Padepokan Witasem
senja langit mataram, cerita silat jawa
Bab 1 Senja Langit Mataram

Senja Langit Mataram 17

Demikianlah setelah dalam beberapa waktu rombongan itu pun telah melintasi kali Opak. Kemudian melintasi beberapa jalan pedukuhan yang menghubungkan tempat yang dulu merupakan sebuah hutan lebat tersebut. Berbagai umbul-umbul kini tampak berjajar di sepanjang jalan yang terlihat cukup ramai dilalui prang-orang berjalan kaki atau pun berkuda.

Suasana tampak begitu meriah seiring digelarnya kegiatan yang dijalankan para petugas praja sesuai titah Panembahan Hanyakrakusuma.

Namun suasana keramaian kotaraja Mataram itu tidak seperti biasanya. Jika pada umumnya lalu lalang jalan itu dipenuhi para penduduk Mataram sendiri, kini yang terlihat di lorong-lorong jalan itu dipenuhi pula orangorang dengan ciri pakaian layaknya pendekar yang datang dari berbagai perguruan olah kanuragan.

Wara-wara yang diumumkan Mataram ke berbagai perguruan tentang pendadaran prajurit itu rupanya mendapat sambutan baik hingga tidak sedikit dari mereka telah mengirimkan orang-orang terbaiknya untuk masuk dalam kesatuan pasukan Mataram secara utuh.

loading...

“Gila.. banyak sekali para peserta pendadaran itu,”  desis Jaladara sesaat setelah memasuki gapura alun-alun kotaraja.

“Benar Kakang,”  sahut Wirantaka, “entah berapa jumlah mereka itu.”

“Lalu bagaimana caranya untuk melakukan penjaringan itu?”

“Kalian tidak perlu bingung. Tentu hal itu sudah dipikirkan oleh para pamangku krida. Kita ikuti saja aturan yang sudah di tetapkan,”  sahut Ki Demung.

“Paman, bukankah orang itu Ki Lurah Meranti?”  sela Tunjung ketika melihat seorang perwira prajurit beberapa tombak di depannya.

“Kalian sudah datang rupanya,” sapa Ki Lurah Meranti yang kebetulan melihat mereka kemudian menghampirinya.

“Belum terlalu lama, Ki Lurah,” sahut Ki Resa Demung.  “Apakah acara pendadaran akan segera dibuka?”

“Mungkin beberapa saat lagi.”

“Lalu di mana aku harus mencari Ki Panji Danuwirya?”  tanya Ki Resa Demung yang merasa terlambat.

“Ki Demung tidak perlu cemas. Aku sudah memasukkan nomor wakil dari perguruan Sekar Jagad,  juga Randuwangi. Kalian cukup mengikuti saja aturan mainnya.”

“Oh.. Atas nama Perguruan Sekar Jagad dan Randu Wangi aku mengucapkan banyak terima kasih, Ki Lurah.”

“Sama-sama, Ki Demung, aku juga berterimakasih, jika tidak ada kalian tentu prajuritku telah habis di tangan orang-orang Warok Merak Abang beberapa waktu kemarin,” tukas Ki Lurah Meranti, “apakah Ki Resa Demung sudah tahu aturan main pendadaran ini?”

“Belum, Ki Lurah”  jawab orang tua itu seraya memandang wajah perwira prajurit itu seakan meminta penjelasan.

“Seperti kita pahami bahwa acara pendadaran kali ini lain dari yang sudah-sudah. Jika boleh jujur sebenarnya kali ini Mataram hanyalah ingin mengumpulkan orangorang yang berkemampuan tinggi untuk ditarik menjadi kesatuan pasukan yang utuh. Karena itu tentu soal kemampuan bertarung para perserta pendadaran tidak akan diragukan lagi. Dan apa yang akan dilihat nanti pada uji tanding di panggung itu hanyalah untuk mengetahui tingkat kemampuan calon prajurit, untuk kemudian bisa dipilah dan ditempatkan pada gugus pasukan yang tepat.”

“Jadi kemungkinan besar peserta sebanyak itu akan masuk semua?”

“Bisa iya,  bisa juga tidak, Ki Demung. Itu tergantung para paraga pengawas pertarungan yang akan menilainya. Dan hal itu mungkin akan dapat berlangsung beberapa hari. Untuk itu aku harap kalian bersabar menunggu untuk dipanggil maju.”

“Baiklah, Ki Lurah, tentu kami akan sabar menunggu.”

“Dan yang mungkin perlu kalian ketahui. Nantinya setiap perguruan akan diwakili tiga orang peserta,”  lanjut Ki Lurah.

Namun belum sampai Ki Lurah Meranti selesai bicara. tiba-tiba terdengar suara menggemuruh dari ratusan orang yang hadir di alun-alun itu.

“He..apa yang terjadi Ki Lurah?”  ucap Ki Resa Demung. “Siapa orang yang tiba-tiba berdiri di atas gelanggang panggung itu?”

Tapi Ki Lurah Meranti justru termangu-mangu. Seperti Ki Resa Demung, perwira Mataram itu melihat pula tiga orang berdiri tegak di atas gelanggang tersebut.

Seseorang yang berdiri sedikit berada di depan kedua orang pengapitnya itu terlihat sudah berusia di atas lima puluh tahun, rambutnya yang panjang sedikit terurai di bawah ikat kepalanya yang sudah banyak ditumbuhi warna keputih putihan.

Perangai orang itu cukup tenang, namun sorot matanya yang redup dan dingin seakan mengisyaratkan wataknya yang bengis. Pakaian luarnya yang berwarna kecoklatan tampak terjuntai pula ke bawah hingga hampir selutut.  Sementara  dua pengapitnya tampak terlihat berusia lebih muda dari orang yang pertama itu. Meski begitu siratan raut muka mereka terlihat sebaya.

Belum sepatah kata pun muncul dari ketiga orang itu. Kecuali tatapan mata mereka yang redup sesekali memandang berkeliling ke arah orang-orang yang berjubel mengelilingi gelanggang pertarungan itu. Dan seperti mencari-cari sesuatu, lalu melihat ke arah jauh panggung kecil tempat di mana sebagai tempat duduk para petinggi Mataram di dalamnya.

“Aiapa orang-orang itu Ki Lurah?”  kembali Ki Resa Demung berdesis. “Apakah mereka juga salah satu kelompok peserta pendadaran?”

Ki Lurah Meranti menarik napasnya dalam-dalam. “Entahlah, Ki Demung. Akan tetapi aku dapat memastikan mereka bukan salah satu peserta seperti kalian. Apalagi pihak paraga belum sekali menabuh bende dan memanggil nama peserta dari mana pun. Lagi pula pendadaran ini hanya bisa diikuti dari kalangan tokoh muda perguruan. Sedangkan ketiga orang itu usianya hampir sebaya dengan Ki Demung sendiri.”

“Lalu siapa mereka?”

“Kita lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya,”  jawab Ki Lurah.

Suasana menjadi hening meskipun hampir seribu orang memenuhi plataran alunalun itu. Dalam benak mereka tentu mempunyai pertanyaanpertanyaan yang sama. Siapa sebenarnya ketiga orang yang tibatiba naik di atas panggung gelanggang itu?

Sampai pada akhirnya salah satu di antara ketiga orang itu pun tertawa lantang lalu berteriak sambil berkata, “He.. Orang-orang Mataram!  Apakah aku boleh meramaikan acara ini?”

Wedaran Terkait

Senja Langit Mataram 9

Ki Ras Haris Ph

Senja Langit Mataram 8

Ki Ras Haris Ph

Senja Langit Mataram 7

Ki Ras Haris Ph

Senja Langit Mataram 6

kibanjarasman

Senja Langit Mataram 5

kibanjarasman

Senja Langit Mataram 4

Ki Ras Haris Ph

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.