Padepokan Witasem
cerita silat jawa, bara di borobudur, cerita silat majapahit, cerita silat bondan, cerita silat kolosal
Bab 7 Taring yang Mengancam

Taring yang Mengancam 3

Dalam penilaian Feng Kong Li, lawannya itu cukup tangguh untuk melayaninya hingga terik matahari sanggup membuat kulit kepala. Namun, dia benar-benar tidak menduga sama sekali bahwa lawannya begitu ringan menyapu segala kelebihan pengawal kademangan. Meski demikian, dia tidak sempat merenungi kemampuan lawannya. Sekejap kemudian, Feng Kong Li menerjang lalu melibat Ki Wanasinga dalam perkelahian yang seru.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata sedang mengawasi perkelahian yang terjadi, lalu bertepuk tangan perlahan sambil melangkah turun dari pendapa.

“Baguslah, kalian telah saling berkenalan dengan cara yang cukup aneh,” kata lelaki sambil menapaki anak tangga satu demi satu. Seketika Feng Kong Li dan Ki Wanasinga melompat surut kemudian memandang lelaki itu.

“Ki Juru Manyuran!” seru Feng Kong Li. Lantas dia mendekati Ki Juru Manyuran dan segera diikuti oleh anak-anak muda.  Kemudian mereka berjalan di belakang Ki Juru Manyuran bersama Ki Marta.

loading...

Sementara itu, pandang menyelidik seketika terlontar keluar dari dua mata Ki Wanasinga. Pikirnya, inilah Ki Demang Juru Manyuran, seorang saudagar kaya raya yang bertempat tinggal di sebuah pedukuhan yang berjarak ratusan tombak di sebelah barat Pajang. Orang ini pula yang dilaporkan sedang mengumpulkan  banyak anak-anak muda untuk menandingi kekuatan prajurit Pajang.

Ki Juru Manyuran tersenyum saat memandang Ki Wanasinga dan dua temannya bergantian. Sambil mengangguk hormat, Ki Juru Manyuran berkata, ”Selamat datang di pedukuhan kami yang kecil, Ki Wanasinga dan Ki Sanak berdua.”

Tiga orang yang disapa itu segera membalas penghormatan Ki Juru Manyuran, lalu Ki Wanasinga berkata tinggi, ”Aku tidak mengira ada orang berilmu tinggi di halaman Ki Juru.” Ia mengerling ke arah Ki Marta dengan tatap mata meremehkan.

Ki Marta agaknya tidak menaruh perhatian pada sikap dan tatap mata Ki Wanasinga yang memandang rendah terhadapnya, tetapi anak-anak muda yang berada di belakangnya hampir saja kembali menerjang Ki Wanasinga apabila tidak segera dicegah oleh Ki Marta.

“Biarlah tiga orang itu berkata apa saja tentang kita, terutama tentang diriku. Abaikan. Kalian harus mulai belajar untuk meluaskan pandangan. Mungkin saja kita akan dapat memanfaatkan kehadirannya untuk memasuki Pajang. Tetapi kalian harus dapat menahan diri sampai jatuh perintah dari Ki Juru,” pelan Ki Marta berdesis pada anak-anak muda pedukuhan. Mereka saling berpandangan kemudian menganggukkan kepala mengikuti masukan Ki Marta.

“Marilah, Ki Sanak bertiga,” ajak Ki Juru Manyuran pada tiga tamunya sambil berjalan menuju pendapa yang cukup luas. Di tengah pendapa telah terhampar tiga tikar pandan berwarna coklat dan hidangan wedang jahe sere telah disajikan di atas tikar.

“Saya akan menemani anak-anak kembali berlatih bersama Tuan feng Kong Li di pekarangan belakang, Ki Juru,” kata Ki Marta seraya minta diri.

Ki Juru Manyuran menganggukkan kepala dan berkata sambil menepuk pundak Ki Marta, ”Memang seperti itulah sikap mereka. Selalu memandang diri yang terbaik.” Ki Marta mendengarnya tapi tidak mengucap kata-kata. Sekilas dia bertatap pandang dengan Feng Kong Li yang rapat mengatupkan bibir dan berdiri angkuh di ujung pendapa. Tanpa berpamitan terlbeih dulu pada Ki Juru Manyuran, Feng Kong Li melesat keluar dari pendapa, menuju tempat latihan yang terletak di halaman belakang rumah Ki Juru Manyuran.

Tak lama berselang, Ki Marta serta anak-anak muda yang sempat terlibat perkelahian dengan Ki Wanasinga, berjalan cepat menuju pekarangan sanggar terbuka untuk melahap latihan-latihan selanjutnya.

Ki Juru Manyuran memang bersungguh-sungguh untuk mempersiapkan setiap tahapan yang ingin diraihnya. Untuk itulah beberapa sanggar terbuka telah terhampar di banyak tempat di kademangan. Sebagian berupa tanah lapang dengan belasan tonggak kayu yang ditancapkan. Di sisi lain, ada tali temali dari serabut kelapa yang melintang di banyak dahan. Sedangkan pada sanggar yang berdekatan dengan rumah Ki Juru, ada beberapa papan yang dijadikan sebagai sasaran berlatih dan terlihat juga berbagai bentuk senjata yang menempel pada sebuah gardu khusus.

Dalam waktu itu, sebelum Tung Fat Ce dan kawan-kawannya datang, Ki Juru Manyuran mengandalkan Ki Marta seorang diri untuk meletakkan dasar-dasar olah kanuragan. Dan ketika kabar kehadiran empat orang asing di Kademangan Grajegan mulai tersebar memenuhi lereng-lereng di antara Merapi dan Mebabu, dia mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk melakukan pengamatan. menemui empat orang asing yang berada di Kademangan Grajegan. Tiga atau empat pekan berlalu dengan hasil pengamatan yang telah diterima oleh Ki Juru Manyuran secara lengkap, hingga kemudian orang-orang asing dari tanah seberang itu pun bekerja di kademangan.

* – * – * – *

Kesenjangan hubungan antara Pajang dan kotaraja benar-benar tidak luput dari pengamatan para petinggi yang mengelilingi Maharaja Jayanegara. Kerapuhan itu segera dimanfaatkan sepenuhnya oleh salah satu dari mereka untuk mendekati orang-orang yang dipandang penting dan berkemampuan kuat. Lambat laun jalinan itu semakin kuat sehingga Ki Juru Manyuran pun mendapatkan jalur khusus untuk berhubungan dengan Pang Randu. Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atas sebuah kepentingan.

Pada masa pemerintahan Sri Raja Jayanegara, hubungan Majapahit dengan kerajaa-kerajaan di bawahnya memang tidak serasi. Hal itu mempunyai banyak kemungkinan yang dapat dijadikan sebab, terutama terkikisnya kepercayaan raja Majapahit pada orang-orang yang pernah membantu Raden Wijaya. Kerenggangan hubungan dan melonggarnya waktu pertemuan akhirnya membuat lubang kecil yang dapat diubah menjadi peluang oleh petinggi Majapahit. Kali ini, Pang Randu mampu meyakinkan seseorang yang mempunyai pengaruh luas agar bersedia membantu Ki Juru Manyuran.

“Apa yang bisa aku harapkan dari orang yang kau panggil Ki Juru Manyuran?” orang itu bertanya pada Pang Randu.

“Mengambil alih Pajang, Kakang,” jawab Pang Randu.

“Nah, dengan demikian, kita dapat mengukur kekuatan raja dungu itu di tempat yang jauh dari jangkauan orang-orang yang selama ini melindunginya,” berkata orang bertubuh agak gemuk dan mengenakan gelang emas yang bertabur intan pada kedua lengannya.

“Aku harap memang seperti itu yang akan terjadi,” tukas Pang Randu yang berusia lebih muda dan berambut panjang.

Wedaran Terkait

Taring yang Mengancam Pajang 9

kibanjarasman

Taring yang Mengancam Pajang 8

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 7

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 6

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 5

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.