Padepokan Witasem
cerita silat jawa, bara di borobudur, cerita silat majapahit, cerita silat bondan, cerita silat kolosal
Bab 7 Taring yang Mengancam

Taring yang Mengancam Pajang 8

Iring-iringan panjang orang-orang Padepokan Sanca Dawala bergerak menyusur bagian luar wilayah Pajang. Mereka berjalan semakin dekat dengan pedukuhan Ki Juru Manyuran. Sementara itu, Mpu Rawaja telah mengatur tugas bagi setiap kelompok. Sepanjang perjalanan, dia bicara berbagai hal sehingga para pengikutnya merasa bahwa tujuan akhir mereka untuk merebut Pajang pasti dapat dilakukan.

“Sesaat lagi, kita segera memasuki wilayah kadipaten dari timur,” berkata Mpu Rawaja, ”kemudian berhenti sesaat untuk menunggu orang-orang yang mendahului kita datang sambil membawa berita baru.”

“Baik, Mpu,” sahut seorang pemimpin kelompok. Lalu dia bergumam pelan, “Seharusnya mereka telah bergabung bersama kita di tempat ini.”

Mpu Rawaja menoleh padanya, lalu berkata, “Kita tetap berhenti di tapal batas kadipaten walau sejenak. Menjadi tugasmu untuk melakukan peninjauan atau bahkan masuk ke dalam kota apabila mereka belum kembali saat senja.”

loading...

Pemimpin kelompok itu mengangguk. Dia menyahut,  “Mungkin akan lebih baik apabila kita bergerak saat malam tiba. Besar kemungkinan Pajang sudah mengetahui kehadiran kita yang datang dalam jumlah yang cukup besar.”

Mpu Rawaja menggelengkan kepala sambil berkata, ”Tidak perlu khawatir meski mereka tahu karena mereka tidak akan menyerang kita di tempat mereka sendiri. Pasukan Pajang terlalu lama tidur dalam masa yang cukup panjang. Mereka akan mudah dilumat oleh orang-orangmu. Menurut laporan terakhir yang aku terima sebelum kehancuran pasukan Pajang di lereng Wilis, Pajang tidak lagi sekuat dulu. Tetapi aku tidak ingin kalian bertindak bodoh meskipun kalian melihat pasukan Pajang tidak dalam keadaan siaga.”

“Tetapi kekuatan kita pun cukup besar.”

“Jangan bodoh.” Mpu Rawaja menggerakkan kepala berulang. Dia tidak ingin berbicara lebih banyak lagi dengan salah seorang yang dituakan oleh pengikutnya. Lintas pikiran Mpu Rawaja telah penuh dengan keinginan untuk dapat menduduki Pajang, lalu menobatkan diri sebagai pemimpin tertinggi. Dan juga saat itu, ia menilai kembali rencana yang telah disiapkan untuk menyingkirkan Ki Juru Manyuran.

Tidak lama kemudian, rombongan besar itu telah melepaskan lelah di tepi hutan kecil yang terletak tidak jauh dari tapal batas Kadipaten Pajang. Sesuai rencana yang diucapkan sebelumnya bahwa mereka akan menyusup jika para peninjau tidak dapat bergabung dengan mereka usai senja, maka beberapa orang tampak melingkar mengelilingi Mpu Rawaja. Setelah Mpu  Rawaja memberi beberapa penjelasan, mereka bergegas pergi menyusup ke dalam kota Pajang.

Para petugas sandi Mpu Rawaja pun membagi diri menjadi dua kelompok dengan tugas yang berbeda. Kelompok pertama bertugas untuk menghitung jarak antar gardu perondan, sementara kelompok kedua akan mengamati keadaan dalam kota secara menyeluruh.

Para cantrik Padepokan Sanca Dawala ini telah menyadari tanggung jawab masing-masing apabila akhirnya pecah pertempuran dalam kota melawan prajurit Pajang. Mereka juga mempunyai mimpi yang ingin segera dapat diwujudkan, oleh karena itu mereka akan menempuh segala cara untuk mencapainya. Rasa percaya diri dan keyakinan yang tinggi menyusup dalam dada setiap pengikut Mpu Rawaja. Mereka yakin apabila dalam keadaan yang mendesak, Pang Randu akan bergegas mengirim bala bantuan.

Salah seorang dari petugas sandi itu berkata lirih, ”Kita telah berulang kali mempertaruhkan nyawa saat merampok para saudagar. Bahkan kita nyaris menyerahkan leher untuk dipenggal prajurit Pajang ketika kita merampas upeti dari tangan mereka.”

“Lalu apa yang menjadi keberatanmu?” sahut temannya.

“Aku tidak keberatan, apalagi kedudukan menjadi seorang bekel dapat aku genggam,” jawab petugas sandi itu.

“Mungkinkah kita akan dapat terbunuh di Pajang?” salah seorang yang berjalan di baris belakang bertanya.

Kawannya menganggukkan kepala. Katanya, “Tidak. Apabila kemampuan prajurit Pajang memang seperti yang kita bunuh di lereng Wilis, tentu saja merebut Pajang adalah pekerjaan yang tidak sulit dilakukan. Kita akan merebut kota Pajang secepat kita memasukinya.”

Demikianlah kemudian mereka menyebar untuk menjalankan tugas masing-masing. Sepanjang malam itu para petugas sandi Mpu Rawaja benar-benar sigap melakukan tugas. Mereka cermat melakukan perhitungan. Hampir setiap sudut kota dapat mereka kenali dalam waktu yang singkat.

Saat fajar mulai menyusuri lereng Merapi, orang-orang Sanca Dawala telah berkumpul di salah satu dudut kota. Seorang dari mereka kemudian berkata, “Tugas ini telah kita tuntaskan. Kita dapat melaporkan pada Mpu Rawaja bahwa memang tidak ada persiapan dari Pajang. Maksudku, petugas sandi Pajang tidak mengetahui kehadiran kelompok kita di dekat mereka.”

Mereka saling bertukar pandang dan mengangguk.

“Kita akan mendapatkan janji Mpu Rawaja,” berkata salah seorang dari mereka sambil menyeringai tajam.

“Aku setuju denganmu, karena Mpu Rawaja bukan orang yang suka ingkar janji.”

Mereka semua tertawa kecil. Harapan mereka semakin membesar, bahkan mereka seolah tidak peduli apabila memang harus terjadi peperangan melawan prajurit Pajang. Selanjutnya mereka kembali menemui Mpu Rawaja dengan mimpi yang membuai mereka sepanjang perjalanan.

Maka kemudian mereka memberi laporan pada Mpu Rawaja. Meskipun suasana di Pajang memang tergambar sebagaimana laporan mereka, namun Mpu Rawaja tidak bertindak bodoh. Dia akan membawa pengikutnya mengambil jalan memutar untuk mencapai pedukuhan Ki Juru Manyuran. Mpu Rawaja tidak ingin kehadiran pengikutnya dalam jumlah besar itu menimbulkan pertanyaan dan kegelisahan dalam hati rakyat Pajang. Baginya, kegelisahan orang-orang awam adalah duri dalam daging karena dapat menjadi pemicu penolakan ketika dirinya diangkat sebagai penguasa.

Wedaran Terkait

Taring yang Mengancam Pajang 9

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 7

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 6

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 5

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 4

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 3

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.