Padepokan Witasem
Bab 7 - Bara di Bukit Menoreh

Bara di Bukit Menoreh 5 – Agung Sedayu Mempermalukan Lawan!

“Sepertinya kami tidak berjodoh dengan Ki  Rangga,” ucap ketua regu. Maka ketua regu peronda dan kawan-kawannya pun tidak dapat lagi melihat jalan lain untuk mengiringi kepergian Agung Sedayu. Mereka hanya dapat melihat punggung senapati Mataram ketika Agung Sedayu menempuh jalur menuju Tanah Perdikan Menoreh.

Agung Sedayu yang mengenal lingkungan itu dengan cukup baik segera mengerahkan segenap kemampuannya meringankan tubuh. Ketika kakinya sudah berada di tikungan jalan yang tumpul, Agung Sedayu mengubah arah dengan memintas jalan, memotong pekarangan dan halaman lalu menempuh jalur yang mengarahkannya ke Kademangan Sangkal Putung. Setelah sekian waktu ditempuh, Agung Sedayu pun tiba di samping sungai kecil dengan kelokan berliku yang berseberangan dengan tanah berbukit-bukit. Pemimpin pasukan khusus ini tidak segera menapak jalan yang mengarah ke wilayah Kademangan Sangkal Putung. Untuk sejenak waktu, Agung Sedayu mengamati keadaan sambil membuat kemungkinan-kemungkinan seandainya gerombolan Raden Atmandaru dengan nekad membuat onar di kotaraja. Setelah membuat kesimpulan pendek, Agung Sedayu berpaling ke belakang sejenak tapi tidak melihat bayangan orang yang bergerak. Kemudian dia mengayun langkah menuju Sangkal Putung.

Dalam waktu itu, orang yang membuntuti Agung Sedayu masih membayangi kelompok peronda yang bergerak ke sebelah utara pedukuhan. Setelah berkeliling dan memeriksa keadaan di lingkungan itu, kelompok peronda pun kembali ke gardu induk pedukuhan dengan rencana bahwa mereka akan mengambil jurusan yang lain pada giliran berikutnya. Pembayang Agung Sedayu pun menduga lalu membuat pertanyaan di dalam pikirannya, “mengapa Agung Sedayu hanya berputar-putar saja di sekitar situ?”

Maka, alangkah terkejut dirinya saat melihat bahwa orang yang disangka Agung Sedayu adalah orang lain yang mungkin berusia lebih muda! Namun tidak dapat dipungkiri bahwa orang itu memang berperawakan seperti Agung Sedayu ketika tampak dari belakang atau samping. Perubahan yang mendadak dan benar-benar di luar dugaannya, ah, itu sangat memalukan dirinya. Kemampuan dan pengalaman sebagai petugas sandi Mataram menjadi lenyap tanpa bekas. Hampir sepanjang malam waktu yang digunakannya untuk membuntuti Agung Sedayu menjadi sia-sia. Dia memaki dirinya sendiri,” Gila! Bagaimana aku dapat terkecoh dan dibodohi seperti ini?” Maka dia pun berpikir bahwa tidak ada lagi waktu untuk mencari alasan. Waktu pasti berjalan lebih cepat karena Agung Sedayu lenyap dari pandangan matanya.  Ini seolah-olah akan menjadi malam terakhir baginya. Lalu, pikirnya, kira-kira ke mana Agung Sedayu pergi? Tanah Perdikan Menoreh atau Kademangan Sangkal Putung?

loading...

Orang itu kemudian mengurai kemungkinan di dalam pikirannya. Tanah Perdikan Menoreh menjadi pilihan masuk akal karena Agung Sedayu adalah pemimpin tertinggi di barak pasukan khusus yang bertempat di sana. Selain itu, walau telah hancur lebur, Agung Sedayu pernah mempunyai tempat tinggal yang berdekatan dengan kediaman Ki Gede Menoreh. Lagipula, jika Agung Sedayu sudah mempunyai keterangan mengenai keadaan di Gunung Kendil, maka itu adalah satu pertimbangan yang masuk akal. Selain itu, Agung Sedayu memang mempunyai hubungan batin yang istimewa dengan Tanah Perdikan Menoreh.

Kemudian orang itu beralih ke Sangkal Putung. Menurut kabar yang beredar dan telah diketahuinya,  di kademangan itu ada keluarga Agung Sedayu. Setelah kerusuhan yang pernah melanda Tanah Perdikan, banyak orang mengetahui bahwa Sekar Mirah beralih tempat ke Sangkal Putung lalu melahirkan di rumah orang tuanya. Keadaan lain yang menguatkan adalah sebagian wilayah Sangkal Putung telah jatuh ke tangan pengikut Raden Atmandaru, maka bukan tidak mungkin Agung Sedayu pergi ke sana untuk membenahi keadaan.

Orang itu pun kembali ke pertanyaan awal, ke mana Agung Sedayu pergi? Tanah Perdikan Menoreh atau Kademangan Sangkal Putung?

Sejenak kemudian dia mengerutkan kening, bagaimana bila semua itu hanya tipuan saja? Sebuah langkah yang memang sengaja untuk mengecoh atau memancingnya keluar? Lagi-lagi orang itu mengumpat dirinya dengan kata-kata paling kasar. Yah, tentu saja itu mempunyai arti bahwa Agung Sedayu sudah mengetahui sepak terjangnya selama dirinya atau senapati Mataram itu di Kepatihan? “Agung Sedayu dapat bertanya-tanya pada banyak orang karena kedudukan dan kedekatannya dengan Ki Juru Martani.”

Dalam pikiran orang itu, semua pilihan itu mempunyai timbangan yang sama dari segi pemikiran Agung Sedayu. Tapi yang dapat berakibat buruk padanya dan gerakan yang digagas Raden Atmandaru adalah penyamaran terkuak lalu sempalan di Kepatihan terbongkar. Meski demikian, orang itu tidak terburu-buru menentukan langkah. Dia memilih untuk mendekati kerumunan orang-orang yang berada di sekitar gardu induk. Dia berharap mendapatkan secuil keterangan yang dapat dijadikan panduan pertama setelah usahanya seakan ditelanjangi secara gamblang oleh Agung Sedayu.

Di bawah cahaya yang terpantul dari daun-daun basah oleh gerimis tipis, orang itu merapatkan tubuh ke batang pohon kedondong tua yang akarnya terlihat ramping menyembul di atas permukaan tanah.

“Oh, jadi Ki Rangga sekarang dalam perjalanan ke Tanah Perdikan?” tanya kepala keamanan pada ketua regu kelompok wetan.

“Demikianlah, Kyai. Selain menyampaikan adanya kepentingan yang mendesak, beliau juga menyampaikan terima kasih dan ucapan yang baik untuk semua orang pedukuhan ini,” jawab ketua regu.

“Tapi, seharusnya beliau berpapasan dengan kami atau setidaknya kami melihat kepergian Ki Rangga,´kata kepala keamanan. “Apakah Ki Rangga tidak terlihat memintas jalan?”

“Tidak, Kyai,” ucap ketua regu. “Kami masih melihat Ki Rangga berjalan di jalur utama.”

Seperti sedang memikirkan sesuatu, kemudian kepala keamanan berkata, “Baiklah, Ki Rangga tentu mempunyai alasan kuat jika seandainya beliau mengambil jalan pintas atau melakukan sesuatu yang tidak terpikir oleh kita semua. Ki Rangga adalah orang baik dan kita semua percaya pada beliau. Ki Rangga pun sama seperti kita yang mempunyai pilihan dan kepentingan yang harus diutamakan.” Kepala keamanan pedukuhan itu mengedarkan pandangan lantas berkata lagi, “Baiklah, kita beristirahat sejenak. Kemudian berkeliling lagi dengan beberapa perubahan sesuai yang dimaksudkan Ki Rangga.”

Para peronda mengangguk lantas membubarkan diri tapi mereka tidak benar-benar bubar melainkan memilih tempat yang sekiranya dapat menunjang pemulihan daya tahan.

“Hmmm, begitukah? Apakah itu berarti Agung Sedayu mengambil jalan memutar karena sudah mengetahui diriku atau ada satu jalan pintas ke Tanah Perdikan? Tapi sepertinya mustahil bila ada jalan lain. Bila seseorang berangkat dari timur pedukuhan maka biasanya dia akan melintasi jalan utama yang lebih singkat jaraknya,” gumam pembayang itu dalam hati setelah mendengar percakapan di antar para pengawal pedukuhan. “Tapi, apa peduliku? Agung Sedayu bisa menempuh jalur mana saja yang dia inginkan karena aku hanya berkewajiban mengikutinya setiap dia keluar dari Kepatihan.” Orang itu menengadah lalu bicara pada dirinya sendiri, “Waktu semakin sempit. Aku harus mempercepat perjalanan menuju Tanah Perdikan, lalu kembali ke kotaraja sebelum wayah pasar temawon.” Maka dia pun beringsut mundur kemudian melesat pergi ke arah barat.

Sementara itu, pada arah yang berlawanan, Agung Sedayu kadang-kadang mempercepat waktu tempuh dengan pengerahan ilmu meringankan tubuh. Tapak kakinya seakan-akan tidak menyentuh tanah maupun ujung-ujung rerumputan karena tubuhnya yang menjadi sangat ringan. Meski demikian, pemimpin pasukan khusus ini tidak terus menerus dalam keadaan seperti itu. Agung Sedayu pun harus menjaga daya tahan untuk karena keadaan benar-benar tidak mengizinkannya untuk menurun apalagi terluka. Agung Sedayu dituntut dalam keadaan bugar karena Mataram dan orang-orang di dekatnya masih memerlukan perhatian. Maka adakala Agung Sedayu berjalan wajar atau berlari-lari kecil kemudian mengambil waktu untuk istirahat barang sejenak.

Dalam perjalanannya menembus malam, Agung Sedayu teringat masa belasan tahun silam. Ketika bersama Untara melewati jalanan yang licin. Pada waktu itu, Agung Sedayu mengingat bahwa dirinya adalah anak muda yang penakut.  Agung Sedayu lantas tersenyum sendiri sambil mengusap wajah yang basah oleh air hujan. “Malam itu seakan-akan segala sesuatu adalah bahaya yang mengancam diriku,” ucap Agung Sedayu dalam hati saat mengenang hari-hari yang dipenuhi ancaman yang dihamburkan oleh laskar Jipang yang dipimpin Macan Kepatihan, Tohpati.

Sambil menyusur tepian jalan becek, Agung Sedayu kemudian mengingat nama-nama yang menggetarkan banyak orang ketika usianya masih muda. Alap-alap Jalatunda, Pande Besi Sendang Gabus dan juga Ki Tambak Wedi serta Sidanti sepertinya tidak mudah lekang dalam ingatan Agung Sedayu.

Ketika kilat menyambar, Agung Sedayu dapat melihat lebih baik daerah yang dilaluinya. Bayangan-bayangan hitam bergunduk-gunduk adalah latar belakang dusun yang akan dilewatinya. Setelah melampaui dusun tersebut, kemudian mengitari bukit kecil, maka Agung Sedayu sudah berada di wilyah Sangkal Putung.

Pemimpin pasukan khusus itu kemudian ingin bersenandung. Dia sudah merindukan dan tak sabar lagi memandang wajah putrinya yang lahir pada saat Sangkal Putung dalam tekanan senjata pemberontak. “Apakah anak itu sudah berusia selapan? Apakah Sekar Mirah telah memberinya nama?”  Kening Agung Sedayu berkerut karena Ki Patih Mandaraka pernah menitipkan sebuah nama untuk putrinya. Senapati Mataram itu juga sedang meningat jarak waktu sejak dirinya tumbang di Slumpring lalu dilarikan Kinasih ke wilayah Pengging. Mengingat benturan pertama yang bertujuan melenyapkan nyawa Ki Patih Mandaraka, Agung Sedayu lantas teringat masa-masa penyembuhan di Pengging ketika dirinya di bawah penanganan Kinasih. Kinasih, gadis yang mempunyai tatap mata lembut setiap kali tersapu pandang matanya. Diam-diam wajah Agung Sedayu merona merah. Entahlah, tidak ada orang yang tahu perasaan Agung Sedayu pada gadis yang juga menjadi murid Nyi Ageng Banyak Patra itu.

Seluruh bacaan di blog Padepokan Witasem dapat dibaca bebas biaya atau gratis. Kami hargai dukungan Anda atas jerih payah kami. Donasi dapat disalurkan melalui rekening BCA 8220522297 atau BRI 3135 0102 1624530 atas nama Roni Dwi Risdianto atau dengan membeli karya yang sudah selesai. Konfirmasi tangkapan layar pengiriman sumbangan dapat dikirim melalui Hanya WA 

Terima kasih.

Dalam ruang pikiran dan perasaannya yang bersliweran kenangan dan pengandaian, Agung Sedayu masih dapat berpikir jernih. Apabila kedatangannya di Sangkal Putung kemudian diketahui banyak orang, maka itu sama dengan mengundang bahaya yang dapat mengincar keselamatan istri dan anaknya. Orang-orang Raden Atmandaru sanggup membakar pasar lalu menjarah segala yang terlihat, lalu bagaimana jika mereka mengetahui tempat Sekar Mirah dan putrinya disembunyikan? Bisa jadi mereka sudah tahu lalu menempatkan orang-orang berwatak kasar di sekitar rumah Ki Demang Sangkal Putung? Apa yang akan terjadi apabila mereka pun melihat dirinya berada di sekitar rumah Ki Demang? Kademangan Sangkal Putung tidak sama persis dengan Tanah Perdikan Menoreh yang ditempati oleh orang-orang berkepandaian tinggi seperti Ki Jayaraga, Empu Wisanata, Glagah Putih dan juga Ki Gede Menoreh. Sangkal Putung hanya memiliki Swandaru yang dijadikan tahanan rumah oleh Pangeran Purbaya. Buruknya, Pangeran Purbaya pun sedang berada di kotaraja sedangkan Pandan Wangi mempunyai tanggung jawab mengendalikan keamanan Pedukuhan Jagaprayan yang bersebelahan dengan Pedukuhan Janti. Sedikit gesekan maka pertempuran mungkin sulit dihindarkan.

Walau didera perasaan cemas, Agung Sedayu sadar bahwa dia harus tetap dapat berpikir dan bersikap tenang. Demikianlah Agung Sedayu kemudian menepi dari jalan utama yang menghubungkan dusun itu dengan kotaraja. Agung Sedayu harus menghindar dari penglihatan orang-orang bermata tajam yang mungkin adalah petugas sandi yang disebar Raden Atmandaru. Selain itu, senapati Mataram itu juga tidak ingin menjadi perhatian para pengawal dusun yang mungkin melihatnya saat meronda.

Wedaran Terkait

Bara di Bukit Menoreh 4 – Agung Sedayu, Pemburu yang Diburu

kibanjarasman

Bara di Bukit Menoreh 3 – Jebakan Agung Sedayu

kibanjarasman

Bara di Bukit Menoreh 2 – Operasi Intelijen Sederhana Agung Sedayu

kibanjarasman

Bara di Bukit Menoreh 1 – Keinginan Agung Sedayu yang Tak Terungkap

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.