Padepokan Witasem
arya penangsang, pangeran benawa, silat pajang, demak
Bab 10 Lamun Parastra Ing Pungkasan

Lamun Parastra Ing Pungkasan 23

“Aku tidak memintamu untuk mengarahkanku pada perbuatan atau sikap tertentu. Engkau bukan lagi senapati Demak, Gagak Panji. Tapi… dan tentu engkau akan berbuat yang terbaik bagi Blambangan. Termasuk memintaku agar menarik pasukan dan  mundur,” berkata Raden Trenggana sambil memusatkan pikiran dan menghimpun lagi kekuatan secara diam-diam. Namun demikian, ia mengerti bahwa Gagak Panji pasti tahu melalui perubahan-perubahan yang terjadi di udara sekitar mereka meski sangat kecil.

Malam sebelumnya, dalam kesendirian, Raden Trenggana mengenang sedikit peristiwa yang terjadi sebelum keberangkatan angkatan perangnya. Penculikan Pangeran Benawa menjadi gangguan pertama yang datang padanya. Meski Adipati Hadiwijaya dan kerabatnya yang lain tidak melapor pada Raden Trenggana, tetapi siapa yang sanggup menutup pendengaran serta pengawasan penguasa Demak? Itu sudah pasti bukan rencana jahat biasa atau berpijak pada kebutuhan perut. Sesuatu yang lebih besar adalah keniscayaan di balik penculikan calon penerus singgasana Kadipaten Pajang. “Itu bukan pergerakan yang mudah dimainkan oleh orang biasa. Mendatangi padepokan Ki Kebo Kenanga tidak seperti memasuki padepokan-padepokan lain di Demak. Keberanian yang terukur serta seimbang dengan siasat. Aku tidak dapat menuduh Arya Penangsang atau orang lain tanpa kenyataan yang dapat menguatkan tuduhan. Meski keberadaan orang yang menculik Wayah Pangeran Benawa sudah dapat dipastikan, tetapi aku masih ragu jika Arya Penangsang adalah orang yang menggerakkan semuanya,” desis Raden Trenggana dalam hatinya.

Raden Trenggana, dalam pikirannya, sebenarnya dapat menerima perbedaan yang ada tetapi bagaimana ia dapat meyakinkan Gagak Panji bahwa yang dilakukannya – perluasan wilayah dan mengembalikan keutuhan – dapat membawa kebaikan? Ini adalah pertemuan yang kedua setelah yang terjadi pada malam hari di dalam kapalnya. Waktu itu, Raden Trenggana berharap Gagak Panji tidak mendatangkan kesulitan baginya meski tidak harus menyatakan tunduk pada kekuasaan Demak.  Namun sekali lagi, menjadi hal yang tidak mungkin dilakukannya dengan menarik mundur angkatan perang lalu membiarkan Blambangan lepas dari pengaruh Demak. Keinginannya untuk meluaskan jangkauan tangan Demak telah mengeluarkan pengorbanan yang sangat mahal. Berawal dari perbedaan pendapat mengenai pengganti Pati Unus yang meninggal dalam lawatannya menuju perairan daerah barat, sejumlah orang di dalam istana bertarung dalam siasat utuk mengambil alih Demak. Mangkatnya Raden Kikin menjadi pemantik nyala api dalam sekam. Sebagian orang menuntut agar  Raden Trenggana menuntaskan penyelesaian dengan menghukum pelaku dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Tetapi, bagaimana ia dapat meluluskan permintaan itu?

Di hadapan Raden Trenggana bersama fajar yang seolah enggan bersikap jujur, Gagak Panji menarik napas pelan. Ia memang dapat merasakan perubahan yang sangat halus. Simpul saraf dan permukaan kulit Gagak Penji begitu peka, maka dengan demikian, pertahanan segera disusun olehnya.

loading...

Ini sangat menarik. Bakal menakjubkan dan sangat berbahaya! Benturan yang mungkin lebih besar dapat terjadi dan itu tidak membutuhkan waktu lama. Kurang dari sekejap mata sudah cukup untuk menambah derita angkatan laut mereka yang masih susah payah berbenah dari kesemrawutan.

Papan yang menjadi tempat mereka berpijak mulai bergeser. Tidak terlihat kaki atau tangan berayun untuk memindahkan papan terapung, tetapi peralihan tempat dapat terjadi. Jarak mereka mulai terentang, sedikit demi sedikit menjauh namun itu bukan berarti tidak terjadi sesuatu. Dari bawah papan, muncul gelembung udara yang sangat kecil seolah air di bawah mereka sedang mendidih! Air bergolak, molak-malik seperti ada sesuatu yang sangat panas sedang berusaha merebus air yang berada di tengah-tengah mereka berdua.

Matahari menyapa lagi, mengulang pekerjaan yang sama dengan hari sebelumnya, mencurahkan sinar dari bulat matanya yang telanjang. Sementara angin masih setia dengan hembusan-hembusan yang begitu kering. Dalam waktu itu, Raden Trenggana dapat merasakan bahwa udara sekitar mereka mulai meningkat panas. “Apa yang sedang kau lakukan? Ingin membunuhku dengan diam-diam dan sengaja mengambil tempat yang sangat jauh dari daratan?” bertanya Raden Trenggana.

Gagak Panji menggeleng, jawabnya, “Tidak ada yang perlu terbunuh di atas segara ini, Paman. Saya hanya merasa harus melakukan benturan terakhir kali menghadang Panjenengan, Paman. Saya adalah seorang panglima, maka sudah tentu saya harus mengabaikan kedudukan sebagai keponakan.” Gagak Panji mengepal sepuluh jari, membentangkan lengan setengah panjang sedangkan sorot matanya seperti menunjukkan bahwa ia tidak lagi berada di dunia yang sama dengan kebanyakan orang.

Dua bilah papan berayun lembut di atas permukaan laut selembut nyiur terbelai sapa angin yang menyisir tepi pantai. Namun, siapa yang menyangka bahwa sesungguhnya dua bilah papan itu sama kerasnya dengan selembar besi pilihan? Semesta seolah ingin berbincang dengan mereka berdua melalui udara yang bergerak halus dan mendesir di bawah ikat kepala mereka? Andaikan mampu, semesta akan menghentikan perang tanding itu.

Ketika mata memandang garis pantai, ribuan prajurit sedang berdiri tegak dengan kaki seolah terpaku memandang ke tengah laut. Ketika mata beralih pada barisan kapal perang, terlihat orang yang juga berjumlah banyak sedang berusaha menguatkan hati untuk menerima akibat perkelahian yang tidak akan dapat diduga. Tidak ada yang dapat memejamkan mata selama Gagak Panji dan Raden Trenggana masih berdiri berhadapan dengan keyakinan serta pendapat masing-masing.

Dengan kekuatan yang sangat hebat yang berada di sekitar mereka, bagaimana seseorang dapat lelap lalu bermain di dunia mimpi?

Matahari sedikit lebih tinggi.

Gagak Panji menggerakkan sepasang lengan dengan lambat. Permukaan air mulai bergelombang seperti sedang ditekan oleh kekuatan dahsyat yang tidak terlihat!

Sementara Raden Trenggana sedang menghimpun tenaga dengan menyerap kekuatan alam yang berasal dari angin yang bertiup, dari air yang bergolak, dari cahaya matahari yang menggatalkan kulit kepala dan berpusarlah angin yang lembut mengitarinya. Lembut karena memang tidak menderu seperti angin ribut. Kelembutan yang menyimpan kekuatan yang menghancurkan!

Mungkin sebagian orang akan melihat pemandangan di atas permukaan laut itu sebagai pemandangan yang menyenangkan. Permainan gelombang dan kilatan-kilatan cahaya yang memantulkan sinar matahari. Namun, mereka pasti terkejut dan pingsan seketika jika melihat segumpal kabut kelabu yang pejal. Kabut yang sanggup mematahkan kerangka kapal perang lalu meremukkannya. Kabut yang menggantung  sedikit di atas kepala Raden Trenggana, kabut yang memutar dari atas ke bawah sehingga terlihat seperti perisai yang sangat hebat.

Wedaran Terkait

Lamun Parastra Ing Pungkasan 9

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 8

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 7

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 6

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 5

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.