Sekejap kemudian, Glagah Putih nyaris kehilangan darah ketika batang tombak yang lain datang memburunya, menusuk pangkal leher dengan kecepatan tidak terkira. Galgah Putih tidak mempunyai kesempatan untuk menangkis karena masih bertangan kosong. Maka, ia harus mengelak dengan membuang diri ke belakang, lalu sigap melompat bangun kemudian mengambil jarak yang cukup dari lawannya.
Pada jarak yang membentang agak lumayan, Glagah Putih sadar bahwa kedudukannya tidak memberi keuntungan. Ia agak jauh dari barisan pasukan yang dipimpinnya. Seharusnya ia bertarung dari jarak yang dapat membuatnya tetap dekat dengan Ki Demang Brumbung. “Aku melakukan kesalahan,” desis Glagah Putih pada dirinya sendiri. Terpisah jauh dari kelompok akan membuka peluang bagi lawan jika mereka cermat membaca kelemahan. Tidak ada satu orang pun yang berada di bawah Pangeran Purbaya yang berani gegabah meremehkan kemampuan tempur lawan. Maka dari itu, sebelum Ki Sor Dondong menyadari kekeliruannya, Glagah Putih bertekad tidak akan memberikan peluang pada musuhnya. Sedikit saja ada pengulangan kesalahan, maka hampir dapat dipastikan pasukan Ki Sor Dondong akan menyerbu dengan hantaman yang dapat meruntuhkan pertahanan pengawal kademangan.
Sikap tubuh Glagah Putih nyaris sempurna ketika meloloskan ikat pinggang. Sekejap kemudian, senjata Glagah Putih menyambar Ki Sor Dondong dengan sabetan yang tak kalah tajam dari pedang.
Perubahan tata gerak Glagah Putih membuat musuhnya menjadi berhati-hati. Ki Sor Dondong, meski sudah mempunyai dugaan, tetap melihat bahwa Glagah Putih bukan lawan yang mudah dikalahkan, bahkan jauh lebih sulit untuk dibunuh. Ikat pinggang Glagah Putih berputar-putar, menggetarkan udara dan menyuarakan gaung yang menggetarkan gendang telinga. Sekali-kali, ujung ikat pinggang meledak ketika berbenturan dengan senjata Ki Sor Dondong.
Yang menjadi lawan Glagah Putih adalah orang yang memiliki pembawaan tenang. Selain itu, Ki Sor Dondong adalah petarung yang berpengalaman mengarungi dunia keprajuritan karena hubungannya yang sangat luas. Dengan latar belakang seperti itu, Ki Sor Dondong terlihat mudah mengatasi tekanan Glagah Putih yang kadang-kadang menggunakan unsur olah kanuragan yang dipelajarinya dari barak prajurit Mataram. Ini menjadi kelebihan khusus Ki Sor Dondong yang sanggup memaksa Glagah Putih beralih pada jalur ilmu yang dimatangkan oleh Ki Jayaraga.
Perkelahian mereka meningkat sengit serta berlangsung sangat cepat. Sepasang kaki mereka berayun dan bergerak lincah. Tubuh mereka berloncatan, saling menyambar, berpapasan lalu saling mematuk seperti dua ekor rajawali yang berebut mangsa di udara. Senjata mereka saling menebas dengan ayunan yang sangat deras.
Pandangan Ki Sor Dondong tidak mudah silau melihat kemampuan lawannya yang terampil menggunakan senjata lunak seperti ikat pinggang. Ia menduga bahwa kemampuan itu pasti diserap dari Perguruan Orang Bercambuk karena memang seperti itulah yang diketahui banyak orang – bahwa anak-anak muda sekitar Jati Anom dikenal lincah dengan permainan cambuk. “Memang setingkat atau mungkin beberapa lapis lagi di atas dari beberapa orang yang aku kenal,” kata Ki Sor Dondong pada dirinya. Dalam perkelahian itu, Ki Sor Dondong hampir tidak mempunyai jeda untuk menarik napas karena Glagah Putih memburunya dengan serangan bertubi-tubi. Tetapi Ki Sor Dondong pun tak henti menjajal kemampuannya dengan berpindah-pindah ragam gerak yang dikuasainya dengan sangat baik. Sehingga dengan cara demikian, Ki Sor Dondong selalu dapat melepaskan diri dari belit serangan Glagah Putih.
Baca di sini : Arya Penangsang masih sibuk berkutat dengan perasaannya sendiri.
Hanya saja, Glagah Putih mampu menjaga arus serangan sehingga prahara tetap datang beruntun, menghantam tebing karang. Sementara senjatanya yang berupa ikat pinggang pun kadang-kadang berubah sekeras pedang, walaupun dapat beralih menjadi benda lentur dalam waktu sangat singkat. Demikianlah ketika sepasang lengan dan kaki Glagah Putih berayun serta berputar, maka bentuk serangan Glagah Putih terlihat seperti pusaran air pada permukaan sungai yang beriak tajam.
Pada perkelahian yang perlahan-lahan dipenuhi dengan tata gerak yang rumit, Ki Sor Dondong tidak ragu-ragu mengerahkan segenap kepandaiannya. Sekali waktu, Ki Sor Dondong tidak mengelak. Ia tidak gentar membenturkan tenaga karena kepercayaan dirinya cukup mapan dalam pertarungan itu. Tanpa memandang rendah kemampuan lawannya yang berusia lebih muda, Ki Sor Dondong seakan-akan belum beranjak dari kedudukannya yang lebih banyak bertahan. Dan Glagah Putih, entah sadar atau tidak, kian deras menghujani lawannya dengan serangan-serangan yang lebih hebat daripada keseluruhan pertempuran di Karang Dawa. Betul, tandang Glagah Putih seperti menjadi jalan untuk mengungkap kemarahannya pada orang-orang yang mengoyak Mataram dari dalam. Meski begitu, Glagah Putih masih dapat mengendalikan nalar sehingga tidak bertarung seperti orang kerasukan setan.
Ki Sor Dondong yang kokoh bertahan dan Glagah Putih yang tajam menyerang akhirnya berjumpa pada keadaan puncak! Benturan kekuatan tidak dapat dihindarkan lagi dan semakin kerap terjadi. Dalam waktu itu, walau sama-sama tersentak karena kekuatan yang dimiliki masing-masing lawan, tetapi mereka masih dapat menjaga ketenangan. Sambaran angin yang meluncur dari sepak terjang mereka berdua benar-benar mengguncang pertempuran di Karang Dawa. Senjata mereka terus beradu, berdentang nyaring dengan getaran yang sanggup menggerakkan udara sehingga terasa seperti sedang terjadi badai pada lingkar perkelahian mereka.
Seolah tidak peduli lagi dengan keadaan yang dialami pasukannya, Ki Sor Dondong berkelahi dengan ketenangan yang nyaris sempurna. Tata geraknya masih terukur. Usianya yang menyusuri senja seperti tidak menjadi penghalang dalam mengimbangi kegesitan Glagah Putih yang luar biasa. Bahkan, Ki Sor Dondong sedang mempersiapkan diri untuk perkelahian yang lebih dahsyat lagi. Ia sudah memantapkan diri untuk keluar dari keharusan utama menjalankan perintah Raden Atmandaru, bahwa Gondang Wates harus dapat direbut sebelum malam tiba. Ki Sor Dondong mengabaikan itu demi pertarungan yang dianggapnya dapat mempengaruhi perang secara keseluruhan. Ia sedang menggeser pertempuran menuju tujuan Raden Atmandaru yang lain.