“Tidak seharusnya kita mengalami kejadian semacam ini bila Gagak Panji tidak bersikap janggal,” sungut seorang senapati ketika ia mencoba merapatkan kapalnya pada sebuah kapal Demak yang mulai condong sebelah.
“Benar!” sahut seorang senapati berpangkat lurah dari sisi yang agak jauh darinya.
“Tetapi kita tak dapat menyalahkan keputusannya,” kata orang pertama seraya melemparkan sauh pada kapal yang akan tenggelam itu agar kemudian dapat ditahan sedikit lama. Ia berbuat itu supaya para prajurit berkesempatan membantu kawan-kawannya untuk berpindah kapal.
Tak seorang pun yang menanggapi perkataan pemimpinnya. Namun mereka semua seperti telah mendapat satu pemikiran yang sama bahwa hentakan ilmu Gagak Panji telah membuat mereka was-was. Jantung berdebar tanpa aturan. Bahkan beberapa orang merasa telah berpisah dengan jantungnya. Mereka melihat Gagak Panji seperti sosok iblis di tengah lautan..
“Kita menghadapi iblis!”
“Aku kira kita sedang bertarung dengan sekelompok hantu laut!”
Tandang Gagak Panji telah menggetarkan prajurit yang berada di dalam setiap kapal perang dan benar-benar mengecilkan arti sebuah keberanian bagi pasukan Demak. Namun mereka memiliki Raden Trenggana dan kehadiran pemimpin tertinggi mereka di tengah-tengah pertempuran ternyata mampu menjaga semangat juang para prajurit Demak. Meski demikian, setiap kali mereka melihat pergerakan Gagak Panji maka jantung mereka menggetar hebat.
Ditambah kehebatan Semambung yang lebih banyak berada di bawah permukaan, maka sebenarnya para pemimpin pasukan Demak tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa perlawanan orang-orang Blambangan benar-benar di luar dugaan mereka.
Pertempuran yang telah berlangsung dua hari ini memberi bukti bahwa Blambangan masih mampu menjaga keseimbangan. Bahkan lebih dari itu, seorang senapati yang berada dalam kapal yang sama dengan Raden Trenggana mempunyai pendapat bahwa pertempuran akan berlangsung lebih lama dari yang mereka perkirakan sebelumnya.
“Ketinggian ilmu Ki Jala Sayuta agaknya menemui lawan yang sepadan, Raden,” kata Lembu Ancak, seorang lelaki bertubuh sedang dan berusia sedikit lebih tua dari Gagak Panji.
“Kau tidak salah membuat penilaian, Ki Tumenggung,” sahut Raden Trenggana.
“Bila keadaan seperti ini berlarut hingga senja, saya khawatir kita tidak akan mampu mencapai daratan dalam sepekan.” kata Lembu Ancak selangkah maju. Ia mendatangi kapal Raden Trenggana dengan cara yang luar biasa. Betapa ia seperti menunggang kuda di atas air ketika perahu kecil yang dinaikinya melaju diatas puncak gelombang. Perahu Lembu Ancak melesat cepat di antara debur gelombang saat ilmu Bumi Handaru dilepaskan oleh Gagak Panji. Lembu Ancak membawa perahunya menuju puncak gelombang, sambil memukulkan dayung pada badan air, perahu Lembu Ancak pun melayang seperti terbang menuju puncak gelombang yang lain.
Lembu Ancak bertukar tempat dengan Gending Pamungkas yang mendapat tugas khusus dari Raden Trenggana untuk menghadapi Gagak Panji. Gagah berdiri selangkah di belakang penguasa Demak, Lembu Ancak mengakui dalam hatinya bahwa pertempuran pada hari kedua ini benar-benar berlangsung dengan cara yang tidak biasa. Dua senapati Blambangan mampu menggedor benteng laut prajurit Demak. Ketinggian ilmu mereka mampu menutup kelemahan dari segi jumlah yang ada pada angkatan laut Blambangan. Sebenarnya gelar pasukan sampan ini disiapkan oleh Mpu Badandan sebagai pengalih perhatian yang merangkap ganda sebagai barisan perusak pertahanan lawan, demikian sebagian kecil siasat yang diterapkan oleh Mpu Badandan yang dipercaya Hyang Menak Gudra untuk mengendalikan kekuatan Blambangan secara penuh.
Dengan demikian, maka menurut Lembu Ancak, susunan baris kapal angkatan perang Demak dan Blambangan yang porak poranda akibat terjangan ilmu lapis tinggi telah mengacaukan segala perkiraan yang dibuat sebelumnya.
“Walaupun panglima Blambangan pada hari ini telah menghitung dengan cermat segala kemungkinan yang terjadi, tetapi perlawanan Ki Jala Sayuta dan petunjuk Raden telah memaksa mereka melaksanakan rencana lain,” Lembu Ancak menambahkan.
“Itu akan terjadi bila mereka memang telah mempersiapkannya,” ucap Raden Trenggana tetapi masih belum mengalihkan perhatiannya dari Gagak Panji. “Kehadiranmu di antara Gending Pamungkas dan Gagak Panji harus memaksa panglima mereka menarik mundur pasukan.”
“Apakah peperangan ini akan beralih ke daratan?”
“Aku harap memang seperti itu,” kata Raden Trenggana lalu diam sejenak. Agaknya ia menunggu pendapat yang mungkin akan terucap dari Lembu Ancak. Tetapi Lembu Ancak hanya berdiri mematung dengan mata lekat mengarah pada Gending Pamungkas yang melesat deras menuju Gagak Panji.