Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 2 Penolakan di Kaki Merbabu

Penolakan di Kaki Merbabu 7

Guru Bondan tersebut lantas melanjutkan, ”Aku telah meminta Bhre Pajang agar mengizinkan mereka berdua tinggal di padepokan. Sambil menunggu kedatangan Bondan,  aku sengaja lakukan itu agar tidak ada  kejadian yang tidak terkendali di dalam lingkungan istana. Angger Sangkilan tentu mengerti bahwa setiap pikiran yang menjauhi pengamatan diri, maka darinya akan  menyeret manusia dalam kegoncangan yang tidak mempunyai arti. Terlebih Kao Soe Liong dan Zhe Ro Phan , sudah tentu akan terbelit dalam keterikatan jika berada di istana lebih lama.”

Resi Gajahyana menoleh pada dua orang asing itu, lalu berkata, ”Kalian berdua datang ke tanah ini melalui satu perjalanan yang luhur.”

“Ki Sangkilan,” Resi Gajahyana berkata lirih. ”Pada dasarnya aku akan bercerita panjang padamu. Namun aku tahu kehadiranmu akan menjadi beban bagi Kao Sie Liong dan kawannya. Karena mereka tidak ingin banyak orang tahu mengenai kepentingan yang sedang mereka jalankan saat datang kemari. Tetapi, aku yakinkan pada mereka bahwa mereka tidak dapat selamanya mempunyai kelemahan untuk mempercayai orang lain.”

Kao Sie Liong menarik napas dalam-dalam. Lalu ia berkata, ”Baiklah, Eyang.” Ia berpaling kemudian pada Ki Sangkilan yang mengangguk padanya.

loading...

“Ketika itu…” Resi Gajahyana mengawali kisahnya.

Kao Sie Liong menerobos kepungan api yang melingkari gedung perpustakaan di sebelah barat istana Kaisar Ning Tsung. Ketajaman pikirnya sangat membantu dalam memperkirakan serangan mendadak yang sangat liar seperti yang terjadi ada malam itu. Sejumlah perwira muda dibantu oleh para prajurit yang setia telah bersiaga mengawasi istana kaisar Ning Tsung.

Ketika terompet tanda bahaya dibunyikan dari sebelah barat istana, Kao Sie Liong bergegas meloncat ke punggung kuda dan memacu sangat cepat mendahului para prajurit. Jenggotnya yang rapi terawat berkibar-kibar terhempas angin malam. Sinar mata Kao Sie Liong  menyiratkan mata seseorang yang benaknya tidak dibebani carut marut kekuasaan dan kepentingan.

Resi Gajahyana menggeser tempat duduknya.

‘Aku tidak dapat membiarkan orang-orang liar itu dapat menguasai istana ini dengan mudah. Seandainya benar jika mereka berada di pihak Suku Jurchen, tentu hal ini akan mudah untuk diselesaikan.

‘Tetapi permasalahan ini akan menjadi rumit jika pada akhirnya mereka mempunyai kepentingan yang tersembunyi, karena dengan begit,u Suku Jurchen pun akan menghadapi kekalutan yang tak akan kunjung usai,’ desah Kao Sie Liong dalam hati ketika menatap kobaran api yang membakar gedung perpustakaan.

Kao Sie Liong sepenuhnya memahami hanya dengan membebaskan diri dengan sadar dan bebas, maka hidupnya akan menjadi penuh dengan pengabdian kepada kemanusiaan. Dalam hal ini, kesetiaan Kao Sie Liong kepada Kaisar Ning Tsung sedang diuji dengan segelintir teman-temannya yang berbalik arah dengan berpihak pada Suku Jurchen.

Kobaran api menjilat setinggi dinding istana Kaisar Ning Tsung. Lengkung tajam yang menjadi ujung tombak Kao Sie Liong mengeluarkan sinar putih yang menyelimuti tubuhnya dari jilatan api.

Sementara itu, Toa Sien Ting meneriakkan perintah untuk di-laksanakan oleh para pengikutnya yang bertempur berhadapan dengan pasukan pengawal Kaisar Ning Tsung. Lelaki bertubuh sedikit pendek dan berbadan gempal ini sesekali mengibaskan senjata yang berupa rantai bergerigi tajam pada ujungnya. Umpatan kotor keluar dari bibirnya yang terbalut dengan kumis tipis. Para pengikutnya agaknya telah terbiasa bertempur sambil memaki-maki sehingga para pengawal istana menjadi risih dan sedikit terganggu dengan kata-kata kotor itu.

‘Kalian akan mendapatkan kemuliaan jika malam ini dapat menguasai Kaisar Ning Tsung. Emas, permata dan perhiasan lainnya bahkan para wanita yang berada di dalam istana itu akan menjadi milik kalian sepenuhnya!’ seru Toa Sien Ting yang kemudian disambut teriakan kasar para pengikutnya.

Sorak sorai itu berhenti ketika sejumlah perwira muda mengikuti jejak Kao Sie Liong, menerjang kepungan pengikut Toa Sien Ting. Para perwira ini berkelebat sangat cepat dengan pedang yang berputaran bagaikan badai menerjang batu karang.

Wedaran Terkait

Penolakan di Kaki Merbabu 9

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 8

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 6

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 5

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 4

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 3

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.