Padepokan Witasem
arya penangsang, jipang, penaklukan panarukan, panderan benawa
Bab 1 - Serat Lelayu

Serat Lelayu 23

Pengalaman dan ketenangan sering sejalan dengan raihan kemenangan. Meski Arya Penangsang tidak mendapatkan pengajaran dengan tujuan seperti itu, tetapi gurunya termasuk orang berjiwani tinggi. Sentuhan-sentuhan yang dilakukan gurunya melalui tutur kata dan contoh perbuatan telah nyata mewarnai putra Pangeran Sekar Seda ing Lepen tersebut. Dalam keadaan yang sulit dan berada di ujung tanduk, Arya Penangsang tidak kehilangan pengendalian diri. Ketenangannya dapat melihat celah yang sangat sempit di antara dua serangan itu. Arya Penangsang seakan terbang ketika melayang menghindari terjangan ganas Ki Ajar Wit Sunsang, dan ketika merasakan getaran hebat datang dari badai serangan Nyi Poh Gemrenggeng, Adipati Jipang tersebut mendorongkan sepasang tangan – memanfaatkan angin pukulan yang terlontar dari tenaga lawan  untuk mempercepat laju lompatannya!

Nyaris dalam waktu sekejap, Arya Penangsang mampu membalas serangan pada lawan yang terdekat dengannya dan orang itu adalah Ki Ajar Wit Sunsang! Kecepatan sepertinya menjadi keunggulan Adipati Jipang yang seakan pantas disebut sebagai anak asuhan dewa angin.

Ki Ajar Wit Sunsang memaki dalam hati. Orang ini terhuyung. Dia nyaris kehilangan keseimbangan akibat pusaran tenaga yang liar mencabik udara dengan kekuatan raksasa. Sesungguhnya mudah bagi Arya Penangsang untuk melancarkan serangan susulan tapi dia tidak ingin mengakhiri perkelahian lebih cepat.

“Kakang!” tiba-tiba terdengar suara keras.

loading...

Nyi Poh Gemrenggeng secara tiba-tiba berteriak seolah kehilangan kendali diri. Perempuan –  yang mungkin lebih muda usianya dibanding Pangeran Parikesit,  secara luar biasa melontarkan tanah melalui sepasang kakinya yang menjejak tanah. Hanya sekejap, hanya sekejap saja Ki Ajar Wit Sunsang mendadak dapat lepas dari bahaya maut yang ditebar Arya Penangsang. Tapi itu adalah perkiraan Ki Ajar Wit  Sunsang saja karena Arya Penangsang sama sekali tidak bermaksud membekuknya secepat itu.

Atas serangan Nyi Poh Gemrenggeng, Adipati Jipang menyeringai. Dia berhasil menarik perempuan buas itu lebih dekat padanya. Nyi Poh Gemrenggeng terseret arus keinginan Arya Penangsang yang menginginkan pertarungan jarak dekat. Sekejap mata kemudian, tiga bayangan berkelebat sangat cepat, saling melibat dan menekan, saling mengitari dan berloncatan. Tangkisan dan pukulan serta tendangan nyaris tidak dapat lagi dibedakan karena berlangsung sangat cepat.

Tampaknya kegagalan dari gebrakan awal membuat Ki Ajar Wit Sunsang berhati-hati. Apalagi dia dapat lepas dari tekanan Adipati Jipang pun karena Nyi Poh Gemrenggeng menyerobot memasuki lingkar perkelahiannya. Dengan demikian, Ki Ajar Wit Sunsang memunculkan penilaian tersendiri mengenai kehebatan Arya Penangsang. “Dia tidak selemah yang dikatakan orang-orang,” batin Ki Ajar dalam hati. “Segenap kekuatan yang aku kerahkan dan juga Nyi Poh Gemrenggeng ternyata terlihat begitu mudah ditepisnya. Sudah jelas, aku dan Nyi Poh Gemrenggeng memperoleh keterangan yang salah.” Satu-satunya cara untuk menebus kesalahannya adalah meninggalkan gelanggang pertarungan. Tapi, apakah dia sanggup? “Aku tidak dapat pergi begitu saja. Selain upah yang telah habis aku gunakan, Arya Penangsang memang harus dilenyapkan agar Jipang dapat berada di bawah kendali pengikut Kyai Rontek,” desis Ki Ajar tanpa suara di dalam hatinya. Maka, tidak ada jalan lain selain terus menerus menekan Arya Penangsang dengan segala daya yang ada pada dirinya dan Nyi Poh Gemrenggeng.

Pada sisi lain, Nyi Poh Gemrenggeng sendiri merasa bahwa Arya Penangsang bukanlah lawan yang mudah ditundukkan. Sekalipun dia menyerang bersama-sama dengan Ki Ajar Wit Sunsang, itu tidak segera dapat menjadi jaminan bahwa mereka akan berdiri paling akhir sebagai pemenang. Namun begitu, Nyi Poh Gemrenggeng  percaya bahwa mereka akan mampu mengalahkan Adipati Jipang tersebut dengan bantuan Lembu Jati. “Meski memalukan, tapi bagaimana lagi? Aku dan Lembu jati sama-sama butuh kemenangan ini. Bahkan, jika Arya Penangsang dapat ditewaskan dalam perkelahian ini, wah, tentulah akan berakhir dengan akibat yang menyenangkan,” gumam Nyi Poh Gemrenggeng dalam hati.

Lembu Jati segera bersikap waspada. Dia tampaknya cukup berhati-hati untuk membuat penilaian. Keyakinan bahwa pihaknya akan mendapatkan kemenangan dengan cepat, sungguh, menjadi sesuatu yang harus segera ditepiskan. Meski belum sempat berhadapan langsung dengan Arya Penangsang, walau masih samar baginya, tetapi gelaran ilmu sakti yang terjadi ketika dia mengiringi Kyai Rontek memang mengaburkan penilaiannya. “Dorongan tenaga yang menyibak kobaran api mungkin tidak berasal dari Arya Penangsang,” batinnya, “tapi, benarkah demikian?”

Di dalam pikirannya, Adipati Jipang sudah memperkirakan bahwa dia tidak akan bertarung melawan dua orang, tapi tiga. Dan, bila orang ketiga tidak menampakkan diri? Arya Penangsang bertekad akan memutus langkah orang ketiga yang membuntutinya sejak keluar dari Blambangan.

Wedaran Terkait

Serat Lelayu 9

kibanjarasman

Serat Lelayu 8

kibanjarasman

Serat Lelayu 7

kibanjarasman

Serat Lelayu 6

kibanjarasman

Serat Lelayu 5

kibanjarasman

Serat Lelayu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.