Padepokan Witasem
cerita silat jawa, bara di borobudur, cerita silat majapahit, cerita silat bondan, cerita silat kolosal
Bab 7 Taring yang Mengancam

Taring yang Mengancam 5

Di hadapan Ki Langu Reja, mangkok putih yang terbuat dari tanah liat bergetar hebat. Telapak tangannya mengembang melepaskan tenaga inti ke arah mangkok yang tiba-tiba melayang dan meluncur deras ke arah Ki Juru Manyuran. Ki Wisanggeni sigap mengibaskan telapak tangan pada arah kedatangan mangkok putih. Dua tenaga besar kemudian bertumbukan, saling dorong hingga yang terlihat adalah mangkok putih itu bergoyang-goyang. Udara seputar mangkok bertahap menjadi panas. Asap putih mengepul keluar dari mangkok.

Ki Juru Manyuran adalah orang yang jeli mengamati suasana. Sepintas dia melirik Ki Langu Reja yang mulai menggulirkan keringat dari kening. Setelah mempertimbangkan yang terlihat olehnya, Ki Juru Manyuran memberi tanda melalui pandangan mata pada Ki Nagapati agar mengurangi tekanan pada tenaga intinya. Namun yang dilakukan Ki Wisanggeni  adalah  mengubah daya dorong menjadi daya tarik sehingga mangkok putih mulai bergerak ke arahnya. Dalam sekejap, dia menambah tenaga inti untuk menarik mangkok, lalu tiba-tiba mangkok itu berada dalam genggamannya.

Dua kawan Ki Langu Reja terpesona dengan tontonan menarik yang terjadi di hadapan mereka, lalu serentak bertepuk tangan pelan. Mereka menepuk pundak dan rasa sombong semakin memenuhi dada mereka.

Ki Langu Reja mengusap kening yang mengembun oleh keringat sambil menatap tajam dua kawannya yang sama sekali tidak mengerti tentang yang terjadi. Diam-diam dia memuji ketinggian ilmu Ki Wisanggeni yang ternyata berada di atas tingkatannya sekarang. Sekilas dia melirik wajah bekas senapati Majapahit yang tidak menunjukkan kepayahan. Dari sinar muka Ki Wisanggeni pun seolah datar dan seperti tidak terlihat jika baru saja menundukkannya melalui adu tenaga inti.

loading...

Untuk waktu yang agak lama, Ki Langu Reja menata alur pernapasan dan mengendurkan urat syaraf. Sejenak waktu kemudian, tiga orang dari kotaraja ini kemudian menikmati hidangan yang tersaji di depan mereka setelah dipersilahkan oleh Ki Juru Manyuran.

“Ki Juru sungguh berkemampuan sangat hebat,” kata Ki Langu Reja kemudian. Lalu meneruskan ucapannya lagi, ”Aku kira sudah sebaiknya kita melupakan apa yang baru saja terjadi di halaman, karena setiap kali ada di antara kita yang mengingatnya maka tentu saja akan dapat menganggu kerja sama yang akan terjalin.”

“Sombong!” geram Ki Juru Manyuran dalam hatinya tetapi raut wajah Ki Juru sama sekali tidak mengesankan apa yang terpendam dalam hatinya. Kemudian ia berkata dengan nada halus dan rendah, ”Memang sebaiknya seperti itu yang kita lakukan. Dan sudah barang tentu aku tidak ingin ada pengulangan peristiwa tadi di masa mendatang.” Ki Juru lantas diam barang sejenak. Lalu melanjutkan lagi, ”Baiklah, apa yang akan dilakukan oleh Ki Langu Reja dan Ki Sanak berdua di pedukuhan?”

Ki Langu Reja bertukar pandang dengan dua kawannya, lalu beringsut maju kemudian menegakkan punggungnya lalu berkata, ”Tuanku Pang Randu memberi kami wewenang untuk membantu Ki Juru Manyuran melangkah lebih cepat.”

Kening Ki Juru Manyuran berkerut mendengar kata-kata Ki Langu Reja, namun tidak sepatah kata yang terucap keluar darinya.

Ki Langu Reja melanjutkan lagi, ”Kami bertiga akan membantu mengajarkan dasar-dasar olah kanuragan, sehingga orang-orang yang telah berada dalam petunjuk Ki Juru dapat disiapkan dalam waktu lebih singkat. Selain itu, Ki Juru juga dapat melakukan penghematan dari segi biaya.”

“Bukankah Pang Randu mengirimkan beberapa keping emas beserta kalian?” bertanya Ki Juru Manyuran setelah termangu-mangu sejenak.

“Apa yang dimaksud oleh Ki Juru sebenarnya tidak berada dalam pengawasan dan pengamatan kami. Pang Randu tidak mengatakan sedikit pun tentang bantuan selain tenaga dan pikiran kami bertiga,” jawab Ki Langu Reja.

Sambil memejamkan mata, Ki Juru Manyuran mengatur napas. Diam-diam dia merasa lega karena Pang Randu memang tidak mengirimkan uang dan benda yang diperlukan melalui tiga orang yang menjadi tamunya. Ki Juru Manyuran mengerti jika bantuan itu akan datang beberapa hari atau beberapa pekan lagi melalui jalan yang berbeda.

Beberapa lama kemudian empat orang itu saling bertukar bahan dan tukar menukar wawasan untuk saling melengkapi. Sepanjang waktu itu, Ki Wisanggeni hanya duduk mendengar sambil mengawasi sikap para utusan Pang Randu. Bagaimanapun juga, pikir Ki Wisanggeni , Ki Juru Manyuran mungkin membutuhkan pengetahuan yang dimiliki ketiga tamunya itu untuk mengembangkan kemampuan orang-orang yang  datang dari banyak tempat. Terlebih ketika Ki Wisanggeni mengetahui keyakinan berlipat ganda dan tumbuh besar dalam dada Ki Juru Manyuran, apalagi setelah mendapatkan laporan mengenai keadaan di Pajang dua hari sebelumnya.

Wedaran Terkait

Taring yang Mengancam Pajang 9

kibanjarasman

Taring yang Mengancam Pajang 8

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 7

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 6

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 4

kibanjarasman

Taring yang Mengancam 3

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.