Padepokan Witasem
arya penangsang, pangeran benawa, silat pajang, demak
Bab 10 Lamun Parastra Ing Pungkasan

Lamun Parastra Ing Pungkasan 20

Pada saat itu, Ki Tumenggung Wadas Palungan yang menjadi wakil panglima tinggi Demak menatap cemas pada arah perang tanding yang tiba-tiba tidak berbekas. Berulang-ulang ia mengusap kening, memandang gelisah pada serpihan-serpihan kayu yang mengapung di atas permukaan laut. Pikirnya, berapa banyak prajurit Demak yang terlempar ke laut? Suasana malam yang tidak begitu terang membuatnya sulit melakukan pertolongan. Ombak masih bergulung-gulung begitu liar, maka sangat riskan baginya untuk membuat langkah-langkah awal pertolongan untuk awak kapal Demak yang berada di permukaan laut. Namun, ia juga merasa yakin bahwa pihak Blambangan pun pasti mengalami hal yang sama dengannya. “Di mana keberadaan Raden Trenggana saat ini?” tanya cemas Ki Wadas Palungan pada dirinya sendiri. Ia dapat membayangkan tingkat kesulitan yang akan terjadi bila kemudian salah satu dari dua orang, yang sedang berperang tanding itu, tiba-tiba muncul dengan kekuatan ilmu yang sangat hebat. Ki Tumenggung Wadas Palungan mendadak merasa lemah dengan segala perkembangan yang tergelar di perairan Panarukan. Kemampuan Raden Trenggana membuatnya begitu kecil sebagai seorang tumenggung yang disegani kalangan prajurit Demak. Dan juga ia tidak mampu berangan-angan terlampau jauh jika seandainya harus berhadapan melawan Gagak Panji.

Memang Gagak Panji tidak akan mampu berdiri tegak menantang Raden Trenggana apabila tidak ada orang-orang yang mumpuni di belakangnya. Namun, menurut penilaian Ki Tumenggung Wadas Palungan, meski Mpu Badandan dan Hyang Menak Gudra sangat cerdas menyusun siasat perang tetapi itu tidak akan berarti tanpa orang yang berkemampuan seperti Gagak Panji. Mereka mempunyai pilar-pilar kekuatan yang saling melengkapi. Panarukan ternyata benteng yang sangat kuat dan tangguh bagi Blambngan, batin Ki Wadas Palungan.

“Luar biasa,” ucap Mpu Badandan yang terkejut melihat perkembangan yang dicapai muridnya. Ini benar-benar cermin dari latihan yang sungguh hebat, batinnya memuji. Ia pantas untuk terpana karena sejauh pengetahuannya, Gagak Panji tidak memiliki guru selain dirinya. Sambil menebar pandangan serta membuat perkiraan tentang kedudukan Gagak Panji dan Raden Trenggana, Mpu Badandan mengenang masa ketika membekali Gagak Panji untuk terakhir kali sebelum lelaki muda itu mengayun langkah menuju Jipang Panolan. Mendadak, ketika teringat itu, bayangan wajah Arya Penangsang muncul dalam benak Mpu Badandan. “Meski aku berusaha melupakan Angger Penangsang, tetapi siapa dapat menguasai hati dan lintasan pikiran?” keluh guru Gagak Panji.

Ketika permukaan laut kembali tenang, paras Pangeran Tawang Balun seolah menyiratkan kecemasan yang mencengkeram kuat urat jantungnya. Ini begitu hebat dan luar biasa, pikirnya, karena pancaran tenaga Gagak Panji dan Raden Trenggana mendadak lenyap! Nyaris tidak ada jejak atau getar tenaga yang dapat ditelusurinya. Bila salah satu atau keduanya tiba-tiba berada di atas sebuah kapal, tentu akan terjadi kegaduhan. Namun sepanjang waktu semenjak badai mereda, kapal-kapal perang dua pihak itu sama-sama tenang dalam batasan masing-masing. Mustahil mereka saling menyembunyikan diri di balik  nyiur. “Itu terlalu jauh,” kata Pangeran Tawang Balun. Yang paling mungkin terjadi untuk saat ini adalah mereka berada di bawah permukaan laut. Menurut perkiraan Pangeran Tawang Balun, dengan kemampuan yang hampir sulit dinalar, bukan tidak mungkin apabila mereka sanggup bertahan di bawah air dalam waktu lama.

loading...

Sebelum gumpalan air itu meledak dengan sangat hebat, sebenarnya, Gagak Panji dan Raden Trenggana nyaris sama-sama menderita luka dalam yang parah bila tidak segera membongkar pertahanan masing-masing. Gagak Panji hampir tidak sanggup mengendalikan kekuatan inti Bumi Handaru yang tiba-tiba bergejolak liar di bagian bawah pusarnya. Pun demikian dengan Raden Trenggana yang ternyata juga menguasai ilmu Suwung Bawana – sama seperti Ki Getas Pendawa – tetapi mempunyai cara yang berbeda dalam pengetrapannya.

Mereka adalah pemberani yang penuh perhitungan. Masing-masing menyadari bahaya yang akan menimpa mereka bila tekanan jiwani dibiarkan melonjak liar dalam perasaan. Itu akan menjadi pemicu yang dapat membuat segalanya menjadi tidak terkendali. Bila perkelahian berlangsung tanpa kendali, itu sama saja dengan membiarkan kebodohan mengambil alih pertempuran lalu segalanya akan musnah percuma, demikian isi pikiran mereka. Maka, seketika, tanpa kesepakatan, mereka berdua pun melepaskan simpul-simpul yang sanggup mengikat unsur air. Yang terjadi kemudian adalah air laut di bawah kaki mereka seketika tersibak seolah ada benda bundar yang tidak terlihat mata dan menjadi pembatas, begitu luas dengan dasar laut yang benar-benar bersentuhan dengan udara. Batu karang dan timbunan pasir di dasar laut pun dapat dilihat dengan mata telanjang bila seseorang berada di tempat itu.

Ketika simpul-simpul kekuatan yang mengikat air mulai terurai, maka gumpalan air segera meledak sangat dahsyat! Kubangan kering yang mendadak ada pun kembali dibanjiri air yang kemudian saling berbenturan hingga menghasilkan gelombang sedemikian hebat. Tak lama setelah itu, barisan kapal perang Demak dan Blambang pun mengamai kekcauan yang luar biasa! Sebagian senapati bahkan mengakui bahwa mereka belum pernah menerima guncangan sehebat itu sebelumnya!

Wedaran Terkait

Lamun Parastra Ing Pungkasan 9

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 8

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 7

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 6

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 5

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.