Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 16

Sukra menatap wajah Lamija sesaat seperti meminta sebuah persetujuan, lalu Lamija membalas pandnagan itu dengan wajah seolah menyerahkan sepenuhnya pada pengawal Menoreh itu.

Pandan Wangi mendapatkan kesan bahwa Pangeran Purbaya sedang mempersiapkan rencana. Bahkan, pada waktu itu, Pandan Wangi dengan liar menduga Agung Sedayu telah membuka hubungan dengan Pangeran Purbaya. Namun, bukankah Sukra baru saja mengabarkan bahwa Ki Rangga dalam keadaan terluka?

“Nyi Wangi, Pangeran Purbaya meminta Nyai untuk melihat ulang tentang benturan-benturan yang mungkin terjadi dalam waktu belakangan ini.”

“Aku mendengarkan.”

loading...

““Kami tidak dapat dan juga tidak dibolehkan mendengar jawaban Nyi Pandan Wangi, tetapi Pangeran Purbaya berpesan agar Nyai dapat membuat perhitungan melalui kemungkinan yang lain. Maksud Pangeran adalah Nyi Pandan Wangi mulai menggerakkan para pengawal untuk membuat kekacauan di pedukuhan ini.”

“Apakah maksud Pangeran adalah aku harus mengawali sebuah perkelahian dalam jumlah banyak atau sebuah perang kecil?”

“Kami tidak dapat memberi saran untuk itu. Nyi, kami tidak ingin melampaui wewenang yang diberikan oleh Pangeran Purbaya,” kata Lamija dengan nada lirih.

“Baiklah, aku dapat memikirkan caranya,” ucap Pandan Wangi sambil menarik napas dalam-dalam. Kedatangan Sukra dan Lamija dengan banyak pesan dari Pangeran Purbaya membuatnya dapat berbesar hati, ditambah petunjuk-petunjuk yang digambarkan Agung Sedayu di atas gulugan rontal yang dibawa oleh Kinasih, maka Pandan Wangi dapat menepis rasa gentar lalu membenamkannya lebih dalam lagi. Ia memang harus berbuat sesuatu dengan tujuan memberi peringatan dua arah ; pada lawan, Pandan Wangi harus menyatakan bahwa Gondang Wates tidak dalam keadaan lemah. Pada kawan, Pandan Wangi wajib memacu para pengawal hingga mencapai daya tahan jiwani tertinggi sehingga mereka benar-benar siap menjalankan rencana Pangeran Purbaya.

Kepercayaan dan keyakinan pengawal menjadi hal penting dan akan diutamakan oleh Pandan Wangi. Sebenarnya ia mengetahui bahwa dalam setiap benturan dengan laskar lawan, maka selalu ada pengawal yang memudar kepercayaannya pada pertahanan pedukuhan. Ini tidak bisa diabaikan! tekad Pandan Wangi. Sejumlah orang-orang sakti memang hadir dan sering dengan sengaja memamerkan kepandaian mereka di banyak tempat di pedukuhan. Sementara nama Agung Sedayu, Swandaru dan orang-orang penting lainnya masih menjadi angan-angan di dalam benak para pengawal. Apakah Ki Rangga dan Ki Swandaru akan berada di tengah-tengah mereka? Pertanyaan itu sulit dijawab oleh Pandan Wangi serta bebahu pedukuhan. Lantas jawaban dan harapan kosong menjadi wajar ketika rasa tidak percaya diri mulai datang mencengkam pedukuhan setiap malam.

“Sebenarnya saya ingin sekali melihat kemampuan mereka dalam waktu dekat,” kata Sukra dengan nada gemas. “Apakah mereka memang sehebat yang saya bayangkan atau ini hanya perang untuk menguji keadaan jiwani? Tak sabar.” Kepal tangan Sukra mengeras mencengkeram tepi meja.

“Meski aku tidak begitu yakin, namun sikapmu akan menjadi pintu yang membuka kekalahan di setiap tempat dan waktu pertempuran yang engkau jalani,” ucap Pandan Wangi mengingatkan.

Sukra lantas membenamkan wajah. Seketika ia sadar bahwa segala yang terkait dengan pertempuran akan musnah jika tidak didampingi pengendapan jiwani. “Mohon maaf, Nyi.”

Pandan Wangi mengangkat tangan, katanya, “Tidak perlu kita perpanjang karena memang tidak ada guna ada alasan karena kita semua berada di bawah tekanan hebat.” Ia menarik napas panjang kemudian melanjutkan ucapannya, “Pertengkaran di antara kita adalah penghabisan tenaga dan waktu secara sia-sia. Ini menjadi penting agar kalian tahu bahwa pertengkaran atau perbedaan gagasan selalu terjadi dalam banyak kesempatan. Gondang Wates dan Sangkal Putung sedang berada di bawah ancaman, kita semua mengerti itu, tetapi kita tidak boleh terburu-buru mengambil jalan penyelesaian. Ada beberapa naehat serta pesan, dan ada orang yang akan bekerja sama.”

Wajah Lamija terangkat tiba-tiba setelah mendengar ucapan terakhir Pandan Wangi. Kemudian katanya, “Saya teringat seseorang.”

Pandan Wangi menatapnya dengan alis bertaut.

“Glagah Putih,” kata Lamija dan Sukra bersamaan.

“Glagah Putih? Ia ada di di sini?”

“Benar, Nyi,” kata Lamija dan Sukra lagi-lagi secara bersamaan.

Ini berita yang mengejutkan sekaligus melegakan Pandan Wangi. Satu-satunya perbedaan besar adalah kemampuan pribadi pengawal yang tidak menonjol. Kesenjangan terlalu lebar bila dibandingkan dengan para pemimpin satuan-satuan perang yang terhimpun dalam pasukan Raden Atmandaru. Ini menjadi satu sebab lain yang menggelisahkan Pandan Wangi selama keberadaannya di Gondang Wates. Kata Pandan Wangi kemudian, “Kita akan mendapatkan angin dan udara baru. Meski masih terlihat sulit, tetapi Glagah Putih akan dapat membuat perbedaan. Secara umum, pengawal pedukuhan tidak akan menjadi pasukan udan angin yang terhempas tanpa arah.”

Atas perintah Pandan Wangi, pertemuan dibubarkan setelah sejumlah pesan Pangeran Purbaya tergenapi. Sukra dan Lamija meminta izin untuk turut serta dalam penjagaan, namun Pandan Wangi membatasi ruang gerak mereka. “Kalian tidak boleh jauh meninggalkan gardu perondan di sebelah barat regol rumah ini,” ucap Pandan Wangi. “Bila hari masih terang, kalian berdua hanya diizinkan berjalan di lorong-lorong sekeliling rumah bekel pedukuhan.

“Kami akan mematuhi, Nyi,” tegas Sukra.

Demikianlah hari-hari berlalu di pedukuhan seperti waktu yang telah berlalu sebelumnya. Sepanjang hari sambil menanti kehadiran Pangeran Purbaya di Gondang Wates, Sukra berusaha membuat perkiraan mengenai jalan-jalan masuk yang akan digunakan lawan bila pertempuran terbuka terjadi di dalam pedukuhan. Berbekal selembar pengetahuan yang diperolehnya dari Prastawa ketika menjalani pendadaran sebagai pengawal Tanah Perdikan, Sukra memandang penuh perhatian pada sebuah lorong yang –menurutnya- berbeda dengan jalan-jalan kecil lain yang menghubungkan bagian-bagian dalam pedukuhan. Ia mengamati suasana orang yang berlalu lalang dengan berbagai piranti yang ada pada mereka. Mungkin akan ada sesuatu yang khusus dan patut menjadi awal kecurigaan, demikian pikir Sukra.

Kemudian pada hari yang direncanakan…

“Apakah engkau juga menduga demikian?” Pangeran Purbaya bertanya pada Sukra pada pertemuan yang memang direncakan digelar pada hari ketiga di rumah bekel pedukuhan.

“Seperti itulah yang saya peroleh selama dua hari ketika saya mengambil tempat pengawasan di sisi utara rumah ini,” jawab Sukra.

Pandan Wangi memandang wajah Sukra lekat-lekat. “Apakah engkau tidak mencoba untuk bergeser tempat?”

“Saya tidak berpikir hingga ke sana, Nyi. Saya kira sudah cukup dengan mengawasi satu jalan yang aneh, menurut saya,” jawab Sukra kemudian. Lalu ia menerangkan bahwa hampir tidak ada lelaki yang memperlihatkan atau menenteng senjata tajam meski itu berguna di pategalan. “Tentu saja saya heran, bagaimana mungkin seorang lelaki yang menunjuk arah pategalan atau kebun tetapi tidak ada alat pemotong padanya?“ Sukra mencoba mengingat dengan menggunakan jari-jarinya untuk menghitung, kemudian lanjutnya, “Saya tidak ingat sudah berapa kali melihat sebagian lelaki bertegur sapa, berhenti dan mungkin berbincang sebentar sambil menunjuk-nunjuk arah pategalan, hutan dan bagian luar pedukuhan.”

Sesaat kemudian, Pangeran Purbaya berpaling pada Lamija, katanya, “Lamija, apakah engkau dapat mengingat keterangan Sukra?”

“Saya, Pangeran.”

Pangeran Purbaya lantas mengubah susunan dan tugas pengawal. Lamija ditempatkan di sisi utara untuk menggantikan Sukra, sedangkan Sukra sendiri mendapatkan tugas yang cukup berbahaya : penyamaran hingga daerah yang ditengarai menjadi pusat kekuatan lawan!

“Patuh, Pangeran,” tegas Sukra.

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 99 – Panembahan Hanykrawati : Bahaya di Celah Sempit

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 98 – Pengawal Panembahan Hanykrawati: Pertemuan Puncak dan Ancaman Musuh

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 97 – Panembahan Hanykrawati Berjalan Menuju Bahaya : Agung Sedayu dan Pangeran Selarong Bersiaga Meski Gelap Gulita

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 96 – Singa Betina yang Bernama Kinasih

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 95 – Kegagahan Lurah Mataram

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 94 – Tantangan Muncul saat Pengejaran Raden Mas Rangsang

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.