Alas Kata
Alhamdulillah. Segala puji bagi Dzat Yang Menguasai Ruh. Saya, mewakili penulis, mengucap syukur atas selesainya novel Penaklukan Panarukan.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada kekasih-Nya dan kekasih kita semua, Nabi Muhammad saw sampai akhir zaman.
Kepada pencinta cerita silat berbumbu sejarah, khususnya silat Jawa, terbitnya buku Penaklukan Panarukan mampu menimbulkan kebahagiaan yang besar. In syaa Allah. Buku ini melengkapi buku sejenis yang mengambil lokasi Jawa Timur.
Awal ceritera dibuka dengan intrik dalam kerajaan Islam pertama di Jawa setelah ditinggal Raden Patah. Tokoh-tokoh sejarah seperti Raden Trenggana/Tranggono/Trenggono, Arya Penangsang, Sultan Hadiwidjaja mengikat cerita ini menjadi sebuah epos sejarah. Sebuah cara mempelajari sejarah dengan santai dan hati senang. Ini menjadi salah satu poin yang menarik karena pembaca secara tidak langsung merasa sudah mengenal tokoh-tokoh tersebut, bahkan “menjadi” tokoh-tokoh yang digambarkan dalam karya tersebut.
Poin menarik lainnya adalah sosok Jaka Wening yaitu Pangeran Benawa kecil. Pada bagian ini, digambarkan latar belakang alasan yang dapat dijangkau nalar alasan beliau begitu rendah hati dan ikhlas menyerahkan hak kepada orang lain, Danang Sutawijaya.
Bab 1 sampai dengan bab 8 menceriterakan sepak terjang kelompok penentang Raden Trenggana yang berusaha mendudukkan Arya Penangsang di atas tahta Demak karena menganggap Arya Penangsang sebagai penerus sah tahta. Segala cara mereka jalankan termasuk menculik Pangeran Benawa kecil dalam upaya menahan ayahnya yaitu Adipati Hadiwijaya supaya tidak mewakili Raden Trenggana selama raja Demak itu melakukan penyerangan ke Panarukan. Dengan demikian maka pengambilalihan tahta Demak dapat berjalan dengan mulus, menurut mereka.
Bab 9 dan 10 menceriterakan perang laut. Sebuah keadaan yang digambarkan begitu dahsyat. Dilukiskan bahwa kekuatan Blambangan yang terletak pada keahlian personil para senopatinya hampir tak tertandingi oleh Demak.
Pada bab-bab terakhir tersebut, pertempuran laut digambarkan dengan sangat menarik. Saya belum pernah membaca penggambaran perang laut yang demikian indah. Two tumbs up, Ki.
Saya juga baru tahu bahwa dalam usahanya menguasai Blambangan, Demak sampai terlibat dalam pertempuran di atas laut. Penggambaran perang tersebut belum pernah diangkat dalam ceritera sejenis oleh pengarang lain. Begitu apiknya pengarang berceritera, sampai saya merelakan saja bahwa beberapa jilid telah berlalu dan tokoh Jaka Wening yang telah mencuri hati saya, tidak kunjung dihadirkan.
Banyak pelajaran hidup yang dapat ditimba sepanjang ceritera Penaklukan Panarukan ini. Tentang Ki Kebo Kenanga mendidik cucunya, Jaka Wening, sehingga terbentuk pribadi seorang Pangeran Benawa yang tidak serakah dan tidak mencintai dunia secara berlebihan, perlu dipelajari untuk diterapkan dalam dunia pendidikan kita agar kita dapat menjadi bangsa yang berkarakter mulia. Pelajaran berikutnya adalah bahwa penjegalan Raden Kikin dari tahta secara kejam, menghasilkan kekusutan antar saudara dan pada akhirnya meredupkan cahaya di atas keraton Demak. Wahyu keprabonnya “melarikan diri” ke Pajang. Kegagalan Demak untuk menyamai kebesaran Majapahit, saya rasa berasal dari situ. Di sepanjang masa selalu terbukti bahwa keadilan akan selalu menghadang jalan kita kalau dalam usaha menggapai dunia, kita melalaikannya dan bertindak zalim menuruti ego sendiri.
Kehebatan Blambangan dalam menghadang serangan Demak memberi peringatan bahwa di atas langit masih ada langit lagi. Tidak berhasilnya misi Demak walaupun dipimpin langsung oleh rajanya sendiri yang konon kabarnya mempunyai kesaktian yang sulit ditandingi itu, menunjukkan bahwa kebulatan tekad para pahlawan Blambangan dalam mempertahankan tanah airnya mampu mengatasinya. Semboyan mereka, Sadhumuk bathuk sanyari bhumi ditohi pati. benar-benar memberi bukti bahwa mempertahankan kedaulatan negara adalah perbuatan yang diridhoi Allah.
Saya menyarankan dengan sangat, supaya buku Penaklukan Panarukan ini dibaca oleh semua penggemar ceritera silat, terutama bagian terakhirnya yaitu Perang Panarukan dan Lamun Parastra ing Pungkasan.
Highly recommended!
Silahkan menikmati.
Ir. Laksmi Datau Marijanto, MT
Pemerhati Sastra Indonesia