Nyaris tidak ada orang yang dapat melihat kejadian saat Gagak Panji meloloskan keris dari warangkanya. Keris yang dinamai Kyai Brongot Gaharu oleh anak murid Empu Supa Madrangi ini seolah menjadi piranti yang tepat guna di tangan Gagak Panji. Tenaga inti yang berawal dari pusaran Bumi Handaru membanjiri lengan Gagak Panji hingga ujung pusaka.
Mereka yang mengenal baik Gagak Panji mengaku dalam hati bahwa perkelahian di depan mereka adalah perkelahian yang jarang terjadi. Menyaksikan Gagak Panji bertarung dengan menggunakan senjata menjadi kejadian langka yang belum tentu akan terulang dalam tiga atau lima tahun kemudian. Pengamatan mereka memunculkan anggapan, perubahan cara bertanding Gagak Panji mungkin dipengaruhi oleh perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. Peristiwa pahit yang menimpa Raden Trenggana membuatnya bertindak di luar kebiasaan selama ini.
Keris Gagak Panji berkelebat. Berkilau meski tidak ada cahaya karena perintah pemadaman dari Lembu Ancak. Dalam waktu itu, pengerahan tenaga inti yang bersumber dari Bumi Handaru melambari semua gerak sepasang tangannya. Serangan Gagak Panji seperti sungai yang mengalir pada turunan terjal dan berbatu. Oleh karenanya, Ki Danupati kesulitan untuk melepaskan diri dari tekanan demi tekanan yang dihempaskan Gagak Panji.
Senjata Gagak Panji yang berkilau, lebih terang dari rembulan padang, membungkus rapat wadag Ki Danupati. Tidak ada yang dapat dilihat dari sekujur tubuh Ki Danupati, dari kepala hingga ujung kaki. Gulungan sinar berkilauan itu benar-benar terlihat seperti melenyapkan Ki Danupati dari pandangan orang-orang. Pertarungan berkembang hingga keadaan tidak terlihat seimbang. Dalam waktu itu, Gagak Panji meningkatakan kemampuannya meringankan tubuh hingga titik tertinggi. Dengan demikian, yang terlihat pun hanya bayangan hitam yang mengelilingi lapisan cahaya yang membungkus musuhnya.
Belitan olah kanuragan Gagak Panji benar-benar membuat Ki Danupati merasa sesak! Terlanjur, segalanya terlanjur terjadi dan dia sudah kepalang basah! Melarikan diri dari pertempuran tentu tidak dapat dilakukannya. Pasti Arya Penangsang, Ki Tumenggung Prabasena dan Mpu Badandan tidak akan membiarkannya melenggang bebas. Bila bukan Gagak Panji, pasti, salah satu dari tiga orang berilmu tinggi itu yang akan meringkusnya. Pada keadaan demikian, ketika dirinya menerima terjangan sangar Gagak Panji, Ki Danupati didera malu luar biasa. Bila dia dapat hidup, itu berarti ada campur tangan sosok yang berada jauh di atas seluruh manusia yang hidup di bumi. Bila dia hidup, nama besarnya sebagai senapati pasukan khusus Demak akan hancur dan binasa selamanya. Jauh di dalam hatinya, Ki Danupati sudah merasa bahwa, dalam keadaan mati atau hidup, dia akan mendapat cap sebagai pengkhianat!
Ki Danupati tidak dapat melihat celah yang dapat membantunya keluar dari tekanan. Meski berkeinginan untuk maju menerjang badai serangan Gagak Panji, tetapi sepasang kakinya telah berlumuran darah akibat sayatan-sayatan ujung Kyai Brogot Gaharu. Gagak Panji mengepungnya dengan serangan luar biasa serta tidak masuk akal. Di dalam kepungan itu, hawa sakti yang ditimbulkan ayunan Kyai Brongot Gaharu mulai mencakar pertahanan Ki Danupati. Pakaian senapati Demak yang empat berbicara dengan Kyai Rontek pun tercabik, darah meleleh, sedangkan bagian dalam tubuhnya seperti sedang diremas oleh tenaga yang tak kasat mata dan berkekuatan raksasa.
Dari perkelahian tersebut, Gagak Panji seolah sedang menunjukkan kemurkaan yang tidak dapat dikekang. Dari laga itu pula, Gagak Panji seperti sedang memperlihatkan kemampuan yang sesungguhnya pada orang-orang.
Ki Danupati yang bersenjata pedang berwarna gelap, berusaha memutar, melompat jauh, lalu menusukkan ujungnya pada bahu kiri Gagak Panji. Namun, sekali lagi, Ki Danupati harus menerima kenyataan bahwa perwira Jipang itu memang bukan lawan yang sebanding dengannya. Serangan Ki Danupati hanya sebuah mainan di mata Gagak Panji. Senapati – yang terkadang mendapat kepercayaan Ki Patih Matahun untuk melatih pasukan pengawal istana – cepat menangkis serangan Ki Danupati. Selanjutnya, melalui tata gerak yang sangat rumit dan sulit dimengerti, Gagak Panji menggebrak! Ki Danupati terlempar jauh dari lingkar perkelahian. Terkapar dengan dada tertembus senjatanya sendiri.
Sambil duduk dengan dua lutut sebagai tumpuan, Gagak Panji memandang tajam Ki Danupati yang roboh bermandi darah.
Di bawah tatapan mata Gagak Panji, Ki Danupati menyeringai sambil berdesis, “Raden Trenggana adalah mangsa terbaik. Engkau, adalah, dan hanya seekor anjing pemburu bagi Arya Penangsang.”
“Dan engkau hanya seorang pengkhianat,” sahut Gagak Panji pelan. Sejenak kemudian, ia menunduk dalam-dalam. Pikirnya, bukankah lebih baik membiarkan Ki Danupati tetap hidup? Persekongkolan yang mengancam hidup Raden Trenggana semakin tertutup rapat karena Ki Danupati, sebenarnya, dapat dijadikan kunci untuk membuka gudang yang menyimpan sekam.
“Dia sudah tewas, Ngger,” ucap lirih Mpu Badandan, lalu mengambil tempat di samping Gagak Panji. “Bagaimanapun, aku tidak dapat menyalahkanmu atas wafatnya Raden Trenggana. Kita semua telah berusaha memberikan yang terbaik. Pangeran Tawang Balun pun tidak pernah mengalihkan pemusatan budi dan rasa selama Raden Trenggana berada di dalam kemah Ki Danupati. Meski demikian, meski aku melakukan hal yang sama dengan beliau, tetapi kami berdua terlambat menyelamatkan Raden Trenggana.”
Ketika mendengarkan ucapan gurunya, terlintas dalam pikiran Gagak Panji seandainya Ki Danupati dapat diringkusnya hidup-hidup. Namun, dengan penyesalan, Gagak Panji mengatakan pada dirinya bahwa kesalahannya berawal dari keputusannya untuk menggunakan keris pusaka Kyai Brongot Gaharu.
Mpu Badandan adalah orang yang telah berada pada kedudukan tinggi dalam kemapanan jiwani, maka suara hati Gagak Panji seolah dapat didengarkannya. Guru Gagak Panji tersebut kemudian berkata, “Engkau telah mengeluarkan pernyataan perang pada orang-orang yang menggagas persekongkolan buruk. Ini adalah awal dari perlawanan yang akan kau berikan pada mereka. Oleh karena itu, engkau tidak dapat menyalahkan dirimu sendiri atau membiarkan anggapan semacam itu bebas melintas pada jalan-jalan pikiranmu. Anggapan itu dapat menjadi senjata yang paling mengerikan dan dapat membunuhmu meski engkau berada di tingkat tertinggi kanuragan.”
Gagak Panji menarik napas panjang, lalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia baru sadar ketika melihat banyak orang yang dikenalnya telah mengelilinginya. Ia sadar bahwa untuk sesaat telah membiarkan perasaannya berkelana bebas di sebuah ruang yang sulit dijangkau, namun gurunya hadir untuk menariknya kembali ke batas kesadaran.
Ia merenung untuk beberapa saat kemudian. Agar dadanya terasa lebih lapang, Gagak Panji berdiri kemudian berkata, “Kakang sekalian. Guru. Adipati Jipang serta perwira-perwira yang saya hormati dan saya banggakan. Kematian Ki Danupati akan menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Saya mohon kebesaran hati Anda sekalian untuk mengampuni dan memaafkan saya. Saya harus akui bahwa saya tidak berhati-hati ketika menangani pengkhianat ini.“ Gagak Panji menutup ucapannya sambil mengarahkan ujung Kyai Brongot Gaharu pada wajah Ki Danupati, selarik sinar keluar, menyambar, membidik tepat wajah Ki Danupati lalu menghancurkannya! berkata Ki Lurah Branjangan.
Arya Penangsang menjadi orang pertama yang memegang lengan Gagak Panji. Katanya, “Kakang telah berbuat tepat.”
Sejenak kemudian, Arya Penangsang mengajak Gagak Panji menyingkir dari bekas tempat perkelahian. Ki Tumenggung Prabasena berdampingan dengan Mpu Badandan turut berjalan di belakang Arya Penangansang dan Gagak Panji. Mereka berjalan beriringan menuju kemah induk Blambangan untuk melaporkan segala yang terjadi pada Hyang Menak Gudra.
Sejumlah perwira Demak dan Blambangan segera bekerja sama membenahi daerah yang tempat perkelahian yang menggetarkan,. Gabungan prajurit Demak dan Blambangan bergerak cepat untuk menjauhkan pasukan Dasa Manah. Gerombolan itu ditempatkan pada bagian pantai yang berdinding curam dan dikelilingi gugus karang yang padat. JIka ada salah satu dari pasukan Dasa Manah berencana melarikan diri, maka mereka harus memanjat tebing tegak lurus yang berlumut atau berenang melawan terjangan ombak yang bergulung-gulung liar.
1 comment
[…] Baca juga : “Raden Trenggana adalah mangsa terbaik. Engkau, adalah, dan hanya seekor anjing pemburu bagi Arya Penangsang.” Serat Lelayu […]