Tak butuh waktu yang lama bagi Mpu Gemana untuk mengukur kekuatan Bondan. Serangan Mpu Gemana kembali melanda Bondan . Kedua ujung senjatanya bergantian saling mematuk dan menyengat. Hingga pada satu ketika Mpu Gemana menarik tinju kanannya dan meraih satu ujung yang terbuang ke samping. Dalam keadaan melayang, ia dengan cepat dan penuh tenaga, melontarkan ujung itu tepat ke arah jantung Bondan. Hanya berjarak sekitar dua depa, rantai Mpu Gemana menjangkau tubuh Bondan. Bondan menahan satu ujung dengan keris yang diselipkannya ke lubang besi rantai Mpu Gemana.
Di salah satu sisi tanah lapang itu, pertarungan Ken Banawa dengan Prana Sampar sudah berlangsung dalam beberapa jurus. Pertarungan Iantara keduanya terlihat imbang. Bersenjatakan keris yang ia peroleh dari pemberian seorang pertapa di lereng Gunung Wilis, Sampar memutar senjatanya mengurung Ken Banawa. Kerisnya berputar-putar dahsyat memburu Ken Banawa. Sekalipun begitu, Ken Banawa belum merasakan puncak dari kemampuan Prana Sampar.
Namun karena sebuah keinginan untuk lekas menyelesaikan pertarungan ini, Ken Banawa pun mencoba keluar dari tekanan keris Prana Sampar. Perlahan Ken Banawa meningkatkan serangannya. Setiap ayunan pedangnya selalu dapat memotong pergerakan keris Prana Sampar. Pedang tipisnya bergetar hebat dan mulai menyusup ke celah pertahanan Prana Sampar. Ayunan pedang Ken Banawa mulai menguasai lawannya.
Prana Sampar semakin lama semakin terdesak. Dengan segenap kemampuan yang ada dalam dirinya, ia masih berusaha untuk memberi perlawanan keras. Namun begitu Ken Banawa mampu memaksa menembus pertahanan Prana Sampar.
“Menyerahlah!” Ken Banawa tegas memberi perintah menyerah.
“Persetan!” Prana Sampar semakin garang memutar kerisnya, mengayunkannya, menebas datar merobek lambung Ken Banawa. Namun usahanya itu seolah menemui dinding besi yang sedemikian tebal. Sebuah serangan beruntun dan menderu-deru saling berganti dengan kaki yang berputar cepat.
Dalam sebuah peluang, tendangan Ken Banawa nyaris mengenai lutut Sampar. Prasa Sampar gesit menghindar meski ia sedikit terhuyung mundur. Dan ketika Sampar belum mengembalikan keseimbangan, Ken Banawa menyusulnya dengan satu tebasan pedang. Membenturkan keris adalah jalan keluar bagi Sampar agar berhasil menahan pedang Ken Banawa yang kurang sejengkal lagi akan mencapai lehernya. Hantaman pedang yang begitu kuat mampu membuat tubuh Sampar sedikit condong ke ke kiri, yang kemudian disusulkan tendangan yang sangat cepat dari Ken Banawa.
Terdengar keluhan tertahan ketika kaki Ken Banawa berhasil menyentuh bahu lawannya dan sanggup menggoyahkan kuda-kudanya. Sampar dengan lutut kiri yang menyentuh tanah lantas melemparkan senjata rahasia ke arah selangkangan Ken Banawa. Ken Banawa dapat melihat arah pergerakan bahu kanan Sampar, maka ia segera membuang badan ke kanan. Lalu dengan kecepatan mengagumkan ia melompati bagian atas Sampar, Ken Banawa mendapat kesempatan untuk menusukkan pedang pada ubun-ubun Sampar.
Sekalipun kepala Sampar lolos dari tikaman namun bahunya tergores agak dalam oleh tusukan pedang. Pertarungan yang tidak seimbang ini tampaknya akan mudah diakhiri oleh Ken Banawa. Namun ternyata Sampar tak mudah menyerah. Sampar yang secara beruntun menerima serangan Ken Banawa akhirnya menjadi gelap mata dan membabi buta melemparkan paku beracun ke Ken Banawa.
Dalam usia menjelang senja, Ken Banawa belum kehilangan kecepatan dan kekuatan bertarung. Memutar-mutar pedang sehingga tubuhnya seperti tertutup sebuah perisai baja, putaran pedang Ken Banawa meluruhkan seluruh paku beracun Sampar ke tanah seperti daun-daun kering yang berguguran.
Ken Banawa mendekat dan mengurung rapat lawannya. Jarak mereka kian rapat. Sampar mengalirkan tenaga ke seluruh bagian tubuhnya dan melawan sengit dengan kerisnya,. Ia menyadari bahaya yang mengepungnya dari berbagai penjuru dan satu-satunya jalan keluar baginya adalah menyerang. Serangan demi serangan ia lontarkan dengan sungguh-sungguh, mengalir deras pada satu muara, Ken Banawa.
“Menyerang adalah pertahanan terbaik. Hanya dengan itu aku dapat mengalahkannya!” Sampar memancang tekad kuat.
Serangan membadai secara dahsyat melanda Ken Banawa. Pada waktu itu, Prana Sampar berulang mencari jalan agar ia dapat untuk menumbukkan badan. Sepintas terlihat sebagai serangan yang tidak terarah tetapi ujung senjatanya tidak dapat diabaikan oleh Ken Banawa.