Gagak Panji rupanya melihat peristiwa tenggelamnya kapal Wadas Palungan. Namun ia masih sibuk menghalau peluru-peluru yang bagaikan hujan datang memenuhi hamparan pasir di pantai.
“Semambung!” seru Gagak Panji.
“Hamba, Pangeran!” sahut Semambung kemudian berlari cepat menghampiri Gagak Panji.
“Angkatan perang Demak semakin dekat dengan pantai,” kata Gagak Panji. ”Beritahukan keadaan ini pada Mpu Badandan untuk segera menggerakkan dua sisi yang kita miliki.”
Semambung berlari menuju barak prajurit menemui Mpu Badandan. Setelah menerima pesan dari Gagak Panji, Mpu Badandan mengulurkan dua buah bendera berwarna jingga dengan lukisan kepala harimau. Katanya, ”Sebenarnya aku tidak ingin menyambut mereka di atas laut, tetapi Gagak Panji sepertinya menginginkan pertemuan itu. Baiklah, berikan ini pada Ra Kayumas dan tunggu perintah darinya.” Semambung menerima dua bendera kemudian berlari sangat cepat menuju sisi lain dari pantai yang banyak ditumbuhi pohon kelapa dan rumpun belukar. Semambung menunaikan perintah Mpu Badandan dengan sangat baik. Sejurus kemudian, Ra Kayumas yang menerima bendera jingga pun memberi tanda bagi pasukannya agar keluar menyongsong angkatan perang Demak.
“Kita akan menemui mereka di atas laut,” seru Ra Kayumas. ”Kita akan pukul mereka mundur sejauh mereka mampu berlari.” Seruan Ra Kayumas disambut dengan gempita oleh para pemimpin kelompok. Maka tak lama kemudian, tiba-tiba angkatan laut Blambangan keluar dari balik selat kecil yang tersembunyi.
“Perintahkan pasukan kita untuk membagi diri!” perintah Raden Trenggana ketika sudut matanya menangkap pergerakan kapal-kapal perang Blambangan yan gberukuran kecil. Genderang perang dan tiup terompet membahana membawa irama yang berbeda dari sebelumnya. Gelar yang mirip Supit Urang itu lantas berubah menjadi gelar yang lain. “Cakrabyuha,” desis Raden Trenggana tatkala melihat perubahan gelar pasukannya. Angkatan perang Demak membelah diri menjadi dua lalu tiap bagian itu berlayar memutar saling menyambung hingga berbentuk seperti lingkaran, dan hebatnya, mereka tetap bergerak maju.
Dentum bedil besar angkatan perang Demak kembali menggelegar menyambut iring-iringan kapal Blambangan. Ra Kayumas berada di dalam kapal paling depan. Ia memberi perintah-perintah pada juru mudi yang begitu lincah mengemudikan kapal. Ra Kayumas membawa rombongan kapal yang dipimpinnya untuk membentur Demak yang membuka gelar Cakrabyuha. Dengan perhitungan yang matang dan penuh keberanian, Ra Kayumas memimpin barisannya bertempur dalam jarak dekat.
Suara menggelegar bersahut-sahutan memenuhi ruang udara di atas perairan utara. Asap mengepul dari beberapa kapal yang terbidik oleh lontaran besi tersundut. Kapal Ra Kayumas berhasil memotong lingkar gelar angkatan perang Demak. Riuh sorak pasukan Blambangan kala kapal mereka berhasil menempel pada kapal milik Demak. Para prajurit Blambangan berloncatan pindah ke atas geladak kapal Demak.
“Menyerahlah kalian!”
“Siapa engkau?”
“Aku Ra Kayumas! Senopati berpangkat tumenggung,” jawab Ra Kayumas, ”kami tidak pernah menganggap kalian sebagai musuh yang pantas untuk dibunuh.”
“Tetapi kami mendatangi tempat ini untuk menghukum kalian atas pembangkangan pemimpin kalian!”
“Dengan begitu, aku menganggap kalian menolak untuk menyerah.” Perintah untuk menyerang lantas diserukan oleh Ra Kayumas.
“Kau memang gila, Ki Tumenggung! Kau perintahkan kami untuk menyerah sementara kau tahu bahwa kami adalah prajurit Demak datang untuk menaklukkan Blambangan!”
Sementara itu perkelahian Ki Tambak Langon dengan Lembu Jali berlangsung sangat cepat dan meningkat hebat. Ki Tambak Langon sekilas melirik matahari telah melewati garis tengah yang memotong langit, ia menetapkan hati untuk mengerahkan bagian pamungkas dari ilmu yang dimiliknya. Tiba-tiba Ki Tambak Langon berloncatan seperti katak. Setiap kali ia mendarat, ia selalu memukul geladak kapal. Dan yang terjadi kemudian adalah kapal besar itu menjadi terguncang seolah diayun-ayun oleh gelombang besar. Lembu Jali merasa heran dan terkejut dengan kekuatan yang tersimpan dalam diri Ki Tambak Langon.
Perintah untuk menggulung layar pun ia serukan, dan kepada juru mudi, ia perintahkan agar dapat mengendalikan keseimbangan kapal selama mungkin. Tetapi Ki Tambak Langon semakin cepat dan kuat memukul lantai kapal. Sekali waktu bagian depan kapal terangkat tinggi hingga membuat beberapa orang terlempar ke atas permukaan laut, termasuk pasukan khusus Blambangan. Kapal terguncang hebat ke kanan dan ke kiri. Getar pukulan Balung Kungkum sangat terasa hingga ke sumsum setiap orang yang berada di dalam kapal.
Air bergelombang semakin hebat dan tiba-tiba Ki Tambak Langon dengan pengerahan puncak ilmu Balung Kungkum berhenti bergerak. Sementara kapal masih berguncang hebat bahkan terasa seperti melayang sebelum terbanting di atas permukaan laut. Lembu Jali tak lagi mampu menghadang tandang Ki Tambak Langon. Ia telah terguling roboh ketika menghadang gerak lawannya. Dalam gelisah yang hebat menyaksikan keadaan kapalnya, Lembu Jali tak lagi membuat perhitungan secara masak. Kedudukannya yang masih belum pulih akibat guncangan hebat dari ilmu Balung Kungkum menjadikannya sulit menilai perkembangan.