Padepokan Witasem
arya penangsang, jipang, penaklukan panarukan, panderan benawa
Bab 1 - Serat Lelayu

Serat Lelayu 16

Tanpa pernah menganggap enteng kemampuan dua pengeroyoknya, Arya Penangsang sadar bahwa dia akan mengalami kesulitan bila hanya mengandalkan kecepatan.  “Ini membahayakan,” pikirnya. Arya Penangsang menjadi semakin berhati-hati. Itu seakan mempermudah dua musuhnya untuk melakukan tekanan.

Kenyataan lain adalah Ki Maja Tamping dan Ki Bejijong kian kuat menduga bahwa Arya Penangsang kecil kemungkinan akan mengeluarkan ilmu simpanan. Maka, dalam pikiran mereka berdua, Arya Penangsang tidak akan dapat bertahan lebih lama. Perintah Ki Tumenggung Prabasena agar kerabatnya dapat menahan diri menjadi keuntungan bagi dua lawan Adipati Jipang itu. Demikianlah, Ki Maja Tamping serta Ki Bejijong tidak lagi berusaha mengimbangi kecepatan Arya Penangsang. Mereka berdua memilih untuk menghentak tenaga inti, membangkitkan ilmu mempersempit ruang gerak musuh.

Udara di dalam kedai meningkat lebih panas. Bahkan lebih panas dibandingkan dengan udara di luar ruangan. Deru angin dari kibar serangan Ki Maja Tamping dan Ki Bejijong seakan menjadi pengantar bagi Arya Penangsang menjemput kematian. Pusaran angin perkelahian menyambar-nyambar ke segala arah dengan kekuatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Bangku dan meja tiba-tiba terbelah tanpa ada sentuhan  benda tajam. Sebagian potongan kayu yang berserakan mengeluarkan asap akibat terpaan tenaga inti dua petarung sakti yang menjadi lawan Arya Penangsang.

Keadaan menjadi genting bagi Arya Penangsang.  Berlainan dengan Mas Karebet, Adipati Pajang, Arya Penangsang dikenal tidak mempunyai ilmu kebal yang sanggup melapisi daya tahannya. Penguasa kadipaten yang dapat dianggap sebagai anak asuhan Ki Patih Matahun itu masih mengandalkan kecepatan di luar nalar. Kepatuhan pada Ki Tumenggung Prabasena seakan menjadi di atas segalanya bagi Arya Penangsang. Memang terkesan belum menemukan jalan keluar, tetapi itu tidak berarti tidak ada kesempatan untuk melepaskan ilmunya yang jarang diungkapkan. Sementara, sejauh itu, usaha dua musuhnya belum memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Walau mereka berdua mempunyai kelonggaran untuk mengeluarkan ilmu-ilmu tingkat tinggi tetapi usaha keduanya sepertinya masih jauh dari keberhasilan. Meskipun mereka menyerang dengan cepat dan serangan bertubi-tubi, hanya saja, sekali lagi, dua  petarung suruhan Kyai Rontek masih mendapati jalan buntu untuk menggedor lebih kuat.

loading...

Kekuatan yang terpancar dari pertarungan yang berlangsung di dalam kedai dapat dirasakan oleh mereka yang berada di luar ruangan. Sambaran angin tajam yang berserak liar dan terasa panas mampu menembus dan membelah dinding kedai. Dari luar, Gagak Panji dan Ki Prabasena dapat melihat Arya Penangsang yang berada dalam keadaan diserang beruntun, tapi mereka cukup lega karena paman dari Pangeran Benawa itu belum terdesak.

”Adi Gagak Panji,” ucap Ki Tumenggung Prabasena, “sepertinya perjalanan kita semakin terhimpit oleh waktu.” Meski suaranya bernada cemas, tetapi wajah Ki Prabasena terlihat tenang.

“Benar tetapi kita tidak perlu khawatir mengenai itu,” kata Gagak Panji. Dia yakin Arya Penangsang pun paham bahwa mereka harus secepatnya tiba di ibukota Demak. Terlintas dalam pikirannya untuk mendesak Ki Prabasena agar mengizinkan Adipati Jipang tersebut segera mengeluarkan kemampuan yang jarang menemui tandingan. Namun dia mengurungkan niat untuk mengungkapkan itu. Gagak Panji percaya bahwa Arya Penangsang akan tegak berdiri ketika pertarungan berakhir.

Di dalam kedai, Ki Maja Tamping dan Ki Bejijong berbesar hati lalu melonggarkan pikiran dengan kesimpulan akhir ; Arya Penangsang akan mati di tangan mereka dalam waktu tak lama lagi – mungkin lebih singkat dari jatuhnya anak panah yang terlontar dari jarak tiga langkah kaki.

Namun, orang yang menjadi lawan mereka adalah keponakan Raden Trenggana yang berkepandaian sangat tinggi. Mereka berdua mempunyai hak untuk merasa menang dan yakin dengan perasaan itu. Hanya saja, Arya Penangsang masih mempunyai ruang untuk meningkatkan kecepatannya lebih hebat lagi. Maka, hampir bersamaan dengan perkataan Gagak Panji, Arya Penangsang menghindar serangan Ki Bejijong yang menyasar bagian atas tubuh. Sekejap berikutnya, sepasang bahu Arya Penangsang condong ke samping, lalu mengibaskan sebelah kaki, menusuk lambung Ki Maja Tamping dengan kecepatan tidak wajar. Tidak ada jalan bagi Ki Maja Tamping untuk menghindar karena serangan balik Arya Penangsang sesungguhnya benar-benar memotong pergerakan selanjutnya. Pemangku sebuah padepokan tangguh yang terletak di sisi timur Demak pun terdorong surut, lalu rebah telentang.

Baca juga buku pertama Pangeran Benawa : Penaklukan Panarukan yang menjadi awal kisah Arya Penangsang di sini

“Berikutnya!” pekik Arya Penangsang. Sepasang kakinya telah menjejak lantai kedai, dan sebelum Ki Bejijong dapat sadar dari keterkejutannya, Arya Penangsang menghentak serangan dengan kecepatan kilat! Sepasang kayu yang menjadi senjatanya dan telah tercuil pada banyak bagian berkelebat sangat cepat. Sangat sulit melihat sepasang batang kayu yang lebih terlihat sebagai gulungan cahaya gelap yang membungkus tubuh Adipati Jipang. Tiba-tiba saja Ki Bejijong terlempar, menabrak dinding lalu terkapar lemah di sebelah luar kedai.

Seperti disambar geledek di siang hari tanpa hujan, raut wajah para pengikut Ki Maja Tamping mendadak sepucat rembulan menyaksikan akhir dari pertarungan.

Wedaran Terkait

Serat Lelayu 9

kibanjarasman

Serat Lelayu 8

kibanjarasman

Serat Lelayu 7

kibanjarasman

Serat Lelayu 6

kibanjarasman

Serat Lelayu 5

kibanjarasman

Serat Lelayu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.