Padepokan Witasem
arya penangsang, jipang, penaklukan panarukan, panderan benawa
Bab 1 - Serat Lelayu

Serat Lelayu 20

Lembu Jati sadar dengan kedudukannya. Sekalipun dia dapat mengalahkan Arya Penangsang atau membunuhnya, itu tidak dapat serta-merta mengangkatnya sebagai orang berkedudukan tinggi atau dihormati. Lalu, apa arti kemenangannya? Lembu Jati menganggap dirinya ketiban duren apabila akhirnya mendapatkan tempat terhormat di kalangan penentang Raden Trenggana. Selebihnya hanyalah bahwa dia akan menjadi perhatian saja. Kemampuannya dalam olah kanuragan akan menjadi pertimbangan atau ukuran baru bagi para petualang.

Merasa cukup dalam memberi waktu kudanya istirahat atau mengecap rumput, Arya Penangsang beranjak kemudian berkuda perlahan menyusuri jalan yang setapak yang melingkari pusat kadipaten. Walau suasana belum dapat dikatakan terang, tapi Arya Penangsang paham bahwa hutan-hutan jati yang dilaluinya akan memasuki masa panen. Pada sejumlah tempat terlihat bayangan gubug yang tertimpa sinar rembulan yang kadang muncul dari balik awan yang menggantung.

“Para blandhong telah membuat persiapan,” desis Arya Penangsang dalam hati, “Bagus. Kadipaten Jipang mungkin tidak mempunyai undhagi sebaik Jepara atau Demak, tapi Jipang selalu dapat memenuhi kebutuhan dua kadipaten itu.”

Pemimpin Jipang itu lantas tersenyum sendiri ketika mengingat bahwa Jipang tidak mempunyai banyak juru mudi. “Mungkin karena wilayah ini terbelah oleh Bengawan Solo, maka orang-orang dapat mempelajari sesuatu hingga dapat menjadi juru tambang,” kata Arya Penangsang pada dirinya sendiri. Putra Pangeran Suryawiyata ini tidak begitu berhasrat menugaskan orang-orang Jipang agar kuat mempelajari cara pembuatan kapal niaga maupun kapal perang. Pikirnya, Jipang sudah cukup dengan keadaan sekarang. Bila ada keharusan untuk mengembangkan kemampuan menjadi juru mudi atau ahil pembuatan kapal, Jipang dapat bekerja sama dengan kadipaten lain seperti Jepara, Surabaya atau Gresik.

loading...

Dari sebuah ketinggian, dari gumuk yang berada di sebelah selatan jalan, Arya Penangsang dapat memandang hamparan luas alas jati yang tumbuh pada lereng landai. Tanaman itu belum setinggi dada lelaki dewasa tapi tampak begitu anggun dengan daun yang memantulkan sinar rembulan sehingga tampak kuning kehijauan. Bukit-bukit di wilayah Jipang tidak sebanyak dan setinggi perbukitan yang memanjang di sekitar Pajang. Membandingkan dua keadaan itu, Arya Penangsang pernah berkata pada Ki Patih Matahun, “Setiap daerah mempunyai susunan tanah dan batu-batuan yang mungkin berlainan dengan wilayah lain, Paman.  Bukan masalah apabila tanaman yang tumbuh di Jipang tidak dapat mencapai hasil terbaik jika dibandingkan dengan hasil pertanian Pajang. Karena pada dasarnya adalah Jipang dapat mencukupi kebutuhan orang-orang yang hidup di dalamnya sepanjang tahun. Untuk saat ini, saya tidak akan menggali lebih dalam atau mendaki lbih tinggi dari itu.”

Arya Penangsang tak juga mempercepat laju kuda hingga tiba di sebuah perempatan setapak. Sekejap kemudian, dia melompat turun lalu berlutut di samping perut kuda. “Dia masih berada di sekitar sini,” gumamnya dalam hati tanpa mengalihkan tatapan mata dari permukaan tanah.

Meskipun Adipati Jipang itu yakin bahwa tidak ada seorang pun yang berada di dekatnya selain yang mengintai, Arya Penangsang tidak mau sembarang membuka suara untuk menantang atau memerintahkan pengintainya menampakkan diri. Konyol, pikirnya. Selain itu, dia juga tidak ingin mengejutkan blandhong atau petani yang sedang beristirahat di tempat yang  tidak terjangkau olehnya. Keyakinannya bisa saja salah, pendengarannya pun bisa saja terkelabui, demikian pikir Arya Penangasang.

Setelah dapat memperkirakan letak pengintainya berkedudukan, Arya Penangsang mengirimkan suara berlambar tenaga inti yang dapat terdengar seperti bisikan pada daun telinga orang yang dimaksud.

“Ki Sanak, jika memang ada urusan yang harus diselesaikan, silahkan. Aku tidak ingin menunggu lama agar aku pun tidak mempunyai tanggungan yang harus dituntaskan di kemudian hari.”

Lembu Jati tercenung. Dia terpana! Bukankah suara jarak jauh hanya dapat dilakukan bila tujuan telah diketahui? Bagaimana cara Arya Penangsang mengira kedudukannya? Tiga lemparan anak panah adalah jarak yang cukup jauh, walau bagi Raden Trenggana ataupun Gagak Panji. Seandainya Adipati Jipang itu tahu, maka kedudukannya telah terkunci!

Orang yang menjadi perpanjangan tangan Kyai Rontek hanya diam saja untuk  beberapa waktu lamanya. Raut mukanya menegaskan ketegangan yang tidak terkira. Kemampuan Arya Penangsang berada di atas dugaannya semula. Sejenak kemudian, dia menatap ke atas dan tampak bintang-bintang mulai tertutup awan yang pelan merapatkan barisan. “Aku mungkin dapat berharap hujan segera turun lalu lelaki itu melupakan keberadaanku. Namun, bila itu tidak terjadi, yang mungkin terjadi adalah perkelahian hidup mati.” Sepintas terbersit dalam pikirannya untuk bergeser ke tempat lain, tapi itu cepat-cepat diurungkannya.

“Yah, itu sama dengan memberitahukan dengan benderang pada Arya Penangsang. Biarlah dia tetap dalam keadaan demikian. Mungkin dia sedang bernasib baik dengan perkiraannya yang tepat. Bisa juga aku yang bernasib sebaliknya karena Arya Penangsang sedang bertaruh, siapa tahu?”

Wedaran Terkait

Serat Lelayu 9

kibanjarasman

Serat Lelayu 8

kibanjarasman

Serat Lelayu 7

kibanjarasman

Serat Lelayu 6

kibanjarasman

Serat Lelayu 5

kibanjarasman

Serat Lelayu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.