Padepokan Witasem
cerita silat jawa, bara di borobudur, cerita silat majapahit, cerita silat bondan, cerita silat kolosal
Bab 7 Taring yang Mengancam

Taring yang Mengancam 7

Ki Marta tidak terkejut mendengar pengakuan Ki Juru Manyuran Dia telah mengerti watak orang yang sedang berbicara dengannya sejak belasan tahun silam. Bahkan dia telah menduga bahwa suatu saat Ki Juru Manyuran akan mengerahkan segala kekayaan dan kemampuannya demi tujuan yang dianggapnya terbaik. Namun pada waktu itu, Ki Marta tidak ingin berucap sepatah pun.

“Dan beberapa waktu lalu aku baru menyadari apabila kekayaan yang aku kumpulkan selama ini masih belum cukup untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan. Kemudian Pang Randu datang, lalu membawaku memasuki lorong-lorong yang selama ini tidak terjangkau oleh seorang tumenggung atau pembantu raja. Saat aku memasuki sebuah ruangan, aku dapat melihat bahwa mimpi ini dapat menjadi nyata . Mimpi itu akan menjadi jalan untuk membuktikan kebenaran yang kelak dapat dilihat siapa saja. Untuk waktu yang cukup lama bersama Pang Randu, aku berada di kotaraja. Saat aku tiba kembali di rumah ini, aku mulai menyusun dan mengatur ulang setiap pesan dari Pang Randu, dan juga pemikiranku sendiri.”

Ki Juru Manyuran menggeser kaki, menghadap Ki Marta lalu menyambung ucapan, ”Sebuah kemungkinan yang tidak pernah terlintas dalam benakmu dapat terjadi setiap saat, Ki Marta. Dan, untuk sementara waktu, kita tetap bekerja seperti rencana yang telah tersusun rapi dan matang.” Ki Juru Manyuran kembali duduk di atas bale-bale dan berdampingan dengan Ki Marta. Sebuah cengkeraman yang kuat dirasakan oleh Ki Marta saat Ki Juru meletakkan tangan pada pundaknya.

Ki Juru Manyuran berkata lagi, ”Dalam tiga atau empat hari lagi, sekelompok orang akan tiba di pedukuhan ini. Mereka akan mendirikan bangunan yang bersifat sementara di sekitar pedukuhan. Sebelum mereka datang, aku minta Ki Marta dapat membantuku untuk memindahkan setiap orang dari keluargaku ke pedukuhan kecil sebelah utara hutan Waladri.”

loading...

Ki Marta memandang Ki Juru dengan kening berkerut lalu bertanya, ”Apakah mereka orang-orang yang berbahaya?”

“Mereka pernah membinasakan satu pasukan Pajang yang sedang bertugas mengirim upeti ke kotaraja.” Ki Juru memutar tubuh menghadap lurus pada Ki Marta, katanya kemudian, ”Sebaiknya Ki Marta pindahkan juga seluruh anggota keluarga  bersama-sama ke utara hutan Waladri. Aku sudah siapkan semua peralatan pertanian dan orang-orang yang akan bekerja untuk kebutuhan sehari-hari. Beberapa bidang sawah dan kebun telah aku beli dari kepala pedukuhan.”

Bumbu pecel yang nikmatnya tidak terlupakan

Ki Marta menghela napas panjang, lalu berkata, ”Baiklah, Ki Juru. Besok aku dan beberapa orang akan melakukan apa yang diperintahkan Ki Juru. Lalu bagaimana dengan tiga orang dari kotaraja itu? Akankah nantinya tidak menimbulkan benturan dengan orang-orang asing yang bekerja untuk kita dan juga Ki Wisanggeni?”

“Aku telah membuat rencana sendiri untuk mereka. Aku akan membawa mereka mengenali lingkungan pedukuhan dan hutan di sekitar kita. Sementara mereka pergi bersamaku, Ki Marta dapat mulai melakukan pesanku tadi. Ki Marta tidak mempunyai waktu yang cukup panjang. Sebelum matahari menuruni lereng bukit, Ki Marta sudah berada di rumah ini,” Ki Juru Manyuran berkata tegas kemudian meninggalkan Ki Marta yang masih duduk termangu-mangu.

Minyak goreng murah.

Pagi-pagi sekali Ki Juru Manyuran telah meninggalkan rumahnya beserta tiga orang kotaraja. Dia memberi keterangan pada mereka tentang kelebihan keadaan alam yang dapat diubah menjadi kekuatan tersendiri. Di dalam pikirannya, Ki Juru Manyuran tidak tergesa-gesa mengungkap seluruh kekuatan yang berada di belakangnya.

Dalam waktu itu, tebing dan sungai yang akan menjadi benteng dan jalur serangan pun ditunjukkan dengan cermat. Sehingga Ki Langu Reja dan dua orang kawannya pun mengagumi ketelitian dan kematangan Ki Juru Manyuran dalam menyusun persiapan. Tetapi mereka bertiga adalah orang yang merasa lebih tinggi dari tuan rumahnya sehingga perasaan kagum itu mereka pendam dalam hati. Sesekali mereka duduk melingkar dan Ki Juru Manyuran membuat gambaran atau lukisan kasar untuk menjelaskan gagasan yang tersusun rapi dalam kepalanya.

Sementara itu, Ki Marta mulai menggerakkan setiap anak muda yang tinggal di sekitar rumah Ki Juru Manyuran untuk membantunya memindahkan semua anggota keluarga Ki Juru. Beberapa pedati telah siap sebagai kendaraan yang akan membawa anak-anak dan perempuan, termasuk Siwagati – anak perempuan Ki Juru Manyuran – berada di antara mereka. Gadis ini sedang berpikir keras menduga sebab dan akibat perkembangan yang mendadak ini. Tidak ketinggalan juga, keluarga Ki Marta dan beberapa orang tua dari anak muda – yang menjadi pengikut Ki Juru turut serta dalam rombongan – keluar dari pedukuhan. Lingkungan pedukuhan mulai berangsur sepi ketika sinar matahari mulai menggatalkan kulit.

Wedaran Terkait

Taring yang Mengancam Pajang 9

kibanjarasman

Taring yang Mengancam Pajang 8

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 6

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 5

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 4

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 3

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.