“Ki Lurah.” Toh Kuning melangkah mendekati para prajurit. ”Larangan itu membuat kami yang terbiasa melakukan perjalanan jauh untuk banyak keperluan merasa seperti diawasi. Paugeran itu seperti membuat dinding tebal antara rakyat dengan kerajaan. Seolah-olah kerajaan sudah tidak percaya pada kami. Maka saya mohon tidak ada kekerasan yang terjadi di tempat ini.”
“Kau pintar bertutur kata, Anak Muda,” sahut lurah prajurit. Ia melanjutkan kemudian, ”Sangat disayangkan jika akhirnya kau berada dalam pergaulan dengan orang-orang seperti mereka.”
Lurah prajurit itu sebenarnya sudah tidak sabar untuk memaksa kelompok Ki Ranu Welang untuk pergi, tetapi kehadiran Toh Kuning memberi kesan yang berbeda dalam hatinya. Ia berpikir bahwa tidak ada salahnya jika mencoba untuk menahan diri untuk sejenak waktu.
Dan ternyata rasa tidak sabar untuk melawan prajurit Kediri juga menyembul dalam hati orang bertubuh kurus sebagai pimpinan kelompok Ki Ranu Welang. Hampir saja ia meloloskan senjata jika Toh Kuning tidak segera melangkah keluar dan berdiri di tengah-tengah mereka.
“Ki Lurah, saya mohon sekali lagi, satu permohonan yang yang benar-benar berasal dari hatiku,” berkata Toh Kuning mencoba merayu lurah prajurit. Ia menangkup kedua telapak tangannya. “Tuan, tentu akan menjadi perbuatan yang baik jika Anda memberi perintah anak buah Anda untuk membiarkan kawan-kawanku ini tetap bermalam di tepi telaga. Kami bukanlah orang jahat dan bukan orang yang mampu membela diri. Kami membawa senjata hanya untuk menjaga diri, bukan untuk kepentingan yang lain.”
“Anak Muda, usaha keras dan sikapmu memang tidak menyinggung kami. Tetapi tugas kami adalah menjadikan apa yang telah diperintahkan raja untuk dipatuhi semua orang,” berkata lurah prajurit namun kali ini ia meminta pasukannya untuk tidak bersikap siaga.
Toh Kuning mengerutkan keningnya. Ia berpikir keras untuk menghindarkan gesekan tajam di antara mereka. Kemudian ia melangkah lebih dekat, dengan sungguh-sungguh ia berkata, ”Ki Lurah, mungkin ada baiknya jika Anda semua bersedia bermalam bersama kami di tempat ini. Saya berpendapat seperti itu agar tidak ada prasangka buruk di antara kita.”
“Kau memang cerdik. Kami sama sekali tidak berburuk sangka, kami hanya menjalankan kewajiban dari pemimpin kami,” kata lurah prajurit.
“Tidak adakah rasa iba dalam hatimu, Ki Lurah?” Toh Kuning menyatakan kesedihan melalui wajahnya, saat itu ia menundukkan kepala usai berbicara.
Lurah prajurit menatap dengan tajam wajah Toh Kuning. “ Anak Muda, aku minta kalian dapat membantu kami yang sedang berusaha menjalankan tugas,” kata lurah prajurit. Ia merenung sejenak. Kemudian lanjutnya, ”Baiklah, kami akan mengantarkan kalian ke gardu penjagaan terdekat. Aku harap kalian tidak salah mengerti bahwa kami semata-mata hanya menjalankan tugas. Namun kami juga mempunyai perasaan maka dari itu kami akan mengawal kalian ke gardu jaga.”
Toh Kuning merenung sesaat.
Namun tiba-tiba orang bertubuh kurus berteriak memberi perintah pada kawan-kawannya untuk menyerang prajurit-prajurit Kediri. Seorang pengikut Ki Ranu Welang dengan cekatan melempar belati pendek dan mengenai dada seorang prajurit yang akan memukul kentongan kecil yang dibawanya. Ketika prajurit yang lain berusaha mengambil kentongan yang terjatuh untuk membunyikan tanda bahaya, maka seorang dari pengikut Ki Ranu Welang bergerak lebih cepat menghadangnya. Sekejap kemudian keduanya terlibat dalam perkelahian seru
Meskipun seorang prajurit telah roboh, pemimpin prajurit Kediri masih mencoba mencegah terjadinya pertempuran yang lebih luas. Ia berseru, “Jangan serang kami! Jangan coba menghalangi kami melakukan tugas!” Tetapi ia harus meloncat surut menghindari sabetan pedang yang menyambar keningnya. Dan kemudian para prajurit Kediri harus mengangkat senjata untuk mempertahankan diri.
“Hai orang-orang padesan! Berhentilah menyerang para prajurit,” teriak Toh Kuning yang menjadi gugup dengan peristiwa yang tiba-tiba terjadi. “Kalian benar-benar sialan!”
“Aku tidak peduli denganmu, Anak Muda. Kau datang untuk bermalam dengan kami, dan besok pagi kita akan merampas pedagang kaya seperti yang kau katakan pada pemimpin kami. Dan tentu saja Ki Ranu Welang tidak akan membiarkanmu hidup tenang jika kau membela para prajurit Kediri!” orang bertubuh kurus membalas seruan Toh Kuning.