Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 5 Bentrokan di Lereng Gunung Wilis

Bentrokan di Lereng Gunung Wilis 15

Sementara itu, Nyi Kirana agaknya tidak terganggu dengan kata-kata Ken Banawa dan Jalutama. Meskipun sedikit guncangan terjadi dalam hatinya, tetapi ia telah membulatkan niat dengan dorongan dari Ken Banawa.

Nyi Kirana duduk bersila di sebelah ujung kepala Bondan. Dengan memusatkan budi dan rasa, Nyi Kirana menyandarkan semua hal pada kelembutan dan kesempurnaan yang tiada batas. Tubuh Nyi Kirana mulai bergetar dan udara panas melingkupi dirinya dan Bondan. Ia membuka kedua telapak tangan lantas menghadapkan pada bagian atas, sedikit di atas telinga Bondan. Segenap budi dan rasa telah terpusat pada satu tumpuan pamungkas, tenaga inti Nyi Kirana mulai meresap memasuki setiap simpul syaraf pernapasan dan memperbaiki peredaran darah. Memompa jantung Bondan untuk membantunya agar dapat berdetak tidak terlalu lambat, membongkar setiap sumbatan yang ditimbulkan oleh darah yang membeku.

Keadaan sekitar orang-orang yang melingkari Nyi Kirana dan Bondan menjadi senyap. Tidak ada lagi kesibukan yang melibatkan mereka kecuali angin yang terus bertiup semilir. Tubuh mereka seakan menjadi batang-batang kayu yang kaku membeku. Berulang kali mereka melihat Nyi Kirana menggelengkan kepala dan sesekali mengerutkan kening, terkadang menarik napas panjang.

Dalam keadaan di bawah sadarnya, tubuh Bondan menerima setiap  unsur yang dapat membantunya menuju keseimbangan yang terguncang. Pada beberapa bagian simpul peredaran darahnya, memang terjadi beberapa pergeseran yang menjadi sebab Nyi Kirana keheranan. Betapa ia mendapati simpul penting Bondan telah bergeser dari kedudukannya semula. Meski begitu, ia dapat melanjutkan usahanya membantu Bondan mencapai kesembuhan.

loading...

Perlahan-lahan terdengar tarikan halus dari pernapasan Bondan sebagai tanda bahwa ia mulai dapat bernapas dengan baik. Dada dan perut Bondan terlihat bergerak turun naik selaras dengan setiap udara yang keluar masuk melalui jalur pernapasannya. Dalam keadaan itu, Nyi Kirana mulai mengurangi tenaga intinya yang meresap dalam tubuh anak muda yang terbaring lemas di hadapannya. Wajah Nyi Kirana terlihat pucat dan tubuhnya bersimbah peluh sementara beberapa jengkal dari tubuhnya terasa udara panas yang sangat hebat. Ki Rangga Ken Banawa segera menyadari keadaan Nyi Kirana yang agaknya memaksakan diri untuk mencapai puncak tenaga inti yang dimiliki.

Nyi Kirana menjauhkan tangann dari kepala Bondan dengan pelan. Hampir saja ia terkulai jatuh dari duduknya jika Jalutama tidak segera menyanggah punggungnya.

Jalutama merasakan telapak tangannya seperti memegang bara karena punggung Nyi Kirana yang begitu panas. Satu – dua kali Nyi Kirana menarik napas panjang dan mengatur aliran, sejenak kemudian ia berangsur menjadi dingin dan kembali seperti semula.

Bondan masih terbaring diam tetapi mulai dapat merasakan jika keadaannya semakin membaik. Jari jemarinya sedikit dapat digerakkan dan pendengaran serta penglihatannya berangsur-angsur mulai bekerja kembali dengan wajar. Dada orang-orang di sekitar Bondan terasa menjadi lapang, harapan mereka telah dikabulkan oleh kekuatan yang tidak berada dalam jangkuan mereka. Sebuah keyakinan semakin menancap dalam hati mereka bahwa kekuasaan yang mutlak dan kesempurnaan yang abadi itu memang ada. Sinar mata kebahagiaan terpancar dari Rakryan Rangga Ken Banawa beserta orang-orang lainnya.

“Kita tidak dapat melakukan perjalanan selangkah pun pada hari ini,” berkata pelan Nyi Kirana yang masih bersandar pada Jalutama. Ia melirik Bondan kemudian, ”Anak itu belum dapat menerima guncangan-guncangan sekalipun guncangan yang kecil.”

Ia menoleh pada Ki Rangga kemudian Ki Hanggapati. Nyi Kirana berkata lagi, ”Butir ramuan yang berikan agaknya dapat membantu anak itu untuk segera pulih,” Nyi Kirana berhenti sejenak mengatur napasyang terengah-engah. Lanjutnya lagi,  sambil menatap wajah Bondan dari samping, ”Anak muda! Kau ingatlah kembali pesan-pesan gurumu untuk menata ulang jalur peredaran darah yang sempat berubah kedudukan. Kau benar-benar hebat! Dalam usia seperti sekarang ini telah mampu memindah bagian-bagian penting dalam tubuhnmu.”

Bondan memandang sekelilingnya. Ki Swandanu, Ki Hanggapati, Ki Rangga Ken Banawa terlihat berkerumun di dekatnya, sementara Jalutama dan Nyi Kirana dapat diketahui dari suara mereka berkata-kata.

“Bagaimana keadaan  Ra Jumantara?” tanya Bondan pelan.

“Ia tidak dapat diselamatkan,” jawab Ken Banawa, ” yang lebih penting saat ini adalah kau harus mampu berpikir jernih dan tetap menjaga semangat.”

“Eyang Resi,” desis Bondan.

“Kita segera tiba di Pajang, Ngger,” berkata Ki Swandanu lalu menoleh pada orang-orang yang berada di sekelilingnya.

“Semua akan berjalan baik-baik saja, Ngger. Kita sedang menuju Pajang dan menemui Eyang Resi, tetapi kau harus dapat menjadikan dirimu tenang terlebih dahulu,” kata Ki Hanggapati sambil memegang kening Bondan dan tersenyum.

“Kau mempelajari sebuah bagian ilmu kanuragan yang luar biasa, Ngger. Beberapa simpul urat dan peredaran darah dalam tubuhmu mulai dapat membentuk satu pertahanan yang berbeda dengna orang lain,” pelan Nyi Kirana menyampaikan pujiannya kepada Bondan.

Bondan menganggukkan kepala pelan, kemudian memejamkan mata dan menata bagian-bagian tubuh agar kembali selaras dengan wajar.

Udara mulai beringsut menjadi hangat, sementara kabut mulai menyingkap pelan membuka setiap tabir yang membungkus alam sekitar. Dalam keadaan seperti itu, Ken Banawa dan Ki Hanggapati bergegas menyiapkan kayu dan dedaunan untuk membuat tempat berteduh bagi Bondan yang tidak akan berpindah tempat sehari penuh sesuai pesan Nyi Kirana.

Demikianlah orang-orang itu kemudian bergotong royong membuat beberapa tempat berteduh untuk satu hari yang panjang.

api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Perebutan kitab peninggalan seseorang yang berilmu tinggi dan dihormati Panembahan Senapati mewarnai perselisihan tahta Mataram.

Sementara itu, Kuntala yang sebelumnya melarikan diri dari medan pertempuran, kemudian dihinggapi keraguan ketika matanya memandang ke arah padepokan. Keraguan menghampiri dirinya. Sambil duduk bersandar pada sebatang pohon waru yang sangat besar, katanya dalam hati, ”Di padepokan mungkin sudah tidak ada orang lagi tetapi itu tidak menjamin aku dapat hidup jika tiba di sana dengan selamat. Mpu Jagatmaya mungkin tinggal sendiri di padepokan, sementara Mpu Reksa Rawaja akan tiba di Pajang beberapa hari lagi.”

Kuntala mengeluhkan keadaan dirinya, kemudian mengobati luka-luka dengan ramuan yang ada dalam kantung kecil yang tergantung di ikat pinggang. Kuntala menyadari bahwa keputusannya tidak akan dapat diampuni oleh para pemimpin padepokan. Oleh karenanya, ia kemudian memutuskan untuk mengikuti rombongan Ken Banawa menuju Pajang. Dalam waktu itu, ia beristirahat untuk waktu yang cukup lama sebelum kembali ke tempat mereka bertempur.

Menjelang fajar merekah, Kuntala beranjak bangkit dari tempatnya kemudian berjalan menuju tanah lapang yang saat itu dijadikan perkemahan kecil oleh rombongan Ken Banawa.

“Luar biasa!” desah Kuntala ketika melihat Bondan ternyata masih hidup.  Pujian terucap dari bibirnya sewaktu melihat jasad Ra Jumantara membujur kaku di antara mayat orang padepokan. Ia mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Betapa ia terkejut saat melihat Nyi Kirana sedang menyalurkan tenaga inti untuk mengobati luka dalam yang diderita oleh Bondan.

“Perempuan setan! Ia berpihak pada mereka,” geram Kuntala sembari menggosok-gosokkan kedua telapak tangan. Tetapi Kuntala tahu bahwa ia harus dapat menahan diri. Apabila ia bertindak ceroboh maka orang-orang tangguh yang berada di hadapannya tentu akan mudah meringkusnya.

Wedaran Terkait

Bentrokan di Lereng Gunung Wilis 9

kibanjarasman

Bentrokan di Lereng Gunung Wilis 8

kibanjarasman

Bentrokan di Lereng Gunung Wilis 7

kibanjarasman

Bentrokan di Lereng Gunung Wilis 6

kibanjarasman

Bentrokan di Lereng Gunung Wilis 5

kibanjarasman

Bentrokan di Lereng Gunung Wilis 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.