahan sesuatu untuk bergerak.” Terdengar dari nadanya, Ki Tumenggung Prabasena menggantung ucapannya di udara.

Demikian itu kemudian membuat suasana menjadi sunyi. Orang-orang menatapnya dalam keheningan. Mereka sadar bahwa tidak boleh ada kesalahan dalam kata-kata yang akan dilontarkan, meskipun sangat kecil. Mereka sadar bahwa Ki Tumenggung Prabasena merasa tersudut karena perbedaannya yang sangat tajam dengan Raden Trenggana. Bukan tidak mungkin, orang-orang berpikir, Ki Tumenggung Prabasena sedang mengibaratkan dirinya berada di depan hakim dan penuntut keadilan. Maka, diam adalah jalan terbaik untuk mencegah kesalahan yang mempunyai kemungkinan besar dapat terjadi.

Pangeran Tawang Balun kemudian membuka tirai keheningan ketika berkata pada Gagak Panji, “Apakah engkau bersedia menarik angkatan laut Blambangan pada jarak yang dapat memberi kenyamanan bagi kapal-kapal Demak, Ngger?”

Gagak Panji mengangguk, jawabnya, “Apakah sudah cukup bila saya melonggarkan hingga sebatas ini?” Gagak Panji menggerakkan sepasang tangan sebagai pertanda untuk jarak yang akan diamankan angkatan perang Blambangan.

“Sudah lebih dari cukup,” kata Pangeran Tawang Balun.

Ketika keadaan mulai sedikit mencair, terlihat Lembu Ancak sedang menimbang sesuatu yang menggelorakan dadanya. Dia membutuhkan waktu dan perkenan dari Hyang Menak Gudra untuk mengungkapkan isi pikirannya. Lembu Ancak kemudian mengalihkan tatap matanya pada Hyang Menak sambil berharap dapat menarik perhatian pemimpinnya.

Sejenak kemudian, Hyang Menak Gudra tanggap lalu mengerakkan kepala.

Kata Lembu Ancak kemudian, “Sebelumnya, saya mohon perkenan dari orang-orang bijak di sini.”

Ki Tumenggung Prabasena langsung memandang Lembu Ancak dengan sinar mata setjam pedang. Lembu Anack gugup dengan sikap garang Ki Tumenggung Prabasena. Sedangkan Gagak Panji dan Ki Jemparing Lungguh – yang datang menyusul – terlihat diam, sepertinya mereka sedang menunggu Lembu Ancak mengungkap pikiran. Namun, dalam waktu itu, Arya Penangsang bersiaga penuh. Bahkan, tidak kepalang tanggung, Arya Penangsang diam-diam mengerahkan kekuatan yang siap diluncurkan bila sewaktu-waktu Ki Tumenggung Prabasena bertindak di luar kendali.

Tiba-tiba Hyang Menak Gudra berkata, “Saya minta setiap orang dapat menahan diri dan tidak tergesa-gesa membuat keputusan.”

Arya Penangsang menarik napas panjang. Walaupun dilakukannya dengan sangat halus, tetapi pendengaran orang-orang sakti di sekitarnya tidak dapat dilampaui. Dan, seketika, orang-orang segera memandangnya dengan rasa bertanya-tanya.

Lembu Ancak seperti mendapatkan waktu, secuil kelonggaran mendorongnya agak berani menghadapi Ki Tumenggung Prabasena. “Saya harap tidak ada salah pengertian atau prasangka buruk pada gagasan yang akan saya utarakan,” kata Lembu Ancak. Dia mengatur napas dan bersikap hati-hati memilih kata. “Saya akan membentuk satuan khusus yang bertugas sebagai pemburu orang-orang yang dicurigai terlibat dalam peristiwa itu. Tentu saja, satuan tersebut baru dapat berjalan bila mendapat restu Hyang Menak Gudra. Tetapi, sebagai awal keterangan tugas, salah satu kewajiban yang dibebankan pada laskar pemburu adalah mencari lalu menghancurkan kelompok gelap yang sekarang bermukim di sepanjang lereng Gunung Ijen hingga Gunung Raung.”

Gagak Panji menyahut, “Jumlah mereka terlalu sedikit dan tidak seimbang dengan luasnya wilayah yang Ki Sanak terangkan. Blambangan akan mendapatkan beban lebih banyak dari hasil yang diperoleh. Mereka hanya secuil orang yang tidak akan sanggup mengguncang Blambangan.”

“Kakang Gagak Panji,” kata Arya Penangsang, “yang kita bicarakan adalah pengaruh laskar pemburu pada Demak.”

“Aku mengerti, aku mengerti,” ucap Gagak Panji. “Adi Penangsang, Ki Lembu Ancak menawarkan bantuan pada Demak. Itu berarti tenaga dan segenap biaya berada dalam tanggungan Blambangan. Dan, aku tidak setuju dengan gagasan itu.”

Orang-orang segera riuh dengan pendapat yang disuarakan terbuka untuk menanggapi perbantahan kecil antara Arya Penangsang dengan Gagak Panji.

Pembicaraan pun meruncing, terbit kesepakatan bahwa Demak akan menanggung sebagian biaya yang menjadi beban Blambangan. Hal lain adalah laskar pemburu akan menggunakan nama pasukan Ki Danupati yaitu Dasa Manah dengan tujuan untuk membersihkan nama baik angkatan darat Demak. Berikutnya adalah kehadiran pasukan Dasa Manah, yang kelak dipimpin Lembu Ancak, dapat meniadakan tanggapan miring mengenai permusuhan abadi antara Demak dengan Blambangan.

Kemudian, tiga bulan berikutnya, pergerakan pasukan yang dipimpin Lembu Ancak benar-benar nyata mengaduk-aduk seisi Gunung Ijen dan Gunung Raung. Orang-orang yang telah ditandai akan mengikat Hyang Menak Gudra agar memusuhi Demak dapat dikikis secara perlahan. Mereka tidak segera disikat habis oleh Lembu Ancak dengan pertimbangan ; menjaga keseimbangan di sekitar lingkar kekuasaan Hyang Menak Gudra.

Tiga hari setelah pertemuan genting itu, seorang utusan Pangeran Tawang Balun menyampaikan laporan bahwa Ki Wadas Palungan memutuskan akan berlayar pulang ke Demak pada hari itu juga.

Tidak ada yang dapat diperbuat oleh Blambangan selain melepas kapal perang Demak dengan upacara kebesaran yang penuh persahabatan. Barisan kapal perang dan sampan perusak milik Blambangan berjajar selaras dalam ayunan gelombang Laut Jawa. Benda-benda yang mengapung dengan berbagai ukuran itu tampak seperti lambaian tangan penari pada waktu-waktu peringatan yang dimuliakan.

Berangsur, satu demi satu, sebaris demi sebaris, angkatan perang Demak meninggalkan perairan Panarukan. Mereka harus cepat melupakan tujuan besar yang digagas Raden Trenggana. Mereka harus kembali ke Demak dengan kepala tegak. Mereka tidak pulang sebagai pecundang karena keselamatan Raden Trenggana berada di atas segala cita-citanya sendiri, demikian yang diucapkan Ki Wadas Palungan dari puncak tiang layar kapal perangnya.

Sinar matahari benar-benar membakar permukaan pantai Panarukan ketika iringan-iringan besar Demak lenyap dari pandangan. Begitu pun angkatan perang Blambangan yang melepas kepulangan mereka. Yang tersisa kemudian hanyalah kemah-kemah yang masih bertebaran di pantai Panarukan. Namun demikian, Hyang Menak Gudra telah menjatuhkan perintah agar para prajuritnya bersiap-siap untuk berkemas sore nanti. Mereka akan mengosongkan pantai secara bertahap untuk menunjukkan pada musuh dalam selimut yang mungkin masih mengintai dari tempat tersembunyi.

Pada sebuah kesempatan sebelum pertengahan malam, selagi prajurit Blambangan membereskan kemah-kemah para tamu, Gagak Panji dan Ki Tumenggung Prabasena mengundang Arya Penangsang supaya datang ke kemah mereka. Adipati Jipang ini menyanggupi akan datang.

Wedaran Terkait

Serat Lelayu 9

kibanjarasman

Serat Lelayu 8

kibanjarasman

Serat Lelayu 7

kibanjarasman

Serat Lelayu 6

kibanjarasman

Serat Lelayu 5

kibanjarasman

Serat Lelayu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.