Padepokan Witasem
arya penangsang, jipang, penaklukan panarukan, panderan benawa
Bab 1 - Serat Lelayu

Serat Lelayu 26

Adipati Jipang tersebut tidak menyahut. Sekilas dia memandang kedudukan Lembu Jati lalu mengubah cara bertempur. Mula-mula Arya Penangsang melompat ke tepi lingkaran yang seakan menjauhi Lembu Jati. Beberapa waktu lamanya, Arya Penangsang hanya bergerak-gerak mengitari Lembu Jati seperti sedang mencari titik lemah lawan. Meski begitu, Lembu Jati bukan orang yang mudah tersengat gelisah saat menghadapi perubahan tiba-tiba dari Adipati Jipang. Pengalaman dan kemampuannya yang tinggi masih mampu membuat Arya Penangsang benar-benar mundur walau setapak.

Arya Penangsang mengerti bahwa lawannya bukanlah orang yang dapat diremehkan, maka sesekali dia memang harus menjauh dari jangkauan serang Lembu Jati yang mengagumkan. Terlebih lagi, dia sadar bahwa Lembu Jati belum sampai pada puncak ilmunya. “Apakah yang aku saksikan ketika terjadi penyergapan Kakang Mas Karebet itu belum mewakili seluruh ilmu yang dimilikinya?” ucap Arya Penangsang dalam hati saat melihat kemampuan lawannya yang cukup menggetarkan.

Sejauh waktu berlalu, perkelahian mereka menjadi semakin sulit didekati oleh Nyi Poh Gemrenggeng. Perempuan separuh baya ini hanya berloncatan dengan kemarahan karena kematian Ki Ajar Wit Sunsang yang digadang-gadang dapat menghabisi Arya Penangsang. Ada kesedihan yang menyeruak di dalam hatinya atas kepergian kawannya yang mengenaskan. Mereka berdua bukanlah sepasang orang yang berhubungan resmi tapi segala sikap mereka seperti sejalan dengan tata krama. Perpisahan dengan cara mengerikan setelah kebersamaan selama bertahun-tahun ketika hidup berdampingan tanpa ikatan benar-benar menyakitinya. Namun, apa yang dapat dilakukannya untuk membalaskan dendam? Sedangkan tata gerak Arya Penangsang semakin jauh dari jangkauan ilmunya. “Bila Arya Penangsang mampu membunuh Ki Ajar Wit Sunsang dengan cara luar biasa, tentulah ilmunya akan sulit aku hadapi orang per orang,” pikir Nyi Poh Gemrenggeng, Maka dia memutuskan untuk tetap berjuang dari tepi gelanggang pertarungan sambil menanti celah kelemahan Adipati Jipang tersebut.

Keseimbangan perkelahian satu lawan satu itu belum berubah. Mereka dalam kedudukan seimbang meski yang tampak adalah Arya Penangsang berada di atas angin. Namun tidak seperti itu karena tata gerak Arya Penangsang yang seolah-olah burung elang sedang menyambar-nyambar mangsanya. Pergerakan yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Arya Penangsang sadar bahwa yang dihadapinya adalah orang yang tidak akan berbelas kasih bila dia membuat kesalahan. Dalam segala keadaan perkelahian, Lembu Jati merupakan petarung yang gigih dan cukup telaten meladeni lapis demi lapis tingkatan ilmu lawannya.

loading...

Lembu Jati perlahan-lahan mulai menyadari bahwa Arya Penangsang sama sekali belum melakukan gebrakan yang cukup berarti. “Ini gila! Sedemikian hebat gerakannya tapi tidak ada satu pun yang benar-benar menjadi serangan yang mematikan!” kata Lembu Jati dalam hati. Pada akhir penilaiannya, Lembu Jati kemudian paham bahwa yang diperbuat lawannya adalah penyesuaian terhadap tata geraknya. Justru kenyataan itulah yang menjadikan Lembu Jati mulai dihinggapi gelisah. Satu pertanyaan muncul dalam hatinya, “Bagaimana bila anak Pangeran Surawiyata ini bersungguh-sungguh menghadapinya?” Maka Lembu Jati kemudian memutuskan untuk menunggu beberapa saat lagi sebelum benar-benar membuat gebrakan terakhir kali demi menghabisi Arya Penangsang.

Namun sepertinya Arya Penangsang dapat membaca pikiran lawannya. Hanya berjarak waktu kurang dari beberapa kedipan mata, Arya Penangsang meningkatkan ilmunya lebih tinggi. Dia pun sudah memutuskan untuk tidak berlama-lama terlibat dalam perkelahian yang dapat menunda rencananya semula. Dalam waktu itu, Arya Penangsang mengerti bahwa Raden Trenggana tidak dapat dipastikan kelangsungan hidupnya sejak penikaman di Panarukan. Maka serangan-serangan deras pun dilepaskannya secara beruntun. Suhu perkelahian tiba-tiba meningkat, ketegangan pun mendadak mencengkeram perasaan lawannya.

Walau Lembu Jati adalah petarung yang telaten tapi dia sadar bahwa tidak dapat selamanya berada di bawah tekanan berat yang dilancarkan Arya Penangsang. Untuk itu, dia segera mengerahkan kemampuan puncaknya.

Sejenis ilmu kebal yang setara dengan yang dikuasai Adipati Pajang pun segera memancar keluar dari tubuh Lembu Jati. Udara pun terasa panas. Angin yang muncul dari sambaran pukulan terus menerus berpusar dan berputar-putar memenuhi lingkar gelanggang. Setiap saat terdengar dentuman pelan tapi mampu menggetarkan dada bila tenaga inti Lembu Jati berbenturan dengan ilmu Adipati Jipang.

=========

Anda dapat mendukung perkembangan kisah dan blog melalui cara :

  1. pembelian karya kami di sini 
  2. pembelian bumbu pecel/sambal kacang Sumber Makmur (silahkan hubungi WA yg tertera di sini)
  3. transfer donasi ke BCA 822 0522 297

Memayu hayuning bawana

Matur nuwun

=========

Sebenarnya Arya Penangsang sudah menduga bahwa udara yang meningkat panas di sekitar gelanggang adalah akibat dari pengerahan ilmu kebal lawannya, tapi dia tidak segera bertempur dengan kepandaian puncaknya. Arya Penangsang belum merasa perlu mengeluarkannya. Meski tidak lagi pada tingkat penjajagan, Arya Penangsang cenderung bertahan dengan tingkat tenaga intinya saat itu. Dia hanya perlu mengubah tata gerak serta meningkatkan kecepatan. Maka pertarungan pun kembali tidak dapat dianggap seimbang. Betapa dapat dikatakan seperti itu bila pelepasan tenaga inti Lembu Jati lebih banyak menemui sasaran kosong atau dinding udara yang sangat tebal. Sejatinya, Arya Penangsang belum benar-benar menguji kekebalan atau ketebalan udara yang memadat di sekitar Lembu Jati.

Perlahan dan penuh kepastian, perkelahian meningkat sengit dengan perbedaan yang sangat mencolok. Arya Penangsang bergerak semakin lama semakin cepat dan semakin kabur dipandang. Sementara Lembu Jati – meski lebih banyak berputar-putar pada titik-titik yang berdekatan – pukulannya lebih bertenaga dan terasa lebih berat. Sepasang tangan dan kaki Adipati Jipang tampak seperti paruh elang yang mematuk-matuk seekor ular, menghujani Lembu Jati dengan serangan yang mengarah pada bagian yang berdekatan dengan kematian. Sering kali Arya Penangsang berlari memutari lawannya dengan langkah-langkah pendek sehingga debu-debu berterbangan dan berputar seperti pusaran angin lesus hingga menutupi pandangan.

Demikianlah sehingga dua orang itu pun seakan-akan menghilang. Yang dapat diikuti dari pertarungan hebat itu hanya bentakan dan dentuman tenaga inti.

“Hebat! Bukan main!” desis Nyi Poh Gemrenggeng. “Seandainya Ki Ajar Wit Sunsang masih hidup, pasti dia akan berpikir ulang menjawab kesanggupannya melawan Arya Penangsang.”

Wedaran Terkait

Serat Lelayu 9

kibanjarasman

Serat Lelayu 8

kibanjarasman

Serat Lelayu 7

kibanjarasman

Serat Lelayu 6

kibanjarasman

Serat Lelayu 5

kibanjarasman

Serat Lelayu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.