Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 68

Hujan mereda dan gemuruh angin surut dari pendengaran orang-orang yang berkumpul di dalam ruangan itu. Sejenak perhatian mereka teralihkan pada Agung Sedayu yang belum sempat menimang putrinya yang baru lahir beberapa waktu yang lalu. Namun baru sejenak kemudian mereka mendengar langkah orang berlari-lari.

Sudah tentu Agung Sedayu berada di tengah persimpangan yang sama-sama sulit untuk dipilih jika Mataram dalam keadaan wajar, demikian isi pikiran Ki Patih Mandaraka.. Meski begitu, sesepuh Mataram tersebut sadar bahwa senapati pilihannya itu bukan lelaki cengeng yang dapat merajuk ingin cepat pulang. “Agung Sedayu sadar dengan kekuatan yang dimiliki oleh Raden Atmandaru. Apabila dia mengabaikan keadaan sekarang lalu mengandalkan pertahanan Mataram pada orang lain, tentu dia bukanlah Agung Sedayu yang aku kenal,” ucap Ki Patih dalam hati. Selang beberapa waktu kemudian, Ki Patih Mandaraka menerangkan pada Agung Sedayu tentang keadaan Sangkal Putung yang tidak diketahui oleh senapati tangguh selama menjalani penyembuhan di Pajang.

“Oh, jadi Pangeran Purbaya pun telah turun tangan di sana,” desis Agung Sedayu.

Sedikit demi sedikit, potongan-potongan pergerakan pengikut Raden Atmandaru tersusun rapi di dalam benak Agung Sedayu. Selalu ditandai dengan kerusuhan pada sebuah tempat, pergerakan Raden Atmandaru tetap sulit untuk diperkirakan kemunculannya. Namun demikian, keterlibatan sejumlah petinggi prajurit menjadikan Ki Patih Mandaraka serta Nyi Ageng Banyak Patra harus berhati-hati menyibak kolam yang keruh airnya.

loading...

“Ki Ramapati tentu tidak mungkin bergerak sendiri. Ki Panji Secamerti bahkan secara terang-terangan mengancam keselamatan tiga utusan Ki Patih Mandaraka,” ucap Nyi Ageng Banyak Patra ketika menerangkan alasannya memberi masukan agar Kepatihan mengubah susunan prajurit dan waktu penjagaan.

“Mereka bergerak di bawah satu perintah. Aku tidak dapat menduga, apakah ada orang selain Raden Atmandaru yang duduk sebagai juru siasat?” Ki Patih Mandaraka berkata seakan sedang bertanya pada dirinya sendiri.

“Apakah Eyang dapat melipat jarak dengan Angger Panembahan?” tanya Nyi Banyak Patra.

“Kita sudah mengubah susunan dan juga memindahkan sejumlah orang yang mungkin terhubung erat dengan Raden Atmandaru, tapi aku belum melihat sesuatu yang mencurigakan di sekitar Wayah Panembahan.”

Nyi Banyak Patra mengerutkan kening.

Sambil menghela napas, Ki Patih Mandaraka berkata, “Aku hanya ingin mereka berpikir bahwa Wayah Panembahan telah mengurangi waktu pertemuan dengan kita, orang-orang Kepatihan.”

“Oh, saya dapat mengerti,” ucap Nyi Ageng Banyak Patra.

Dalam waktu itu, Ki Patih Mandaraka terkesan sedang mengurangi waktu untuk menemui Panembahan Hanykrawati. Selain itu, Kepatihan pun terlihat jarang mengirim orang ke keraton Mataram. Siasat itu ternyata memunculkan banyak pendapat bahwa hubungan antara Panembahan Hanykrawati dengan Ki Patih Mandaraka sudah tidak lagi selaras.

Nyi Ageng Banyak Patra berkata, “Seandainya benar seperti yang kita bayangkan, itu adalah pertanda baik. Tapi kita tidak dapat terbuai oleh bayangan yang seakan-akan menjadi kenyataan padahal hanya angan-angan belaka.” Sejurus kemudian, Nyi Banyak Patra memandang wajah Kinasih, tanpa suara yang keluar dari bibirnya.

“Saya akan meninggalkan pertemuan ini bila Guru izinkan. Dan sebagai orang biasa, tentu tidak banyak yang dapat saya perbuat untuk permasalahan ini,” ucap Kinasih dengan nada rendah.

Ki Patih Mandaraka tersenyum, lalu katanya, “Kinasih, engkau tetap dapat melakukan pengamatan serta menjaga pandangan untuk pergerakan mereka. Para pengikut Raden Atmandaru tidak akan dapat mengenalimu. Itu adalah kelebihan yang dimiliki Mataram yang tidak mereka perkirakan.

Dalam waktu itu, Agung Sedayu tidak lagi terkejut, bahkan sudah dapat menduga terlebih dulu. Namun demikian, dia sadar bahwa Kinasih akan mendapatkan tugas yang lebih berat. Maka, Agung Sedayu memilih untuk menunggu keputusan Ki Patih Mandaraka selanjutnya.

“Kinasih,” kata Ki Patih Mandaraka, “dalam waktu yang cukup dekat, kau akan mengemban tugas khusus bersama Agung Sedayu.” Sejenak Ki Patih menoleh pada Ni Ageng Banyak Patra, kemudian berkata, “Sebenarnya aku berencana menempatkan Kinasih di antara dayang yang melayani Wayah Panembahan.  Tapi, kita tahu, jika rencana itu dilaksanakan maka kita sama dengan menempatkan Kinasih dalam bahaya.”

Nyi Banyak Patra dan Agung Sedayu mengangguk. Di alam pikiran, mereka sepakat bahwa Kinasih harus menghafal segala paugeran yang berlaku di dalam istana Panembahan Hanykrawati. Dan tentu, itu akan mendatangkan kecurigaan dari orang-orang Raden Atmandaru yang kemungkinan besar juga sudah berada di dalam keraton. Mereka pasti akan mengawasi dengan seksama setiap orang baru yang memasuki keraton. Bagaimana mungkin Kinasih bergerak di sekitar Panembahan Hanykrawati secara tiba-tiba? Kepala pelayan pasti sulit mencari jawaban bila ditanya asal usul Kinasih. Dari mana gadis itu datang? Siapakah orang tuanya? Di mana dusun tempat dia tinggal? Maka, persiapan itu tentu membutuhkan waktu tambahan sedangkan bentangan hari semakin sempit dalam hitungan Ki Patih Mandaraka dan Nyi Banyak Patra.

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 92

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 91

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 90

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 9

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 89

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 88

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.