“Aku tidak ingin berkelahi hidup mati denganmu, Toh Kuning,” tukas Ken Arok. Ia mengatur napas sejenak, kemudian, ”Jika aku kembali ke padepokan dengan rencana penyerangan itu, pasti yang terjadi adalah kau akan melakukan perang tanding denganku. Atau aku akan mengambil Gubah Baleman sebagai lawan. Kita semua tahu kemungkinan yang akan terjadi adalah munculnya pilihan-pilihan yang tidak dapat dihindari.”
“Lalu mengapa kau tidak melakukannya? Bukankah aku dapat menghadapi Ki Branjangan Putih?”
“Aku tidak dapat membiarkanmu membunuhnya!” tukas Ken Arok.
Toh Kuning merenung sesaat lalu, ”Pilihan yang tidak dapat dihindari.”
“Kita lupakan kejadian yang telah kita lewati di padepokan,” kata Ken Arok dengan mata lurus menatap kawan karibnya. Ia meneruskan, ”Ada sebuah tujuan yang lebih besar dari apa yang kita saksikan di padepokan.” Ken Arok bangkit dari duduknya dan berjalan memutari Toh Kuning.
Dengan pandang mata heran, Toh Kuning bertanya, ”Seberapa besar rencana itu?”
“Sebuah rencana yang akan menjadi urusan besar. Dan jika kau telah menjadi seorang prajurit Kediri maka rencana itu sanggup menutup langit Kediri,” jawab Ken Arok, ”Ki Branjangan Putih bukan sekedar menimbun senjata dan melatih orang-orang untuk berbuat jahat. Ia telah mengetahui apa yang akan dilakukan Sri Baginda di masa depan. Sehingga ia merasa perlu untuk membuat persiapan agar dapat mencegah Kediri dari tindakan bodoh.”
“Kebodohan seperti apa yang akan dilakukan oleh Sri Baginda? Justru kau bergabung dengan orang-orang bodoh karena dengan begitu kau terlihat gagah dan pasti menjadi pahlawan bagi mereka,” bantah Toh Kuning.
“Aku tidak menyalahkanmu karena kau terlalu lama berada di padepokan, tapi aku akan katakan berita yang aku dengar,” kata Ken Arok, ”Sri Baginda ingin menjadikan Kediri sebagai negara yang berjaya dan lebih besar dari sekarang. Dan kita juga mengetahui bahwa Kediri selalu bergerak maju dari tahun ke tahun. Jalan-jalan dibangun dan perdagangan antarwilayah semakin lancar. Orang-orang manca banyak berdatangan dengan berbagai urusan yang tentunya membawa keuntungan bagi Kediri.”
Tiba-tiba wajah Ken Arok menjadi sendu.
“Ketika kau telah menjalani wisuda sebagai prajurit, kau akan melihat apa yang tidak pernah kau harapkan untuk terjadi,” lirih Ken Arok berkata, ”mungkin kau akan mengalami pergulatan seperti yang terjadi padaku selama ini.”
“Aku telah mempunyai bayangan seperti yang kau katakan,” kata Toh Kuning, ”aku tidak tahu apa yang menjadi rencana Sri Baginda selanjutnya. Lagipula aku hanya ingin melakukan keinginan guru yang sederhana.”
Ken Arok kemudian duduk di depan Toh Kuning, ”Kita akan melakukan keinginan guru, dan itu akan kita mulai dari pekerjaan yang sederhana.”
Sambil menganggukkan kepala, Toh Kuning berkata, ”Aku akan menjadi seorang prajurit.”
“Aku akan ke Tumapel,” kata Ken Arok kemudian mengulurkan tangannya. Sejenak kemudian mereka bersalaman dan saling beradu pandang. Ada setangkup rasa rindu yang akan mengguncang mereka dalam waktu yang lama. Keduanya saling mencemaskan keadaan masing-masing apabila mereka mengambil jalan yang berbeda, namun kedua murid Begawan Bidaran telah membulatkan tekad untuk menjalankan pesan gurunya dengan usaha yang terbaik.
Maka demikianlah kemudian mereka berpisah. Toh Kuning berjalan menuju padepokan dengan hati tak menentu, sementara Ken Arok meninggalkan tempat itu dengan langkah lebar.
Setibanya di padepokan, Gubah Baleman menyambut Toh Kuning dengan perasaan lega. Katanya, ”Aku mendapat laporan jika kau mengejar seseorang yang melarikan diri dari pertempuran. Beberapa prajurit aku perintahkan untuk mencarimu namun mereka kembali tanpa kejelasan tentangmu. Aku sangat mengkhawatirkan kau terjebak dan aku tidak dapat menunaikan pesan dari gurumu.”
“Semuanya baik-baik saja, Ki Rangga,” kata Toh Kuning kemudian, ”aku mengejar orang itu namun ia begitu cepat pergi dan aku kehilangan jejak. Namun seperti yang Anda lihat, aku tidak mengalami sesuatu yang mengkhawatirkan.”
“Baiklah,” Gubah Baleman berkata kemudian, ”dengarkan, aku telah memerintahkan sebagian prajurit untuk menjaga tempat ini hingga aku kirim sekelompok prajurit untuk menggantikan mereka. Segala sesuatu yang terkait dengan padepokan ini segera aku laporkan pada Sri Baginda dan Ki Tumenggung.
“Malam ini aku akan mengantarmu ke tempat penerimaan prajurit baru. Aku harap kau dapat melalui semua bentuk ujian dan pendadaran,” kata Gubah Baleman.