Kepercayaan diri dan keyakinan Ki Sindur Jombor, secara mantap, dapat membawa pertarungan setingkat lebih tinggi. Walau demikian, Ki Sindur Jombor juga kesulitan menjauhkan diri dari terkaman-terkaman dahsyat yang dilontarkan Kinasih. Ke segala arah dia meloncat surut, Kinasih hampir selalu dapat memotong lintasannya. Dengan bekal pengalaman yang sangat luas, Ki Sindur Jombor berusaha menahan Kinasih agar tidak menjadi-jadi. Tentu itu harus dilakukannya karena Kinasih mempunyai kecermatan serta ilmu yang yang dapat membahayakan jiwanya.
Perkembangan demi perkembangan, yang bermula dari benturan yang dihadapi Raden Mas Rangsang, telah diketahui oleh Agung Sedayu melalui laporan para penghubung yang bergantian mendatanginya. Pada waktu itu, ketika menerima laporan bahwa Ki Sekar Tawang sedang dikejar oleh Raden Mas Rangsang, Agung Sedayu segera memaparkan lukisan di dalam benaknya. Bahwa pengejaran itu akan melewati daerah berbukit yang terpisah jauh dari permukiman. Gerumbul semak serta kepadatan tumbuh-tumbuhan, yang berpadu di antara tanjakan dan turunan, dapat dimanfaatkan sebagai gardu pantau jika seseorang berencana untuk menyerang Panembahan Hanykrawati. Boleh dikata penyergapan tidak akan diketahui orang karena letaknya yang terpencil. Agung Sedayu berharap sepenuhnya pada Raden Mas Rangsang dapat membekuk Ki Sekar Tawang sebelum mencapai Alas Krapyak. Tapi Agung Sedayu juga harus bersiap apabila harapan itu tidak dapat terwujud.
Agung Sedayu memandang jauh ke depan barang sejenak. Ia sedang berpikir untuk memberitahukan rencana pada Pangeran Selarong, tapi itu berarti dirinya harus meninggalkan tempat sebagai penjaga utama garis belakang. Keadaan yang tidak mudah bagi Agung Sedayu karena wilayah penjagaannya jauh lebih luas daripada Pangeran Selarong. Setiap bahaya dari samping kiri dan kanan, selain dari belakang, harus dapat dicegahnya sebelum mencapai kereta Panembahan Hanykrawati. Bila ia menitipkan pesan pada salah seorang perwira, apa yang dapat dijadikan sebagai jaminan bagi kesetiaan orang itu? Tabiat dasar Agung Sedayu sebagai orang yang kerap dihinggapi keraguan menjadi penghalang tersendiri saat keputusan harus cepat dibuat. Senapati pasukan khusus Mataram – yang belum berlama-lama menimang putrinya yang baru lahir – tahu bahwa para pengintai Raden Atmandaru telah lama bergerak leluasa pada wilayah yang membentang dari kotaraja sampai Alas Krapyak.
“Sudah barang tentu mereka telah menjelajahi pedukuhan-padukuhan, lembah dan sungai-sungai yang bercabang banyak. Mereka tidak akan dapat dikenali dengan mudah karena kemampuan membaur yang sangat baik,” gumam Agung Sedayu dalam hati. Maka, pada hari itu, Agung Sedayu dapat sedikit bernapas lega karena siasat dapat berjalan dengan baik meski ada sedikit celah.
Seorang penghubung berlari cepat menghampiri Agung Sedayu lalu mengatakan bahwa Kinasih sedang bertarung sangat ketat dengan salah satu pengikut Raden Atmandaru. Secara ringkas, penghubung tersebut menerangkan keadaan terakhir pertarungan. Di dalam ruang pikirannya, Agung Sedayu dapat menggambarkan gelanggang pertarungan Kinasih yang menggantikan Raden Mas Rangsang.
Beberapa saat kemudian, Agung Sedayu memerintahkan tiga pengawal berkemampuan menengah untuk mengikuti jejak Raden Mas Rangsang.
“Mungkin kalian sudah berpikir bahwa hampir tidak mungkin dapat mencapai tempat pangeran, tapi aku katakan itu mungkin bila seandainya perkelahian terulang,” ucap Agung Sedayu usai menjelaskan singkat keadaan terakhir di lorong permukiman.
“Awalnya memang seperti itu, Ki Rangga,” kata salah seorang dari tiga pengawal yang ditunjuk Agung Sedayu. “Tapi, bagaimanapun, kami harus berada di samping pangeran meski terlambat.”
Agung Sedayu mengangguk. Ia menaruh kepercayaan tinggi pada tiga prajurit yang sudah diketahui mempunyai kemampuan pelacakan dan pengejaran yang cukup hebat. “Kalian dapat berangkat sekarang,” ucap Agung Sedayu kemudian.
Kemudian, Agung Sedayu menyebut dua nama lagi. Lalu datanglah dua orang yang dimaksud olehnya. Petarung tangguh yang turut membantu berdirinya pasukan khusus itu berkata, “Kalian dapat secara langsung memasuki lingkar perkelahian Kinasih.”
“Ki Rangga,” berkata seseorang dengan nada tanya, “apakah turut campur dalam pertarungan murid Nyi Banyak Patra itu tidak memengaruhi penilaian orang pada Mataram?”
“Dalam keadaan seperti ini, sebenarnya, semua siasat akan dapat dianggap sebagai kelicikan atau kecurangan. Namun, sebelumnya, putra raja kita pun bertarung melawan dua orang dari kubu mereka. Atas hal itu, apakah kita atau Anda pun mengira mereka berbuat curang?”
Orang yang bertanya, yang juga berpangkat rangga, mencoba menahan keputusan Agung Sedayu. “Kita belum tersudut oleh sergapan lawan, Ki Rangga. Saya kira tetaplah lebih baik Kinasih seorang yang berkelahi dengan senapati mereka. Saya sudah mendengar kemampuan gadis itu dan saya punya keyakinan sangat kuat.
“Aku bertanggung jawab penuh atas keselamatan orang per orang yang tergabung dalam rombongan ini, Ki Sanden Merti,” kata Agung Sedayu. Dalam pikirannya, Agung Sedayu berniat melaporkan dasar keputusannya pada Pangeran Selarong bila mereka tiba di Alas Krapyak.
”Ki Rangga dapat memerintahkan dua orang itu untuk berjaga-jaga. Maksud saya, mereka dapat mencampuri perkelahian jika Kinasih terancam bahaya,” ucap Ki Sanden Merti.
“Pada pertarungan yang mungkin berada pada tataran yang tidak jauh dari kemampuan Raden Mas Rangsang, aku kira sangat sulit bagi mereka mengambil tindak penyelamatan. Sama sekali tidak bermaksud meremehkan, tapi kecepatan mereka yang bertarung sudah jauh berada di atas kebanyakan dari kita.”
Murid utama perguruan Orang Bercambuk itu tidak segera menanggapi. Ia sedang mengumpulkan segenap keterangan mengenai Ki Sanden Merti yang terpahat pada dinding ingatannya. Kemudian katanya, “Baiklah, saya dapat menerima usul Ki Sanden Merti. Namun, agar kita benar-benar dapat memastikan keselamatan Kinasih, saya ingin Ki Sanden Merti berkenan menggantikan salah satu dari orang yang saya tunjuk.”
Ki Sanden Merti mengerutkan kening. Baginya, permintaan Agung Sedayu seharusnya dibicarakan dulu dengan Pangeran Selarong sebagai kepala keamanan raja dalam perjalanan menuju Alas Krapyak. Demi mengetahui maksud Agung Sedayu, Ki Sanden Merti berkata, “Kemampuan saya tidak lebih baik dari mereka berdua, Ki Rangga. Saya juga bukan orang yang tidak terkalahkan di kotaraja. Ki Rangga bahkan jauh lebih pantas menyandang anggapan itu.”
“Saya tidak ingin membicarakan tata kanuragan orang per orang, apalagi ilmu Ki Sanden Merti. Sesuatu yang baik sedang kita rembugan di sini,” kata Agung Sedayu.
Raut muka Ki Sanden Merti mendadak berubah. “Lalu apa tujuan Agung Sedayu?” tanya Ki Sanden Merti pada hatinya. Tanpa memperdengarkan nada keberatan, orang ini kemudian berkata, “Perpindahan tugas ini, bukankah harus sepengetahuan Pangeran Selarong?”
“Aku mengerti tapi tidak boleh ada kecurigaaan serta waktu pengambilan keputusan yang cukup lama, sedangkan bahaya sedang mengintai salah satu dari kita.”
Dada Ki Sanden Merti perlahan-lahan bergemuruh dengan suara gelisah. Seperti ia tetap ingin berada di dekat Panembahan Hanykrawati dengan pertimbangan tertentu. Meski demikian, ia dapat menerima pendapat Agung Sedayu untuk keselamatan semua orang. Perbedaan pendapat yang berakhir pada keputusan Agung Sedayu yang tidak terduga olehnya. Namun jika ia menolak perintah Agung Sedayu, meski berpangkat sama, Ki Sanden Merti tidak ingin menjadi orang yang disalahkan apabila terjadi sesuatu yang buruk pada Kinasih. Maka, dengan perasaan jengkel dan rasa terpaksa, ia mengarahkan kuda pada gelanggang perkelahian Kinasih.
Pada waktu itu, salah satu dari dua prajurit – yang berambut pendek – yang mendapat perintah Agung Sedayu menunjukkan ketidaksenangan pada Ki Sanden Merti yang dianggapnya memperlambat tugas penting. Ketika ia akan menyela pembicaraan dua senapati Mataram tersebut, kawannya segera menarik lengannya lalu memintanya menahan diri. Lalu ia berbisik ,”Pesan penting dari Pangeran Selarong yang disampaikan oleh Ki Rangga Agung Sedayu adalah perjalanan ini berjalan lancar tanpa gangguan. Beliau mengatakan agar kita tetap tenang meski terjadi prahara di tengah jalan. Maka, ini mungkin menjadi awal dari yang dimaksud Pangeran Selarong.”
“Baik, baik, aku mengerti,” tukas prajurit berambut pendek itu.
Lantas mereka bergerak mengikuti Ki Sanden Merti dari belakang pada jarak yang tidak terlalu dekat. Di luar pengetahuan mereka, beberapa orang sedang memandang dengan kening berkerut. Ketika sudah dapat dipastikan bahwa jarak antara dua pengawal dengan Ki Sanden Merti tidak berubah, mereka pun bergeser tempat. Tiga orang berjalan cepat menuju pohon asam yang berada di ujung persimpangan. Seorang yang lain dengan kain berwarna gelap berada pada bagian yang lebih jauh dari tempat tiga temannya. Sewaktu dua pengawal Mataram hampir mencapai persimpangan, tiba-tiba melesat tiga anak panah dari depan. Ki Sanden Merti tangkas melompat ringan setelah menangkap anak panah yang mengarah padanya. Meski tidak tepat pada bidikan, tapi dua orang yang berada di belakangnya tergores ujung anak panah pada bahu mereka. Seperti telah mengetahui kedudukan para pemanah, Ki Sanden Merti segera menerjang dengan kecepatan hebat. Namun, dua orang yang di belakangnya kemudian mendapat serangan mendadak dari orang berpakaian gelap.
“Kalian tahan orang itu, aku akan menangkap para pemanah!” seru Ki Sanden Merti yang dapat dianggap sebagai pemimpin kelompok sambil menghunus keris panjang miliknya.
Segeralah dua pengawal yang mendapatkan perintah langsung dari Agung Sedayu terlibat dalam perkelahian seru melawan salah satu pengikut Raden Atmandaru. Pundak yang terluka tidak menghalangi kesungguhan mereka menahan gempuran dahsyat orang berpakaian gelap.