Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 2 Penolakan di Kaki Merbabu

Penolakan di Kaki Merbabu 10

Toa Sien Ting menggerakkan cambuk berputaran menyelubungi tubuhnya. Dari putaran itu keluar angin tajam yang menyambar dahsyat semua benda atau orang di  sekelilingnya. Belasan orang terpental seperti dilanda angin prahara. Tentu saja hal ini menimbulkan kegemparan di kalangan pengawal gedung perpustakaan. Mereka yang dapat bangkit kembali, kini tidak berani sembarangan menyerang. Mereka hanya merundukkan senjata dan menanti perintah Kao Sie Liong. Sedangkan sorak sorai kegembiraan melanda segerombolan orang anak buah Toa Sien Ting dan Chow Ong Oey.

Kao Sie Liong menggeretakkan gigi. Bibirnya terkatup rapat, kemudian katanya, ‘Sien Ting! Atas perintah Kaisar Ning Tsung, aku minta kepadamu untuk menyerah!’ seru Kao Sie Liong dengan suara tergetar hebat menyaksikan sejumlah prajuritnya terpental roboh seperti rumput kering yang tertiup angin.

Derai tawa dengan nada penghinaan membahana di angkasa. Lalu, ‘Dengan meminjam nama Kaisar Ning Tsung, kau berani menyuruhku untuk menyerah? Lupakan itu Kao Sie Liong! Malam ini akan menjadi saksi bahwa engkau akan terbujur kaku di depan prajuritmu!’ balas Toa Sien Ting dengan lantang. Setelah berkata demikian, Toa Sien Ting menggerakan lengan kirinya. Ia mengepalkan tangan. Jari jemarinya rapat tergenggam. Tangan kanannya yang memegang rantai berbandul gerigi tajam bergerak bersamaan dengan lengan kirinya. Membentuk lingkaran, terkadang menyilang lalu terdengar suara berdengung seperti ribuan lebah.

Kepalan kirinya perlahan-lahan berubah mengeluarkan sinar merah membara. Sedangkan ujung rantainya  mengeluarkan percikan api! Melihat perubahan dan jurus yang dikeluarkan oleh Toa Sien Ting, Kao Sie Liong segera menyadari bahwa lawannya akan menghantam setiap orang yang merintanginya.

loading...

Kao Sie Liong adalah seorang lelaki yang memulai pekerjaan sebagai prajurit muda. Kecerdasan dan ketangkasan yang terdapat dalam dirinya dengan cepat mengantarkan namanya menempati jajaran jenderal muda yang mahir dalam seni perang. Meskipun dalam usianya yang belum setengah abad ia mencapai ilmu silat yang tinggi, namun sesungguhnya Kao Sie Liong bukan bagian dari dunia persilatan. Dan sebagai orang yang setia kepada kerajaan, ia akan menempuh jalan-jalan bahaya demi sebuah panggilan kerajaan dan rakyatnya.

Pergolakan dan pergantian kaisar tidak menggoyahkan pendiriannya sebagai seorang prajurit yang setia pada sumpah. Ia tidak memihak kaisar sebelum Ning Tsung dan juga tidak ikut serta dalam gerakan yang disusun oleh Kaisar Ning Tsung. Oleh sebab itu, ia kini menjadi salah satu jenderal kepercayaan Kaisar Ning Tsung dalam menjaga keamanan kerajaan yang memiliki wilayah sangat luas.

‘Ketua Toa, tidak semua perselisihan harus diselesaikan dengan kekerasan. Kau masih mempunyai lidah untuk berbicara dan duduk bersama Kaisar Ning Tsung,’ berkata Kao Sie Liong.

‘Tidak ada jalan keluar bagi kaisarmu selain tunduk pada keinginan kami. Kaisar Ning Tsung telah menghasut rakyatnya supaya tidak berhubungan lagi dengan Suku Juerchen. Untuk itulah, aku berada di sini. Untuk menyelesaikan perkara dengan adil dan bijaksana.’

‘Apakah engkau bermimpi, Ketua Toa? Kau bicara tentang kebijaksanaan, sedangkan kau membakar gedung perpustakaan, bukankah sikapmu itu suatu kebiadaban? Perbuatanmu itu akan membuat rakyat negeri ini mengalami kebodohan dalam masa yang panjang!’

Kao Sie Liong masih belum mengerti watak Toa Sien Ting. Ia berpikir bahwa memang seperti itulah kebanyakan sifat manusia. Selalu menganggap dirinya adalah wakil dari kebenaran tetapi yang dilakukan justru berlawanan dengan kebenaran yang diperjuangkan.

Sikap Ketua Toa dan gerombolannya dengan membakar gedung perpustakaan telah memberi banyak kesengsaraan bagi masa depan yang sedang dibangun oleh Kaisar Ning Tsung. Ilmu pengetahuan, pengobatan dan masih banyak lagi yang tertuang dalam kulit-kulit binatang dan kertas hampir seluruhnya terbakar. Kebakaran yang melanda gedung perustakaan itu seolah-olah menjadi cermin bahwa Kerajaan Tiongkok akan mengarungi masa kegelapan.

Dalam banyak hal, ia akan bersikap seperti Dewi Kwan Im. Tetapi, satu sisi wajahnya akan tampak seperti Wu To Gui yaitu dedemit tanpa kepala yang menjelajah banyak tempat tanpa tujuan.

Keberadaan seseorang yang berwatak seperti Wu To Gui ini sudah pasti akan menimbulkan kengerian bagi mereka yang tidak paham. Dia dapat menakutkan bagi orang awam atau orang yang polos pikirannya ketika melihat wujudnya. Sehingga dengan keawaman itu, orang-orang dapat saja dengan mudah menganggap Wu To Gui seperti dewa kematian yang harus dihormati.

Dan juga sudah menjadi watak dasar manusia jika ia terkungkung dalam ketakutan, maka lebih sering ia akan bertindak tanpa diikuti oleh sedikitpun nalar sehat. Jika demikian, satu Wu To Gui akan melahirkan Wu To Gui lagi lebih banyak. Kao Sie Liong lalu meremang saat ia mengingat pelajaran yang ia serap dari gurunya.

Pikiran yang berkecamuk menjadikannya lengah. Tubuh Toa Sien Ting yang telah terbungkus oleh putaran rantai, tiba-tiba meluncur menerjang ke depan. Kepalan kirinya menghantam kepala Kao Sie Liong dan cambuknya melecut mendatar merobek lambung jenderal muda kepercayaan Kaisar Ning Tsung. Kao Sie Liong telah bersiap  dengan kuda-kuda yang kokoh seperti batu karang dan sama sekali tidak menggeser tubuhnya.

Satu putaran tombak yang dilakukannya menyambut terjangan Toa Sien Ting. Lawannya terperangah. Ia merasakan dua lengannya gemetar. Tubuh Toa Sien Ting terpental surut. Lututnya terasa tergetar dan kesemutan luar biasa. Hampir saja ia roboh berlutut di hadapan Kao Sie Liong. Nyatalah baginya kini ketinggian ilmu jendral muda yang disegani kawan maupun lawan dari dunia hitam.

Nama besar Kao Sie Lion,  yang di negerinya sendiri lebih dikenal sebagai  Ekor Naga Hitam, benar-benar menjadikannya jerih. Tindak tanduk Kao Sie Liong dalam menjaga keamanan ibarat ekor panjang dari naga besar. Ia mengibaskan setiap rintangan, meremukkan setiap gangguan dan terkadang mematahkan setiap gerakan yang menyimpang dari kerajaan.

Mata Toa Sien Ting menatap Kao Sie Liong dengan nanar. Sejuta rasa berkecamuk dalam benaknya. Lalu ia menyapukan pandangan melihat Chow Ong Oey berada di tengah kepungan para pengawal lapis kedua gedung perpustakaan.

Tombak Chow Ong Oey berkelebatan menutup tubuhnya dari serangan  para pengawal. Ia berloncatan sangat cepat dan terkadang bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan mata pengepungnya. Semakin lama kepungan pengawal semakin melebar. Mereka bukan lawan yang sebanding dengan Chow Ong Oey meskipun berjumlah lebih banyak.

Tiba-tiba satu bayangan berkelebat melayang di atas kepala para pengawal, lalu menjejakkan kaki di tengah-tengah kepungan. Para pengawal kemudian menarik napas lega. Kini di hadapan mereka telah hadir seorang pembantu Kao Sie Liong, seorang lelaki muda yang bertubuh sedang dan raut muka yang menunjukkan ketegasan. Pemuda yang mempunyai tatap mata yang tajam dan tenang itu menarik perhatian Chow Ong Oey. Lelaki muda yang berpakaian perang dan kelihatan gagah perkasa itu sudah tentu bukan prajurit biasa. Ia adalah salah satu pembantu terpercaya dari Kao Sie Liong. Di kalangan pengawal, anak muda itu mendapat julukan Putra Naga Langit. Karena kekuatan dan ketangkasannya dalam banyak pertempuran telah memberinya julukan seperti itu.

Wedaran Terkait

Penolakan di Kaki Merbabu 9

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 8

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 7

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 6

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 5

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.