Padepokan Witasem
arya penangsang, pangeran benawa, silat pajang, demak
Bab 10 Lamun Parastra Ing Pungkasan

Lamun Parastra Ing Pungkasan 8

Gerak-gerik Gagak Panji tidak terlepas dari sepasang mata yang memandangnya gelisah. Permukaan perairan lepas pantai Panarukan seperti dilanda badai prahara yang benar-benar dahsyat. Menurut perhitungannya, akibat yang ditimbulkan oleh dua senapati Blambangan dapat mempengaruhi ketahanan tempur pasukannya. “Meski sama-sama kehilangan kapal dan pasukan, mereka adalah tuan rumah,” desis Raden Trenggana dalam hati.

Dalam waktu itu, Raden Trenggana berpikir ulang tentang siasat yang sedang digelar. Kemampuan perang yang dimiliki prajurit Blambangan, meski tidak membuatnya terkejut, tetap saja mendatangkan kecemasan dalam hatinya. Pertahanan kokoh dan mampu melibas barisan depannya dapat menjadikan perang semakin panjang. Korban akan semakin banyak berjatuhan di pihaknya. Sedangkan bantuan dari daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Blambangan belum terlihat pada hari itu. Apabila mereka datang, dua sayap pada pihaknya akan mendapatkan serangan yang pasti  disertai kemampuan yang sangat kuat.

Petang serasa lebih cepat datang. Garis cakrawala begitu dekat dalam jangkauan matahari. Bayangan tiang dan layar memanjang terlihat seperti jajaran pegunungan yang membentang di wailayah Blambangan.

Pulung Pikatan, yang berada di belakang Raden Trenggana, turut memandang medan pertempuran dengan raut gelisah. “Mungkinkah ada tempat untuk bersembunyi?” ia bertanya dalam hati. Sebuah pertanyaan yang wajar ketika pertempuran memberi kenyataan yang jauh melewati dugaan. Pikiran Pulung Pikatan cukup beralasan karena ia tidak melihat kapal perang Blambangan yang berukuran besar di sekitar medan.

loading...

“Pikatan,” kata Raden Trenggana, “apakah engkau dapat membuka hubungan dengan para perwira tentang persediaan senjata mereka?”

Pulung Pikatan memandang keluar, mengukur jarak matahari dari garis cakrawala, lalu jawabnya, “Itu dapat saya lakukan, tetapi ada kekhawatiran apabila mereka mengetahuinya.”

“Mereka tidak akan dapat memperkirakan. Blambangan terlalu sibuk menyambut kemenangan Gagak Panji,” ucap Raden Trenggana.

Pulung Pikatan mendengar dan tidak ada keinginan darinya untuk memberi tanggapan. Mungkin benar yang dikatakan oleh pemimpin Demak itu, pikirnya, Blambangan sedang memusatkan semua harapan untuk meraih kemenangan pada hari pertama. “Saya segera lakukan, Raden,” kata Pulung Pikatan kemudian lalu keluar dari bilik kemudi. Melakukan penghitungan ulang tentang persediaan senjata itu berarti sama dengan mempertimbangkan bahan makanan yang ada. Mungkin Raden Trenggana telah memperkirakan bahwa peperangan akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Mungkin tidak dalam satu atau empat pekan, dan itu artinya dapat berlangsung dua atau lima bulan.

Genderang dan terompet segera berkumandang dengan nada berlainan. Sejumlah bendera kecil dan benda-benda berkilau memenuhi geladak kapal angkatan perang Demak. Mereka memberi jawaban pada panglima perang Demak melalui cara yang hanya diketahui sedikit orang.

Angin malam berhembus kencang, melsat deras di atas permukaan air laut, menghantam dinding-dinding kapal yang membuang sauh di lepas pantai Panarukan. Dengan menggunakan perahu-perahu berukuran kecil, sejumlah senapati dan orang-orang yang dinilai mempunyai kemampuan melaksanakan gelar perang telah berkumpul di kapal Raden Trenggana. Suasana tegang menyelimuti ruangan berukuran sedang. Garis otot wajah Raden Trenggana benar-benar menunjukkan bahwa Blambangan telah berubah sepenuhnya! Meski sebagian senapati Demak tidak menganggap peperangan pada hari pertama itu sebagai kemenangan Blambangan, tetapi secara keseluruhan, mereka setuju bahwa perlawanan prajurit Blambangan memang di luar dugaan. Terlebih dengan ketidakhadiran Ki Jala Sayuta pada pertemuan malam itu.

“Jika Ki Jala Sayuta masih hidup, apakah pada saat ini beliau menjadi tawanan? Saya cukup khawatir apabila itu memang benar terjadi,” kata Ki Tumenggung Wadas Palungan.

Lembu Ancak menghela napas panjang. “Sewajarnya memang…orang dapat selamat dari pertempuran laut bila ia mampu mencapai kapal terdekat atau menggunakan benda-benda yag dapat mengapung sebagai perlindungan dini. Ada kemungkinan yang lain, selain dari perkiraan Ki Wadas Palungan…” Ia berhenti meneruskan ucapannya. Muncul rasa segan bila ia mengungkap pendapatnya mengenai nasib Ki Jala Sayuta.

“Lanjutkan,” perintah Raden Trenggana.

“Saya, Raden,” sahut Lembu Ancak. “Tertawan dalam keadaan hidup itu akan membawa rasa malu pada diri Ki Jala Sayuta. Kita semua tahu bahwa beliau adalah orang yang sangat menjunjung harga diri. Namun, menjadi tawanan adalah salah satu kemungkinan buruk.”

“Apakah Ki Lembu Ancak hendak mengatakan bahwa Ki Jala Sayuta gugur dalam perang tanding?” bertanya Ki Wadas Palungan.

“Itu juga kemungkinan, hanya saja, itu yang terburuk,” jawab Ki Lembu Ancak. Kemudian ia memandang ke arah Raden Trenggana, lalu katanya, “Raden, apakah Gagak Panji atau Mpu Badandan akan mengirim Ki Jala Sayuta dalam keadaan hidup?”

Wedaran Terkait

Lamun Parastra Ing Pungkasan 9

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 7

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 6

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 5

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 4

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 36 (Telah Terbit Bentuk PDF)

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.