Padepokan Witasem
Api di Bukit Menoreh, Agung Sedayu, Kiai Gringsing, cerita silat
Bab 4 Kiai Plered

Kiai Plered 13 – Pedukuhan Janti

Kemunculan Pandan Wangi di tempat yang menjadi awal serangan mendapat sambutan berupa lontaran panah dan tombak yang meluncur bertubi-tubi. Seketika ia melompat turun dari punggung kuda lalu memutar tubuh selagi melayang di udara! Tiba-tiba pedang kembarnya telah berada dalam genggaman dan Pandan Wangi mulai memutar sepasang pedang untuk menangkis serangan yang ditujukan padanya. Kemampuan putri tunggal Ki Gede Menoreh semakin masak seiring dengan usianya yang menanjak. Pandan Wangi berloncatan dengan tubuh yang terbungkus rapat oleh gulungan pedang kembarnya. Meski demikian, tidak ada satu pun dari pengeroyoknya yang menampakkan diri!

“Bukankah anak panah dan tombak mereka bukan tidak terbatas jumlahnya?” Pandan Wangi menguatkan hatinya dengan kesabaran atas pertanyaan yang dilepaskannya sendiri. Maka, dalam gerakannya yang sangat cepat itu, Pandan Wangi berusaha mengenali kedudukan para penyerangnya.

Diawali lengkingan panjang yang menyakitkan pendengaran, Pandan Wangi tiba-tiba berkelebat lalu lenyap dari pandang mata biasa! Ia menyeberangi sungai dengan cara luar biasa! Ia menerobos belukar yang berada sekitar tiga tombak di depannya.

Dentang senjata beradu pun kemudian mencuat dari arah Pandan Wangi berada. Ia menyerang delapan orang yang memegang busur! Sepertinya delapan pemanah itulah yang melontarkan serangan padanya ketika Pandan Wangi baru tiba di tepi sungai. Kemampuannya memainkan pedang dengan dasar ilmu yang diajarkan Ki Gede Menoreh, kemudian atas dukungan Swandaru dan petunjuk Agung Sedayu, Pandan Wangi telah meningkat pesat. Setiap kibas pedangnya selalu mampu mematahkan busur meski senjatanya tidak beradu. Angin yang ditimbulkan dari tenaga inti yang disalurkannya pada seluruh bagian pedangnya sudah cukup untuk mengacaukan barisan pengeroyoknya.

loading...

Sepasang pedang Pandan Wangi seolah mempunyai kehendak dan mata yang terpisah dari tuannya. Dua pedangnya berkelebat, memapas dan membongkar kepungan tanpa ampun. Hal itu dapat dimaklumi karena Pandan Wangi telah menahan diri sejak pengikut Rden Atmandaru membakar Tanah Perdikan tanpa sebab. Tetapi yang dihadapi Pandan Wangi adalah orang-orang yang terlatih dengan baik. Kemampuan mereka setingkat di atas prajurit Mataram. Bahkan, sepertinya Raden Atmandaru telah melatih mereka dengan suatu gelar yang dikhususkan untuk menghadapi orang-orang berkemampuan lebih. Pandan Wangi, dalam waktu itu, meski pedangnya telah menyebabkan mereka membuang busur tetapi belum ada seorang pun yang tergores oleh pedangnya.

Setiap orang yang terdesak mundur lalu menjadi kelemahan gelar, maka satu atau dua orang kawannya segera menutup celah dengan cepat. Bahkan mereka mampu membalas serangan dengan dahsyat.

Sesungguhnya Pandan Wangi cukup cermat membuat perhitungan. Ia dapat memperkirakan bahwa tidak semua pengeroyoknya berkemampuan setingkat. Namun bukan hal mudah bagi istri Swandaru untuk mengoyak barisan musuh, justru sebaliknya, semakin lama mereka makin merepotkan Pandan Wangi.

Sekonyong-konyong mencuat suitan yang membuat telinga menjadi pekak! Hampir serempak, pengeroyok Pandan Wangi tiba-tiba mengecilkan lingkaran sambil mengayunkan senjata. Tak pelak lagi Pandan Wangi terkurung oleh serangan yang datang dari delapan penjuru angin. Angin tebasan senjata terasa memerihkan kulit dan diiringi suara berdecit.

Tidak ada jalan bagi Pandan Wangi selain meningkatkan kecepatan. Bila mungkin, ia harus melampuai segenap kemampuannya untuk mengeluarkan setiap yang tersimpan padanya. Maka, tiba-tiba, tubuh Pandan Wangi seolah menghilang dari pandangan mata pengeroyoknya!

Pandan Wangi, dengan cara menakjubkan, dapat melepaskan diri dari bahaya yang hanya berjarak seujung kuku hitam dari lehernya.

Seruan terkejut dan umpatan segera meluncur deras dari bibir pengikut Raden Atmandaru. Belum reda kejutan itu, satu seruan mengingatkan mereka agar segera bersiap. Seorang dari mereka melihat kelebat kilat Pandan Wangi telah berada di luar lingkaran.

Pandan Wangi memburu orang terlemah dari pengeroyoknya!

Tiba-tiba lengkingan yang lebih nyaring dan bernada tinggi kembali memecah udara Pedukuhan Jagaprayan. Dan secara mendadak, dengan gerakan yang gesit dan cepat, pengeroyok Pandan Wangi meninggalkan gelanggang pertempuran. Mereka berkelebat seperti kilat lalu menghilang di balik pepohonan.

Pandan Wangi tidak mengejar mereka. Ia tetap bersiaga bila kemudian muncul serangan mendadak. Meski begitu, dua kaki Pandan Wangi tetap bergeser mendekati tepian sungai. Setelah menunggu beberapa saat, Pandan Wangi memutuskan untuk kembali ke pedukuhan induk. Dua potongan dahan dilemparkannya ke permukaan sungai, lalu seperti terbang Pandan Wangi menjejakkan kaki di atas potongan dahan dan dalam sekejap tiba di wilayah Pedukuhan Jagaprayan.

“Aneh. Apa yang sebenarnya menjadi siasat Raden Atmandaru? Tiba-tiba menyerang dan secepat itu  mereka menghilang,” Pandan Wangi berkata dengan dirinya sendiri.

Wedaran Terkait

Kiai Plered – 83 Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 9 – Pedukuhan Janti

kibanjarasman

Kiai Plered 88 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 87 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 86 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 85 – Randulanang

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.