Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 92

Sungguh, keadaan itu bukanlah suatu perkara membuat mereka mudah menempati kedudukan yang menguntungkan secara jiwani. Sebagian dari pengikut Raden Atmandaru dirundung gelisah tanpa sebab, walau sejumlah orang tetap berdiri dengan teguh.  Kemampuan maupun siasat yang dimiliki Raden Atmandaru serta orang-orang terdekatnya sangat meyakinkan para pengikut, namun apalah arti kekuatan jika sebagian orang berjuang dengan cemas? Suasana batin seperti itu bukan tidak diketahui oleh Raden Atmandaru, namun tidak banyak yang dapat dilakukannya karena waktu nyaris tidak menyisakan tempat tersisa baginya.

Sepintas di permukaan, ibukota Mataram tampak tenang. Bayangan semakin mendekati pusat benda ketika matahari beranjak semakin tinggi. Orang-orang yang berlalu lalang pun menghentikan langkah dan kegiatan ketika iring-iringan Panembahan Hanykrawati bergerak di depan mereka.

Sementara pada lorong-lorong yang sempit telah terjadi bentrokan sengit yang berlangsung senyap. Para pengintai yang diterjunkan dan dipimpin langsung oleh Raden Mas Rangsang mulai menyapu penyusup dari pihak lawan. Saling melontarkan anak panah, berbalas lesatan pisau-pisau kecil serta benda-benda rahasia yang bersudut tajam menjadi pertempuran tersendiri yang jauh dari pandangan orang kebanyakan.

Dalam waktu itu, seseorang tampak melepaskan diri dari pertempuran sengit lalu bergerak cepat seperti sedang mengejar buruan. Menurut perhitungannya, ia harus lebih dahulu tiba di sekitar Alas Krapyak sebelum Panembahan Hanykrawati beserta rombongan. Demikianlah kemudian ia bergerak menjauh dari sekitar alun-alun. Namun, pengamatan Raden Mas Rangsang menangkap pergerakannya kemudian tangkas mengikuti bayangan yang bergerak cepat, mengendap di antara dinding dan pagar tanaman. Meski berada di bawah penyamaran yang cukup baik, tetapi ia tidak dapat melepaskan diri dari pasukan pengintai Mataram yang bergerak seperti siluman.

loading...

“Ah,” desah Ki Sekar Tawang yang memisahkan diri dari Raden Atmandaru. Ia terkejut ketika seorang lelaki muda tiba-tiba berdiri menghadangnya.

“Aku tidak yakin bahwa engkau adalah seorang petani lugu, Ki Sanak,” ucap Raden Mas Rangsang.

Tetapi Ki Sekar Tawang tidak menjawab. Benaknya sibuk membuat dugaan mengenai jati diri anak muda yang menghadang pergerakannya. Bila putra mahkota Mataram langsung menerjunkan diri, bukankah itu kebodohan yang nyata? Namun, siapa gerangan anak muda yang memancarkan wibawa luar biasa dan keagungan yang tidak dapat ditutupi oleh kesederhanaan cara berpakaian? Sejujurnya, Ki Sekar Tawang tidak banyak mengenal rupa dari seluruh putra Panembahan Hanykrawati.

“Berapa banyak cadangan nyawa yang kau miliki?” tanya Raden Mas Rangsang. Meski sempat muncul keraguan mengenai orang yang berdiri di depannya, Raden Mas Rangsang segera menepisnya dengan pertanyaan, bagaimana bila orang itu adalah sosok penting dalam gerakan makar? Putra raja itu pun menguatkan hati dengan mengingat kecepatan gerak lelaki berumur itu ketika ia mulai mendesaknya agak menjauh dari rombongan pemimpin Mataram.

Ki Sekar Tawang tersenyum. Dalam pikirannya, ia berharap Raden Atmandaru sudah melampaui gerbang kota lalu menuju Gunung Kendil. Walau demikian, hatinya pun menjadi gelisah. Jika anak muda yang berada di depannya mempunyai kemampuan yang setingkat dengan Glagah Putih, maka itu akan menjadi pertanda buruk.

“Apakah masih belum cukup keturunan Panembahan Senapati menumpahkan darah?” Ki Sekar Tawang bertanya balik.

“Bila ada satu atau dua orang sepertimu di Mataram, maka kami tidak akan berhenti mencari korban.”

“Apakah tidak pernah muncul dalam pikiran atau hatimu untuk membersihkan nama leluhurmu yang haus darah?”

“Mendiang Panembahan tidak mendirikan Mataram dengan peperangan , Ki Sanak.”

Ki Sekar Tawang terkekeh. “Bagaimana tidak ada peperangan sebelum Sultan Hadiwijaya lengser dari tahta?”

“Mendiang Panembahan tidak merebut lalu memaksa Sultan Hadiwijaya dengan kekerasan, tapi pengerahan pasukan memang harus diwujudkan sebagai jati diri. Itu adalah keputusan yang meyakinkan Sultan Hadiwijaya bahwa Mataram tidak hanya berdiri sebagai wilayah merdeka yang keamanannya tergantung pada Pajang. Seharusnya kau mengerti tentang itu, Pak Tua.”

“Cukup beralasan meski dapat dianggap mengada-ada,” sahut Ki Sekar Tawang lalu tertawa kecil.

Raden Mas Rangsang menggerakkan kepala, lalu berkata, “Ki Sanak cukup terampil mengalihkan perhatian dan persoalan. Jika dugaanku benar, maka engkau adalah orang yang mengendalikan keadaan di sini maupun di Alas Krapyak. Jadi, engkau harus tahu bahwa aku tidak dapat melepaskanmu untuk membunuh Panembahan Hanykrawati.”

“Semakin terang dan benderang bahwa kalian mampu menutup mata dengan membunuh orang tidak bersalah.”

“Tidak bersalah? Sayang sekali, aku tidak cukup waktu untuk menggelar pengadilan untukmu!” Ucapan itu ditutup dengan serangan yang sangat tajam. Selanjutnya, dua orang itu pun segera terlibat perkelahian yang cukup sengit. Perhitungan putra raja Mataram itu tidak meleset karena lawannya ternyata memang orang yang berkemampuan tinggi.

Perkelahian berlangsung semakin menegangkan. Raden Mas Rangsang tidak dapat mengulur waktu karena Panembahan Hanykrawati tetap meniti jalan menuju Alas Krapyak. Selain itu, keyakinannya pada kemampuan Agung Sedayu dalam tugas pengamanan pun tidak perlu diragukan, oleh sebab itu, putra raja Mataram tersebut melonjak lebih tinggi. Serangan demi serangannya semakin mantap dan menggetarkan!

Ki Sekar Tawang harus melakukan sesuatu. Ia sadar bahwa ia tidak dapat melepaskan tanggung jawab demi puncak tujuan yaitu menghabisi Panembahan Hanykrawati di Alas Krapyak. Maka ia meladeni lawannya dengan garang.

Di tempat lain, para prajurit yang bertugas sebagai penghubung telah mengetahui pertarungan sengiti pada sisi barat alun-alun. Satu demi satu melaporkan peristiwa itu pada Agung Sedayu yang berkuda di belakang kereta Panembahan Hanykrawati. Namun atas laporan para penghubung, Agung Sedayu tidak  dapat serta merta meninggalkan pengawalan. Ia bertanggung jawab penuh mengamankan bahaya dari samping dan belakang, sedangkan di bagian depan menjadi wewenang Pangeran Selarong. Dilihat pula olehnya bahwa para pengiring sudah bersiap untuk segala keadaan. Mereka berjalan sebelah-menyebelah. Sementara Kinasih yang berkuda di sampingnya pun memperlihatkan kewaspadaan tinggi.

Matahari tertutup awan. Angin masih berhembus pelan lalu gerimis perlahan membasahi bumi Mataram. Dengan hati-hati agar tidak memecah perhatian pengawal, Agung Sedayu berbisik pada Kinasih, “Jalankan kudamu secara perlahan hingga kedudukan berada paling belakang. Lalu, arahkan perhatianmu pada sisi barat. Kemudian ulurkan tangan bila putra raja sedang mengalami kesulitan. Tapi jangan gegabah. Selalu perhatikan baik-baik dan buatlah pertimbangan matang.”

“Segera, Ki Rangga.” Kinasih mengangguk dengan hati berdebar. Ini adalah pengalaman pertama mengawal raja, walau begitu, yang menyebabkan hatinya berdetak kencang bukanlah tugas atau tanggung jawabnya tetapi keberadaan Agung Sedayu di dekatnya. Ketika Kinasih telah berada di barisan belakang, ia memutar kuda lalu memacu menuju tempat yang ditunjukkan Agung Sedayu. Ia akan menghadapi berbagai kemungkinan yang berbahaya, namun Kinasih dapat menenangkan diri karena tidak lagi memikirkan hal lain selain keselamatan Panembahan Hanykrawati dan Agung Sedayu.

Pada tempat perkelahian Raden Mas Rangsang, Ki Sekar Tawang kemudian memperkirakan bahwa  bantuan akan datang untuk lawannya. Oleh karena itu, ia harus memikirkan cara. Sejenak kemudian, ia bersuit nyaring di sela-sela perkelahian. Tidak membutuhkan waktu lama ketika seseorang datang dan langsung menggebrak Raden Mas Rangsang dengan sangat hebat!

Meskipun perkelahian tidak seimbang dari segi jumlah, Raden Mas Rangsang tidak tampak gugup. Ia masih dapat menahan gempuran dua orang yang bekerja sama mengeroyoknya.  Dalam waktu itu, ia segera dapat memastikan bahwa Ki Sekar Tawang akan keluar dari gelanggang.

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 93

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 91

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 90

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 9

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 89

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 88

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.