Padepokan Witasem
arya penangsang, pangeran benawa, silat pajang, demak
Bab 10 Lamun Parastra Ing Pungkasan

Lamun Parastra Ing Pungkasan 9

“Jika Ki Jala Sayuta masih hidup, mereka akan membawanya ke kapal Demak yang terdekat. Dan itu akan kita ketahui besok. Sekarang, kita anggap Ki Jala Sayuta gugur, tentu tubuhnya akan mengapung. Setiap orang yang melihatnya harus memastikan bahwa jenazahnya benar-benar dapat dirawat sewajarnya. Apakah kita dapat mengakhiri perbincangan mengenai Ki Jala Sayuta?” tanya Raden Trenggana pada pemimpin-pemimpin pasukan.

“Sesuai kehendak Raden,” jawab mereka serempak.

Sebelumnya, pada setiap pertemuan di Demak, kalangan senapati merasa yakin bahwa kekuatan mereka akan sulit ditandingi oleh Blambangan. Namun demikian, para senapati itu tidak bersikap gegabah. Menurut laporan-laporan dari petugas sandi dan berita-berita yang dikabarkan pedagang, persiapan Blambangan sangat sulit diketahui. Maka dari itu, pertempuran sepanjang hari pertama, sedikit banyak, mendatangkan rasa lega. Sikap hati-hati yang mereka terapkan dari awal serangan benar-benar menjadi perisai yang mampu menyelamatkan Demak dari bencana lebih besar.

Dalam waktu itu, Raden Trenggana membentuk satuan tugas yang beranggotakan sedikit orang untuk mengimbangi kecepatan pasukan khusus Blambangan. Demak belajar banyak dari peperangan di hari pertama. Gugus tempur itu harus dapat mencegah orang-orang Blambangan mendekatikapal perang Demak. Raden Trenggana tidak ingin menambah jumlah korban dan kapal perang yang tenggelam akibat dibakar oleh orang-orang Blambangan.

loading...

“Mungkin mereka kalah jumlah dengan kita. Baik dari segi jumlah kapal perang maupun prajurit. Namun Blambangan mempunyai kelebihan yang sudah sepatutnya menjadi perhitungan kita. Kalian harus mengingat kedekatan Blambangan dengan perairan. Mereka lebih menguasai medan pertempuran. Bukan tidak mungkin jika mereka mengingat di luar kepala tentang bagian-bagian laut yang terdalam, ruang terbuka yang berarus lebih kuat dan sebagainya. Itu, kemampuan itu, kemungkinan itu, jangan sampai lepas dari pengamatan kalian,” tegas Raden Trenggana.

“Kami dengar, Raden.”

Selepas mengucapkan peringatan yang sangat tegas, Raden Trenggana mulai menguraikan siasat tempur untuk esok pagi.

 

Di tengah kubu pertahanan Blambangan.

“Sebenarnya saya tidak menghendaki adanya pertempuran di tengah laut. Namun, segala yang dimiliki oleh Demak ternyata memaksa kita bergerak ke arah yang menyimpang. Baiklah, saya tidak mempersoalkan itu,” ucap Mpu Badandan di depan para pemimpin perang Blambangan. Sejenak kemudian, Mpu Badandan meminta seorang lurah yang menjadi pemimpin pasukan sandi untuk memberikan pandangan baru.

Ki Wirya Sentanu, demikian namanya, kemudian berdiri di depan belasan orang yang memandangnya dengan sinar mata yang memancarkan harapan yang sama. Kata Ki Wirya Sentanu kemudian, “Saya telah mengumpulkan banyak laporan dari kadipaten-kadipaten yang berdiri sejajar dengan Blambangan.  Mereka menyatakan, hampir semua mempunyai kesaksian yang sama, bahwa Demak memang mengirimkan sejumlah satuan prajurit yang bergerak melalui jalur darat. Dan, sebagaimana pesan dari Pangeran Tawang Balun dan Mpu Badandan, bahwa mereka harus dibiarkan lewat. Bila mereka berkehendak mengambil sebuah wilayah, kita semua harus tunduk pada pesan beliau berdua.” Barang sejenak, Ki Wirya Sentanu berpaling pada Mpu Badandan, lalu berkata, “Apakah saya melewatkan pesan Anda berdua, Mpu?”

Mpu Badandan menggeleng, kemudian meminta Ki Wirya Sentanu melanjutkan laporannya.

“Seperti yang telah menjadi dugaan atau perkiraan yang menjadi nyata adalah…” Ki Wirya Sentanu menata napas sesaat, lanjutnya, “… Demak membuat pengumuman bahwa mereka telah menguasai atau mengendalikan wilayah-wilayah yang dimasukinya.”

Seketika suara riuh yang bernada geram dan kecaman menggaung di dalam tenda besar Mpu Badandan. Dalam waktu itu, Gagak Panji mengatupkan bibir rapat-rapat. Ia terkenang pada pertemuan yang digelar oleh Pangeran Parikesit – pertemuan yang memunculkan pikiran-pikiran yang kemudian berkembang dan nyaris sesuai dengan keterangan Ki Wirya Sentanu. “Apakah Paman Trenggana telah gila dengan kekuasaan atau bagaimanakah yang sebenarnya terjadi di dalam dirinya?” desah tanya Gagak Panji dalam hatinya. ”Buah kekeliruan akhirnya berakibat terlalu panjang. Namun aku tidak dapat membebankan semua kesalahan pada pundak beliau. Para pembisik tetap berputar di dekat Paman Trenggana. Ah, ini akan menyulitkannya,” keluh Gagak Panji. Meski demikian, ia tetap berpijak pada anjuran Pangeran Parikesit bahwa mereka akan menjaga harapan Raden Trenggana dengan segenap kekuatan dan tenaga.

“Semua orang menyuarakan setuju dengan pengumuman itu. Sejujurnya, aku tidak dapat menerima laporan ini. Ini, ini benar-benar membuatku marah!” seru Ki Tumenggung Prabasena. Sebelah kakinya menjejak tanah, tiba-tiba tubuhnya melayang jungkir balik, lalu berdiri di samping Ki Wirya Sentanu. Sekejap kemudian ia ingin mengatakan sesuatu namun isyarat tangan Mpu Badandan memaksanya untuk membatalkan niat. “Ki Wirya, silahkan melanjutkan laporan,” ucap Ki Tumenggung Prabasena dengan nada lirih sambil menahan geram dalam hatinya.

Wedaran Terkait

Lamun Parastra Ing Pungkasan 8

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 7

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 6

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 5

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 4

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 36 (Telah Terbit Bentuk PDF)

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.