Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 69

Sejumlah orang menapakkan kaki sedikit keras sehingga ada kesan buru-buru pada langkah mereka, tapi tidak ada seorang pun yang mendekati ruang pertemuan. Sejauh itu, pembicaraan di dalam ruangan khusus tetap berlangsung dan sepanjang waktu itu pula derap kaki tak kunjung berhenti. Sebenarnya Ki Patih Mandaraka dapat meminta Agung Sedayu atau Kinasih untuk melihat keadaan di luar, tapi untuk sebuah rencana, kehadiran senapati tersebut tetap disembunyikan dari banyak pandangan mata. Ketika sejumlah pokok masalah telah mendapatkan kesimpulan, maka Ki Patih sendirilah yang berjalan menuju pintu  besar lalu melihat dari celah yang sedikit terbuka. Lantas dilihat olehnya beberapa prajurit berjalan cepat, memintas halaman dengan senjata yang masih rapi menggantung di pinggang. Sejenak kemudian, Ki Patih Mandaraka memutar tubuh, lalu memandang tiga orang di sekitarnya dengan kening berkerut.

“Ada apakah, Eyang?” tanya Nyi Ageng Banyak Patra.

Dengan perlahan, Ki Patih Mandaraka melangkah ke arah Nyi Ageng Banyak Patra. “Aku tidak dapat menduganya,” jawab Ki Patih sambil lekat memandang guru Kinasih itu.  Kemudian, dengan setengah berbisik, Ki Patih bertanya, “Jika memang ada sesuatu yang sangat penting, sudah barang tentu mereka tahu keberadaanku. Bila bukan kejadian yang tidak menyenangkan, mengapa mereka tergesa-gesa dan seperti tanpa pengarahan? Ataukah ada sebuah rencana yang sedang dijalankan tanpa sepengetahuanku?”

“Saya akan periksa keadaan,” ucap Nyi Ageng Banyak Patra. Sambil menatap tajam pada muridnya dan Agung Sedayu, dia berkata lagi, “Kalian berdua tetap di sini. Bila terjadi perkelahian di halaman atau di lingkungan Kepatihan dan Ki Patih terlibat, aku tetap melarang kalian menampakkan diri. Pergilah menemui Panembahan, katakan pada beliau dengan seterang-terangnya segala yang terjadi di tempat ini.”

loading...

Dada Agung Sedayu mendesir hebat. Pikirnya, apakah memang ada orang yang sangat nekad menyusup masuk ke istana Kepatihan? Ataukah ada sesuatu di balik kebisingan di luar? Namun andaikata memang benar ada penyusup, tentu saja itu adalah hasil kerja dari rancangan yang cerdas, hanya saja Agung Sedayu tidak ingin terjebak dengan pertanyaan yang muncul dari dalam dirinya.

Tidak hanya Agung Sedayu, Kinasih pun termangu-mangu mendengar percakapan dua sesepuh Mataram yang berada di dekatnya. Dia berkata dalam hati, “Ini tentu kegilaan luar biasa jika lawan berhasil menyusup istana Kepatihan. Mungkin dia memang mempunyai tabungan nyawa!”

Ketika Nyi Ageng Banyak Patra melesat keluar, Ki Patih memandanginya sambil menduga-duga rancangan siasat yang digelar oleh perempuan sakti itu. Memang tidak banyak yang dijelaskan dengan rinci oleh Nyi Ageng Banyak Patra padanya, dan tentu saja ada pertimbangan masuk akal atas perbuatan tersebut. Ya, guru Kinasih itu mempertimbangkan kesehatan Ki Patih Mandaraka yang telah berusia senja. Sementara dalam waktu itu, sepanjang waktu selama tinggal di Kepatihan, Nyi Ageng Banyak Patra banyak mengambil peran keprajuritan atas izin Ki Patih Mandaraka.

Guru Kinasih tersebut bergerak cepat, menghindari jalan dan lorong yang memungkinkannya berpapasan dengan prajurit atau peronda. Sekejap kemudian, Nyi Ageng Banyak Patra bertemu empat dengan Ki Demang Brumbung. Melalui tangan senapati inilah, Nyi Ageng Banyak Patra mengubah jalur lintas para peronda serta waktu jaga para prajurit yang bertugas di Kepatihan. “Ki Demang, sudah barang tentu mereka menempatkan di sekitar kita, baik di dalam Kepatihan maupun di luar,” kata Nyi Banyak Patra pada Ki Demang Brumbung di dalam bangunan yang terletak di sebelah timur gardu jaga yang berada di belakang Kepatihan.

“Benar, Nyi Ageng,” sahut Ki Demang Brumbung, “kita juga bekerja dengan cara yang dengan mereka.”

Nyi Ageng Banyak Patra mengangguk, kemudian berkata, “Hanya saja, kecepatan membaca perkembangan dan membuat keputusan akan menjadi pembeda. Ki Demang, sedikit lagi matahari akan terbungkus awan.”

Ki Demang Brumbung mengernyitkan dahi. Prajurit Mataram ini sudah berpandangan bahwa awan hitam kecil-kecil mulai berarak lalu meluas di atas langit Mataram. Sebentar lagi akan turun hujan. Ketika itu terjadi, retakan-retakan tanah di pategalan dan kebun-kebun yang kering akan menumbuhkan rumput liar. Dan Mataram akan terkepung dan tenggelam dalam lautan rumput. Ki Demang Brumbung berpikir sebentar, lalu katanya, “Apa yang menjadi lanjutan dari rencana Panjenengan, Nyi?”

Pupuran sak durunge benjut,” ucap lirih Nyi Ageng Banyak Patra. Meskipun guru Kinasih itu tidak pernah mendapatkan arahan tentang segala hal keprajuritan, tetapi ayahnya adalah orang yang bergelar Panembahan Senapati, pemimpin tertinggi para prajurit atau panglima yang utama. Dengan berbisik, Nyi Ageng Banyak Patra mengungkapkan isi pikirannya pada Ki Demang Brumbung.

Muncullah penilaian yang tinggi dari Ki Demang Brumbung untuk Nyi Ageng Banyak Patra. Kecerdasan guru Kinasih mencuat lalu menjulang tinggi. Nalar tajam putri Raden Ngabehi Loring Pasar  dapat membaca arah pergerakan pengikut Raden Atmandaru. Pada pembicaraan itu, terbit gagasan untuk mengembangkan siasat dom sumurup ing banyu. Ki Demang Brumbung tidak segera memberi tanggapan. Hanya saja, pikirannya ingin menolak pengembangan rencana tersebut. “Tapi, aku tidak mempunyai alasan kuat penolakan,” kata Ki Demang Brumbung dalam hati. “Lagipula, sekalipun terlihat mustahil diterapkan, aku harus mengakui bahwa itu adalah siasat yang sangat cerdas.” Walau demikian, Ki Demang Brumbung merasa bahwa dirinya mungkin belum terbuka menerima pendapat Nyi Banyak Patra, maka kemudian dia berkata, “Seandainya tidak memberatkan, saya mohon Guru dapat mengulang penjelasan hingga saya benar-benar paham dan mengerti.”

Nyi Ageng Banyak Patra memandang Ki Demang Brumbung sejenak. Dia tidakkeberatan dipanggil guru oleh Ki Demang. Mungkin itu caranya untuk menghormati seseorang dan juga menempatkan diri di depan orang tersebut, pikir guru Kinasih. Kemudian, atas permintaan Ki Demang Brumbung, Nyi Banyak Patra berkata, “Banyak prajurit yang bertugas di Kepatihan. Mungkin jumlahnya puluhan orang, tapi kita tidak dapat membedakan orang per orang yang setia pada Mataram dan yang memutar arah. Sebagian dari mereka bersentuhan langsung dengan Ki Demang atau Ki Patih, dan itu sebenarnya sudah menjadi satu persoalan.”

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 92

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 91

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 90

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 9

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 89

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 88

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.