Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 72

“Raden Atmandaru, kau pasti tahu bahwa dia sudah menyusupkan orang di sini ataupun di sekitar Wayah Panembahan. Mereka tentu mempunyai jaringan yang berlapis-lapis pada setiap kedudukan. Demang, rangga, panji dan tumenggung adalah kedudukan yang tepat untuk yang tinggi agar dapat saling berhubungan dan menyusun kekuatan.  Mataram pun telah berlubang pada bagian tersebut,” kata Ki Patih Mandaraka dengan kening berkerut. Dia memikirkan sesuatu yang penting, tampaknya.

“Saya belum sepenuhnya dapat mempelajari perkembangan yang terjadi begitu cepat di kotaraja. Memang, saya sudah mendengar Ki Panji Secamerti. Bahkan, masih segar dalam ingatan saya tentang Ki Rangga Ramapati yang terlibat perkelahian di Slumpring. Apabila saya memandang kejadian tersebut, maka jelas bagi saya bahwa mereka sudah terjalin erat dan rapi sehingga seluruh laporan-laporan pengamatan dapat mereka ketahui,” kata Agung Sedayu. Kemudian dia melanjutkan ucapan dengan suara pelan, “Tidak ada jalan pintas yang terhubung langsung antara Tanah Perdikan dengan kotaraja. Meskipun pasukan khusus berkuda sangat cepat dan tanpa istirahat, tetapi kabar tentang pergerakan kami akan tiba terlebih dulu di kotaraja.”

Ki Patih Mandaraka mengangguk. “Kita tidak dapat berandai-andai dengan mendasarkannya pada ungkapan niat yang sudah benar. Pengikut Raden Atmandaru dapat bersikap buas jika mendapatkan peringatan terlebih dahulu.”

Agung Sedayu menarik napas dalam-dalam sambil membenarkan pendapat Ki Patih Mandaraka. Bahkan, menurut Agung Sedayu, mereka adalah sekawanan liar yang mendapatkan ruang bebas ketika lepas dari kerangkeng kayu. Tanpa sebab serta alasan yang masuk akal, Raden Atmandaru memerintahkan pengikutnya untuk membakar pasar-pasar di Tanah Perdikan Menoreh. Tak cukup di situ, mereka meluaskan keonaran hingga Kademangan Sangkal Putung. “Ini bukan persoalan sederhana yang mudah dipecahkan. Raden Atmandaru telah membuat banyak hubungan dengan orang-orang yang berpengaruh di Mataram,” pikir Agung Sedayu. Dalam perkembangan rumit tersebut, Agung Sedayu bersyukur di dalam hatinya bahwa penggerak makar tidak menggunakan orang-orang yang kurang mempunyai tata susila. Dengan demikian, nyaris tidak ada keributan di dalam kotaraja sebagaimana dahulu, yaitu ketika Glagah Putih bergabung di dalam kelompok Gajah Liwung untuk mengatasi kekacauan yang disebabkan ooeh tingkah anak-anak muda.

loading...

Sejumlah pelayan berjalan memasuki ruangan atas izin Ki Patih Mandaraka. Mereka tidak mempunyai keperluan selain menarik hidangan lalu menggantikan dengan makanan serta minuman yang baru. Ada tersaji wedang jahe dengan pemanis gula aren, kemudian wedang uwuh lalu rebusan polo pendem.

“Mungkin hanya ada satu jalan untuk menghadang laju pergerakan mereka,” ucap Ki Patih Mandaraka pada Agung Sedayu. “Sedayu, apakah kau sanggup bekerja sama dengan orang-orang yang tidak berasal dari pasukan khusus?“

Sekilas pertanyaan itu terdengar cukup janggal dari seorang patih pada prajurit. Bukankah setiap prajurit dituntut dapat bekerja sama dengan semua orang di segala tempat? Namun bagi Agung Sedayu, perkataan Ki Patih Mandaraka lebih dari yang dipahami oleh kebanyakan orang. Pertanyaan itu terkait dengan siasat yang segera diterapkan oleh Ki Patih dan mempunyai arti kepercayaan dalam menjalankan tugas rahasia.

“Saya, Ki Patih,” jawab Agung Sedayu penuh keyakinan dan percaya diri. Nyaris bersamaan, dia memandang Kinasih sambil mengharap izin dari gadis itu terkait dengan pemulihan dirinya.

Dapat  menangkap maksud Agung Sedayu yang disampaikan melalui tatapan mata, Kinasih kemudian berkata, “Apabila tidak ada pengerahan tenaga cadangan dalam waktu sepekan ini, saya berharap Guru menilai baik ketahanan Ki Rangga.”

Ki Patih Mandaraka memandang bergantian, lalu ucapnya, “Baiklah. Aku kira kita tidak perlu menunggu waktu selama itu. Nyi Banyak Patra tentu sedang menemui seseorang yang dianggapnya penting pada saat ini. Dia akan kembali dengan membawa sesuatu yang sedang aku tunggu.” Ki Patih menyentuh dagunya dengan ibu jari, kemudian berkata, “Mataram tidak dapat dikatakan sudah berhasil mengatasi kesulitannya lalu berkembang tanpa kendala. Banyak hambatan untuk mencapai kejayaan seperti yang pernah dicapai oleh Demak maupun Majapahit. Sekarang, kita tidak sedang berbicara untuk tujuan itu. Raden Atmandaru adalah halangan terselubung yang benar-benar dapat membelokkan arah Mataram.”

Terbayanglah oleh Agung Sedayu dan Kinasih hijaunya tanaman yang membentang dari padukuhan ke padukuhan yang lain, dari kademangan ke kademangan yang tersebar di seluruh wilayah Mataram. Bulir padi berayun dihembus napas angin yang lembut. Ada cinta di Mataram yang mengayomi semua orang yang hidup di dalamnya. Ada kedamaian di sana,

“Sedayu,” ucap tegas Ki Patih Mandaraka yang menghentak jiwani senapati pasukan khusus itu. “Prajurit dan senapati sudah banyak mengenalmu, baik wajah maupun bentuk tubuh. Aku memintamu untuk menyamar setelah kita lewati malam ini. Masuklah kemudian ke istana Panembahan Hanykrawati, temuilah Raden Mas Rangsang yang merangkap kedudukan sebagai kepala pengawal raja.” Ki Patih Mandaraka kemudian menyerahkan sekeping logam berukir pada Agung Sedayu sambil berkata, “Wayah Pangeran akan mengetahui dan segera memahami yang harus dilakukannya.”

Agung Sedayu mengangguk lalu menyimpan logam itu di balik kantung pakaiannya.

Usai menerangkan segala yang harus dilakukan oleh Agung Sedayu mengenai benteng pendem yang diinginkannya, lantas Ki Patih menatap tajam Kinasih, lalu berucap, “Kau, Kinasih, menjadi bagian benteng pendem yang akan dibentuk kemudian oleh Agung Sedayu. Kepandaian serta kemampuanmu membaca perkembangan segera dibutuhkan Mataram dalam waktu yang sangat dekat.”

Kinasih menyatakan kesanggupan. Dia tidak lagi memerlukan izin dari gurunya. “Ini terkait dengan keselamatan Mataram dan banyak orang. Guru pasti merestuiku,” ucap Kinasih dalam hati.

Benteng pendem harus mempunyai bentuk dan pola yang sama dengan gelar Cakrabyuha. Agung Sedayu, setelah kau dan Wayah Pangeran dapat membatasi ruang gerak mereka di dalam istana, berikutnya adalah mendorong mereka keluar dari sana tanpa keributan. Dan pada saat yang bersamaan, aku akan perintahkan Ki Demang Brumbung yang dibantu Nyi Banyak Patra untuk menghimpit mereka di dalam kota,” tegas Ki Patih Mandaraka.

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 92

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 91

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 90

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 9

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 89

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 88

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.