Padepokan Witasem
Langit Hitam majapahit, silat Bondan, Padepokan Witasem, Gajah Mada, Majapahit
Bab 1 Menuju Kotaraja

Menuju Kotaraja 5

Kemudian, “Di manakah Gumilang?” Bondan bertanya.

“Gumilang bermalam di rumah paman Benawa,” jawab Sela Anggara. Bondan manggut-manggut mendengarnya.

Kemudian mereka saling bercerita tentang babak-babak kehidupan yang memberi kesan mendalam di hati mereka. Tak jarang terdengar gelak tawa keduanya saat mengingat masa kecil yang pernah mereka lalui bersama. Akhirnya tanpa mereka sadar fajar pun menampakkan diri di ufuk Trowulan.

Sela Anggara membuka pintu yang diketuk pelan. Seorang pelayan mengantarkan minuman hangat bagi mereka berdua.

loading...

“Kakang, ada apakah di Trowulan saat ini? Setiap orang menatapku curiga,” Bondan bertanya kemudian sambil meletakkan cawan.

”Beberapa hari yang lalu terjadi sebuah pembunuhan. Belum diketahui siapa pembunuhnya tetapi tentunya kematian seorang balamantri dengan cara yang mengerikan tentu mengguncangkan istana,” suara Sela Anggara terdengar sangat pelan. Seolah ia khawatir terdengar oleh dinding-dinding yang bisa saja bertelinga.

”Pembunuhan itu dilakukan dari jarak yang cukup jauh. Sebatang paku tertancap di leher Mantri Rukmasara. Tubuhnya ditemukan dalam keadaan sudah membiru dan mulut yang berbusa,” Sela Anggara melanjutkan penjelasannya, “Terlebih lagi pembunuhan terjadi ketika keadaan di istana sedang menghangat.”

Bondan mengerutkan keningnya dengan mata memandang sungguh-sungguh. Kemudian, ”Apa maksud dari keadaan menghangat itu?”

Sela Anggara menghindari tatapan mata Bondan, namun kemudian terdengar ia menjawab,”Orang-orang di sekitar Sri Jayanegara mulai menggerakkan tangan. Gejolak-gejolak pun terlihat di permukaan. Namun aku tidak dapat menuduh atau menyebut nama satu demi satu. Karena semua itu masih terselubung dalam mendung gelap.”

Bondan merenungi jawaban Sela Anggara. Hingga kemudian pengasuh mereka di masa kecil mendekati lalu meminta mereka agar segera beristirahat. Kedua anak muda ini lantas tersenyum dan terkenang betapa kasih Nyai Malini saat mengasuh keduanya di masa kecil. Lantas mereka berdua mohon diri memasuki bilik masing-masing untuk beristirahat.

Ketika matahari mulai menggelincirkan ke barat, Bondan yang merasa sudah cukup beristirahat segera keluar dari rumah bibinya. Dengan mengajak Gumilang Prakoso yang mahir dalam mengenali senjata, Bondan pun berencana melihat dari dekat kediaman Mantri Rukmasara.

Sambil mengayunkan kaki di sela-sela orang berlalu lalang, kedua anak muda ini berbincang dengan sungguh-sungguh mengenai pembunuhan Mantri Rukmasara beserta putrinya. Gumilang menduga bahwa latar belakang pembunuhan itu adalah karena Mantri Rukmasara menolak tuduhan mencuri hasil panen raya sekitar empat purnama yang lalu.

Pelan Gumilang berkisah, “Lalu sang mantri meminta bantuan Ki Curik Kemba, seorang tokoh yang disegani di Karangploso, untuk membungkam mulut orang suruhannya. Aku mendengar bahwa sangat sedikit orang yang mampu mengalahkan Ki Curik Kemba yang terkenal dengan pukulan tangan kosong. Konon hantaman Ki Curik Kemba ini sanggup memecahkan batu karang dan melubangi besi yang tebal. Tetapi ia bernasib buruk. Ki Curik Kemba yang justru terbunuh dalam pertarungan di kaki bukit yang terletak diluar Kademangan Wringin Anom oleh seseorang yang tidak dikenal.”

“Aku mendengar ada nama perempuan yang disebutkan ketika pertarungan beberapa waktu lalu di tepi Sungai Berantas,” desah Bondan.

Gumilang bergumam, ”Andini.”

Lantas panjang lebar ia menjelaskan bahwa Andini  berusaha diculik oleh pembunuh ayahnya. Namun upaya si pembunuh ini gagal karena teriakan Andini telah mengundang para pengawal asrama keputrian. Sekelompok pengawal berdatangan mengepung penculiknya. Namun malang menimpa Andini! Orang yang terpergok ini lantas menderaskan dua batang pasak kecil ke tubuh gadis malang itu.

“Menurut kabar, penusukan itu diketahui oleh Wiratama. Perkelahian singkat pun terjadi tetapi orang-orang gagal membekuk pembunuh Andini. Ia mampu melepaskan diri setelah melompati dinding batu yang menjadi pembatas halaman,” berkata Gumilang.

“Jadi perkelahian yang aku lihat di dekat padukuhan Watu Kenongo bermula dari tempat ini,” gumam Bondan dengan mata seolah mencari sesuatu di setiap bagian jalan yang mereka lalui. Pada saat itu, Bondan menceritakan kepada Gumilang Prakoso bahwa ia bertemu seseorang yang juga menggunakan paku sebagai senjata. Termasuk perkelahian yang ber-akhir dengan kematian Wiratama.

“Bondan, yang menarik dari serangkaian kejaIan ini adalah kemungkinan kaitan peristiwa Mantri Rukmasara dengan kejadian perampokan yang belakangan ini sering terjadi di Wringin Anom.”

Wedaran Terkait

Menuju Kotaraja 9

kibanjarasman

Menuju Kotaraja 8

kibanjarasman

Menuju Kotaraja 7

kibanjarasman

Menuju Kotaraja 6

kibanjarasman

Menuju Kotaraja 4

kibanjarasman

Menuju Kotaraja 3

Ki Banjar Asman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.