“Hari ini telah diawali Blambangan dengan perlawanan yang luar biasa!” desis Pulung Pikatan.
Tinggallah Gagak Panji ditemani Semambung yang masih tampak di pantai. Gagak Panji berdiri di atas panggungan. Kehebatan Gagak Panji pada saat itu semakin menguatkan kepercayaan dan keyakinan para prajurit Blambangan. Betapa mereka melihat Gagak Panji mampu meruntuhkan bola-bola besi berasap yang deras meluncur padanya. Dua tangan Gagak Panji bergerak-gerak mengibaskan angin yang keluar dari tenaga inti. Laju bola-bola besi pun seperti membentur dinding yang tak tampak mata wadag lalu luruh, tenggelam ke dasar laut. Sementara Semambung dengan tenaga yang tidak wajar terus menerus melontarkan anak panah. Sebatas mata kaki ia berdiri di tepi laut dengan tiga gentong kayu yang mengapung didekatnya. Gentong kayu yang berisi ratusan anak panah itu seakan menjadi teman setia bagi Semambung dengan jemparing yang panjang. Anak panah yang dilontarkannya mampu menjangkau jarak hingga berlipat-lipat lebih jauh dari lontaran orang biasa. Maka tak heran prajurit Demak tiba-tiba terjun ke laut dengan dada tertancap anak panah.
“Banyak Kitri! Ki Tambak Langon! Sekarang!” perintah Gagak Panji. Mereka yang disebut namanya itu kemudian meloncat ke perahu, sementara prajurit dari pasukan khusus Blambangan berpegang erat pada dua perahu yang telah dinaiki oleh Banyak Kitri dan Ki Tambak Langon.
“Jangan sampai lepas!” demikian perintah dua senapati itu pada pasukan khusus yang telah menempel ketat di lambung kapal. Yang terjadi kemudian, dua orang pilihan itu memukul permukaan air di bagian bawah buritan. Satu pukulan yang menghasilkan tenaga pendorong yang luar biasa. Mereka berdua membawa perahu masing-masing melaju secepat ikan yang berenang menuju kapal Demak yang terdekat dengan mereka.
Inilah kehebatan pasukan khusus Blambangan.
Mereka mampu bertahan lama tanpa napas di dalam air. Tubuh mereka sejajar dengan badan perahu kecil namun panjangnya nyaris setengah pohon kepala bila dibaringkan. Dalam waktu itu, sesekali mereka mengangkat kepala untuk menghirup udara lalu kembali menempatkan tubuh sejajar dengan lambung kapal. Tidak terlihat keberadaan pasukan khusus apabila dilihat dari tempat agak jauh karena mereka semua berada di bawah permukaan air. Ki Tambak Langon dan Banyak Kitri lantas menghentak lantai perahu sebagai tanda bahwa mereka — dalam selontaran anak panah — akan menghantam badan kapal prajurit Demak.
Kelincahan Ki Tambak Langon dan Banyak Kitri dalam mengemudikan perahu panjang itu menambah nilai Gagak Panji di mata senopati Demak.
“Bila ada orang yang mampu menahan lontaran peluru besi di udara, salah satunya adalah Gagak Panji,” kata seorang senopati berpangkat tumenggung yang mengawasi jalannya peperangan dari atas geladak kapal yang akan menjadi sasaran Ki Tambak Langon.
“Dan jika itu adalah Gagak Panji, maka pergerakan dua perahu itu akan berada di tempat yang sulit dijangkau oleh senjata yang kita miliki, Ki Lembu Jali,” sahut perwira yang lain. Dan memang sebenarnyalah dua perahu panjang yang dikirimkan oleh Gagak Panji memang sulit dijadikan sebagai sasaran. Senopati Demak hanya mampu menatap liuk perahu yang demikian lincah bergerak dan kadang bersembunyi di balik gulungan ombak.
Ki Tambak Langon telah bersiap dengan sebuah alat yang mirip dengan kail yang bermata lima dengan ujung yang tajam. Tiba-tiba ia melontarkan alat yang aneh itu ke lambung kapal yang berdinding tebal. Lontaran yang dilambari tenaga inti itu mampu menembus lambung kapal yang tepat berada di permukaan air. Dengan kekuatan yang mencengangkan, Ki Tambak Langon menarik rantai kecil yang terikat pada senjatanya dan seketika kapal itu bergoyang mengikuti tarikan tangan Ki Tambak Langon. Semakin cepat laju perahu yang dikemudikan oleh Ki Tambak Langon ketika ia menggunakan rantai itu untuk menarik perahu menjadi semakin dekat. Secara mendadak kemudian sebuah sentakan sandal pancing yang sedemikian kuatnya telah mengubah kedudukan kapal. Kapal bertiang tiga itu bergeser arah dan setiap lontaran peluru besi pun menghantam kapal prajurit Demak yang lain. Tubuh Ki Tambak Langon melenting tinggi melampaui lambung kapal, sementara perahu panjangnya masih melaju deras dengan pasukan khusus yang masih menempel di bagian bawahnya.
Hampir bersamaan dengan kaki Ki Tambak Langon yang mendarat di geladak kapal ketika kekacauan di atas sedang terjadi. Para prajurit Demak sedang berusaha menjaga keseimbangan kapal yang mulai dimasuki air saat lambung kapal hancur oleh tarikan sandal pancing Ki Tambak Langon. Kekacauan itu benar-benar dimanfaatkan oleh Ki Tambak Langong dengan melabrak setiap lawan yang ia jumpai. Beberapa prajurit terlempar ke samudera, sementara pasukan khusus Blambangan merambat naik melalui lambung kapal dengan menggunakan belati yang mereka gunakan untuk memanjat. Kekacauan makin mengguncang seisi kapal tatkala pasukan khusus Blambangan telah berada di atas geladak kapal. Sekalipun mereka hanya berjumlah kurang dari sepuluh orang, tetapi kemampuan mereka setara dengan lima puluh prajurit biasa.