Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 4 Tapak Ngliman

Tapak Ngliman 16

Namun Bondan hanya sekejap mengamati gelar Glatik Ngulandara sebelum melecutkan udeng tepat mengenai bandul besi. Ia membiarkan ujung rantai yang bulat itu bertabrakan keras dengan ujung kain udeng Bondan. Ki Kalong Pitu rupanya masih belum jerih beradu tenaga dengan Bondan.

Mereka berdua sama-sama terhuyung mundur. Sepasang tangan mereka dirambati getaran keras yang menyakitkan otot dan terasa menusuk pembuluh darah. Ki Kalong Pitu sesaat mengalami sesak dalam dada karena dorongan tenaga Bondan ternyata mampu menembus bagian dalam tubuhnya. Terasa oleh Ki Kalong Pitu bahwa bagian tubuhnya sebelah kanan atas serasa lumpuh. Sedangkan Bondan pun terkejut karena lawannya masih sanggup melepaskan tenaga cadangan yang cukup kuat.

Daya tahan yang cukup kuat menjadikan Bondan seperti tidak merasakan akibat getaran dahsyat itu.  Ki Kalong Pitu – yang melihat kesempatan untuk menjauh dari Bondan – segera bergeser ke bagian pertempuran yang melibatkan banyak orang dari kelompoknya. Sekejap kemudian, ia menatap dengan kemarahan puncak saat melewati tubuh kaku anak buahnya yang melintang di halaman. Meskipun begitu ia menilai anak buahnya berhasil mengurangi jumlah lawan. Tiga pengawal Menoreh tumbang karena kehabisan darah sejak pertempuran pertama. Sebagian besar mulai kesulitan menguasai diri karena aliran darah yang belum mampat ditambah serangan lawan yang terus mengalir.

Bondan yang melihat lawannya mencoba lari dalam keadaan terhuyung-huyung mencoba untuk mengejar. Kaki tangannya berkelebat memukul roboh beberapa pengawal pedukuhan dan orang dari padepokan. Sementara Ki Kalong Pitu yang berusaha menjauh darinya telah disambut oleh Jalutama yang melepaskan ikatan perkelahian dengan pengeroyoknya. Pada saat hampir bersamaan Bondan mengambil pengeroyok Jalutama sebagai lawannya. Mereka bertukar lawan!

loading...

”Ke mana Kiai akan pergi? Aku adalah orang yang setia menjadi pengiringmu,” kata Jalutama yang langsung menggebrak ketika bibirnya terkatup. Jalutama mengerahkan segenap kemampuannya untuk merobohkan Ki Kalong Pitu. Pedang Jalutama menusuk pundak kanan lawannya. Jalutama bermata tajam, ia dapat menilai kelemahan Ki Kalong Pitu dengan melihat caranya berdiri dan memegang senjata. Ki Kalong Pitu jungkir balik ke belakang menjauh tetapi serangan Jalutama datang susul menyusul.

Pedang di tangan Jalutama berkilat memantulkan cahaya sinar matahari yang siang itu terik memanasi bumi. Beberapa kali Jalutama gencar melakukan gebrakan-gebrakan yang garang dan menyulitkan lawannya. Maka dalam sekejap Ki Kalong Pitu telah terkurung dalam lingkaran pedang lawannya yang muda usia, kemudian sesak yang menghimpit pembuluh darahnya membuat deritanya makin bertambah-tambah. Pedang Jalutama berkelebat bukan main cepatnya. Kilau pantulan pedang yang telah bermandi darah rupanya sangat mengganggu Ki Kalong Pitu.

Sementara itu, Ki Hanggapati telah terlibat dalam perkelahian seru dengan bekel pedukuhan. Ia cepat memotong jalan Ki Bekel yang awalnya akan bergabung memasuki barisan Ki Gancar Sengon. Arus pusaran pedang Ki Hanggapati mampu menyeret Ki Bekel bekerja keras bertahan dari ancaman yang datang dari serangan bergelombang yang dialirkan olehnya. Beberapa saat kemudian kedua sinar senjata saling menggulung, kadang-kadang sinar golok Ki Bekel membungkus rapat pusaran pedang Ki Hanggapati.

Bergantian kedua senjata itu saling mengurung rapat. Sekali-kali mereka saling menjauh, lalu kembali saling menerjang. Keduanya ternyata memiliki kekuatan dan kecepatan yang seimbang. Ki Bekel meningkatkan kemampuannya, lantas tubuhnya lenyap terbungkus sinar berkilau dari goloknya yang memantulkan cahaya matahari. Untuk sejenak waktu, Ki Hanggapati merasa kesulitan untuk mengimbangi tata gerak lawannya yang makin cepat dan bertenaga.

Ki Hanggapati dengan daya jelajah yang tak begitu luas namun dalam sehari-hari ia sering berlatih dengan tuntunan Resi Gajahyana mulai perlahan melangkah mundur. Meski terdesak tetapi Ki Hanggapati tidak kehilangan pengendalian diri. Ia mengamati dan mempelajari gerak lawannya dalam olah senjata. Lalu terbukalah bagi dirinya kelemahan tata gerak lawan. Ki Hanggapati mulai mengatur diri memusatkan perhatiannya pada gerak bekel pedukuhan yang dianggapnya lemah.

Saat itu Ki Bekel semakin bernafsu mencecar musuhnya dengan golok yang kini mulai mengeluarkan suara berdengung. Oleh karenanya Ki Hanggapati semakin berhati-hati terhadap kekuatan yang terpancar melalui golok lawan yang menyambar-nyambar dahsyat.

Tiba-tiba ia bergeser maju setapak demi setapak meski dalam keadaan terdesak oleh terjangan golok Ki Bekel. Sambil menahan getaran-getaran yang muncul akibat dari benturan senjatanya dengan golok Ki Bekel, ia terus mendekat sejengkal demi sejengkal. Jarak mereka semakin dekat dan Ki Bekel belum menyadari pergeseran yang dilakukan lawannya.

“Ia harus melepas pedangnya agar tidak mati di halaman ini. Atau secepatnya dia harus kabur dari tanganku,” batin Ki Bekel saat menyadari jarak yang semakin dekat.

Memang pertarungan dalam jarak dekat itu akan memaksa Ki Hanggapati melepaskan pedang. Dan Ki Hanggapati ternyata benar melakukan seperti yang diduga oleh lawan. Seketika ia melontarkan pedang dengan tenaga yang tidak begitu besar, lalu tangan kirinya menghantam pergelangan tangan kanan lawan dengan jari terbuka. Bersamaan dengan itu tangan kanan – yang tidak memegang senjata – menghantam dada Ki Bekel.

Ki Bekel terkejut dengan perubahan gerak yang begitu cepat. Di saat ia memiringkan kepala menghindari sambaran pedang yang terlontar, ia harus menarik tangan kanannya agar tidak retak terhantam pukulan musuhnya. Tetapi ia gagal mengelak ketika tangan kanan Ki Hanggapati yang terkepal mulus mendarat ulu hatinya. Ki Bekel terguling roboh dan memuntahkan darah. Hantaman yang diterimanya di dada telah meremukkan bagian dalamnya.

 

Wedaran Terkait

Tapak Ngliman 9

kibanjarasman

Tapak Ngliman 8

kibanjarasman

Tapak Ngliman 7

kibanjarasman

Tapak Ngliman 6

kibanjarasman

Tapak Ngliman 5

kibanjarasman

Tapak Ngliman 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.