Pemimpin rombongan dan pengikutnya mengedarkan pandangan sekeliling namun mereka tidak melihat gerakan atau bayangan yang mencurigakan. Ia bertanya kemudian, ” Siapakah kau, Ki Sanak? Aku harus menghormati keberanianmu dan untuk itu aku merasa perlu dengan sebuah nama.”
“Seperti itukah?” bertanya penghadang itu dengan rasa kagum. Dalam hatinya, ia harus mengakui kejujuran dan kesetiaan pemimpin rombongan yang sama sekali tidak menawarkan upeti sebagai imbalan. Lalu ia menjawab seraya membuka kain penutup wajah, ”Aku, Toh Kuning.”
“Baiklah! Dengan begitu sekarang kita akan tentukan, apakah kami yang memberi kalian sebuah tanda kenangan atau hadiah pada raja kami?” kata pemimpin rombongan lalu merenggangkan kaki dan membuat persiapan membela diri.
Sekejap kemudian, pemimpin rombongan itu menerjang Toh Kuning sambil berseru, ”Kau akan menyesal sepanjang hari telah bertemu dengan Ki Selaksa Geni!”
Demikianlah, dalam waktu yang singkat, Toh Kuning telah terikat perkelahian satu lawan satu dengan Ki Selaksa Geni. Beberapa pengawal bayaran bergegas mengelilingi lingkaran perkelahian sambil mengawasi lingkungan sekitar. Dalam waktu itu, ternyata lawan Toh Kuning adalah orang yang sangat tangguh. Serangan Ki Selaksa Geni datang beruntun dan setiap sabetan pedang selalu mengirim pesan bahaya bagi Toh Kuning. Sekali-sekali pertahanan Toh Kuning menjadi terguncang tetapi ia terus meningkatkan daya tahannya selapis demi selapis.
Sementara dari tempat yang tidak terlihat oleh para pengikut Ki Selaksa Geni, dua pasang mata mengawasi perkembangan yang terjadi di depan mereka.
“Apakah kau tidak membantu temanmu itu?” bertanya orang berbaju lurik dan berwajah tampan. Dahulu orang ini adalah penyamun yang berkeliaran di lereng Penanggungan dan Arjuna. Tetapi pada saat pihak kerajaan mulai meningkatkan keamanan maka orang ini menjadi lelaki yang paling dicari oleh Ki Panji Mahesa Wunelang. Dan semenjak maklumat pencarian orang diumumkan terbuka, Jalur Banengan menjadi aman, walau tidak selalu dapat membuat tenang. Di balik itu dan di luar dugaan kebanyakan orang, tidak ada satu pun yang menduga bahwa salah satu begal yang menjadi buruan kerajaan adalah lelaki berwajah tampan dan berkulit halus.
“Tidak! Toh Kuning akan dapat mengatasi para pengawal bayaran itu. Lalu kita? Kita hanya bertugas membersihkan emas dan barang berharga lainnya,” jawab Ken Arok dengan senyum di wajah. ”Satu tambahan adalah kau harus mengawasi pengikutmu ketika membersihkan barang-barang yang sekiranya dapat menjadi bukti bagi kerajaan. Jika kalian ceroboh maka itu akan menjadi tertanda kuat bahwa Ki Ranu Welang kembali hadir di jalur ini.”
“Ken Arok! Aku peringatkan kau bahwa aku bukan pengikutmu,” geram Ki Ranu Welang.
“Terserah apa katamu. Yang pasti adalah kau berada di sini untuk memperpanjang hidup,” kata Ken Arok tegas.
Sementara itu di lingkar perkelahian yang lain, Ki Selaksa Geni mengagumi kemampuan Toh Kuning yang berusia jauh lebih muda darinya. Setiap kali ia membawa ilmunya setingkat lebih tinggi, maka Toh Kuning juga berbuat serupa. Meskipun Toh Kuning beberapa kali kehilangan kesempatan, tetapi setiap serangannya tetap saja membahayakan. Sebaliknya, pertahanan Ki Selaksa Geni yang mapan pun kerap tergedor, walau demikian, keseimbangan pertempuran belum berubah.
Ki Selaksa Geni mengakui bahwa lawannya memiliki landasan yang mapan dan meyakinkan. Pada waktu itu, ia menyadari satu-satunya keunggulan yang dimilikinya adalah pengalaman. Maka dengan cepat ia mulai memasukkan unsur-unsur asing ke dalam olah geraknya. Serangan Ki Selaksa Geni perlahan-lahan menembus pertahanan Toh Kuning. Kakinya sempat menyusup di sela-sela pertahanan Toh Kuning yang tertutup rapat.
Perut Toh Kuning pun terpaksa menerima benturan yang cukup keras, ia terpental surut beberapa langkah. Namun demikian Toh Kuning bangkit dengan cepat lalu menerjang Ki Selaksa Geni dengan serangan yang membadai. Ki Selaksa Geni tidak memberinya kesempatan untuk berkembang lebih jauh. Ia cepat menutup ruang dan gerak Toh Kuning. Namun sahabat Ken Arok ini tidak berdiam diri dengan perubahan gerak lawan. Ia semakin cepat dan mengerahkan segenap ilmunya untuk menggoncang pertahanan Ki Selaksa Geni. Untuk sesaat Ki Selaksa Geni terdorong ke belakang dan harus menjaga keseimbangan agar tidak tersungkur.
Belum sekejap, Ki Selaksa Geni kembali menerjang dengan tubuh yang meluncur sangat deras. Pedangnya berputar sangat cepat meski harus berhati-hati karena keris Toh Kuning telah berkelebat dengan kecepatan yang sama dengan senjatanya. Perang tanding itu menjadi semakin garang dan panas ketika setiap sambaran senjata mengeluarkan suara berdesing tajam dan nyaring.
Belum sekejap, Ki Selaksa Geni kembali menerjang dengan tubuh yang meluncur sangat deras. Pedangnya berputar sangat cepat meski harus berhati-hati karena keris Toh Kuning telah berkelebat dengan kecepatan yang sama dengan senjatanya. Perang tanding itu menjadi semakin garang dan panas ketika setiap sambaran senjata mengeluarkan suara berdesing tajam dan nyaring.
Melihat perkembangan yang terjadi, maka Ken Arok segera mengajak Ki Ranu Welang agar turut terjun dalam pertempuran. Suitan nyaring Ki Ranu Welang adalah perintah bagi anak buahnya supaya keluar dari persembunyian. Tiba-tiba para pengikut Ki Ranu Welang berloncatan menyerbu para pengawal. Sejenak kemudian, terjadilah pertempuran sengit antar dua kelompok.
Kepandaian Ken Arok menarik perhatian para pengawal bayaran untuk mengepungnya. Namun mereka bukan lawan yang sepadan bagi Ken Arok. Lelaki muda dari trah Panjalu ini begitu mudah menghempaskan perlawanan mereka. Kibasan tangan dan kaki Ken Arok menjadikan para pengikut Ki Selaksa Geni berjatuhan, walau begitu para pengawal bukan orang yang mudah menyerah. Sekejap kemudian, mereka bangkit lalu mengadakan perlawanan keras bagi Ken Arok. Sekali lagi, mereka bukan lawan yang seimbang bagi Ken Arok meskipun jumlah mereka bertambah.
Sejalan dengan perkembangan itu, agaknya para pengeroyok Ken Arok sudah tidak dapat membatasi diri untuk berkelahi tanpa senjata. Desing besi bergesek pun nyaring terdengar. Senjata telanjang berayun kuat-kuat di udara. Perkelahian semakin panas dengan api semangat yang kian berkobar. Pertempuran dengan jumlah tidak seimbang bertambah sengit. Senjata pengeroyok Ken Arok berkelebat, menyambar dan menusuk Ken Arok dari berbagai arah. Tetapi tidak mudah untuk menundukkan Ken Arok. Pemuda ini berloncatan lincah dan lebih cepat dari senjata yang mengancam jiwanya. Sesekali sepasang kakinya mampu menembus kepungan lantas menjungkalkan satu atau dua orang musuhnya.
Arya Penangsang mengangguk sambil menghadapkan telapak tangan kanan ke atas.
"Baiklah," ucap Ki Tumenggung Prabasena. "Bagaimana Adi Penangsang bisa datang nyaris tepat waktu?"
Serat Lelayu 5
Pada akhirnya Ken Arok meningkatkan tenaga dan kecepatan untuk mengakhiri perkelahian yang tidak seimbang dari jumlah. Sentuhan-sentuhan serangannya mampu merusak kepungan dan menepuk bagian tubuh seorang demi seorang. Seperti daun yang tertiup angin, tubuh para pengeroyok Ken Arok pun terlempar keluar lingkaran dan tidak bangun lagi.
Mendadak dari dalam sebuah kereta kuda, bayangan putih melesat deras, langsung menghantam Ken Arok dengan tendangan samping.
“Anak muda, aku harus katakan bahwa kemampuanmu benar-benar aku butuhkan,” kata Ki Jawani yang berdiri dengan tangan bersilang di depan dadanya.
“Pengecut!” umpat Ken Arok sambil bangkit berdiri lalu mengusap lengannya yang terkena tendangan cukup keras.
Ki Jawani membuka dua tangannya, lalu berkata, ”Itu bukan tindakan pengecut untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Aku tahu kau baru saja membunuh empat orang dengan pukulan mematikan. Aku hanya mencoba menyelamatkanmu dari pembunuhan yang pasti terjadi jika aku kalah cepat dengan kepalanmu yang mengarah hati pengawal itu.” Ki Jawani menunjuk seorang pengawal yang meringkuk kesakitan.
“Baiklah,” kata Ken Arok kemudian, ”apa yang kau inginkan?”
“Aku membutuhkanmu dan temanmu itu,” kata Ki Jawani menunjuk Toh Kuning yang masih terlibat pertarungan sengit dengan Ki Selaksa Geni. ”Untuk menjadi bagian dari pengawalku.”