Padepokan Witasem
arya penangsang, pangeran benawa, silat pajang, demak
Bab 10 Lamun Parastra Ing Pungkasan

Lamun Parastra Ing Pungkasan 24

Puncak ilmu Suwung Bawana menggeletar, menggetarkan jantung orang yang menyaksikan pertarungan hebat yang terjadi jauh dari tepi pantai. Menyerap segala kekuatan yang berada di sekitarnya, bahkan mulai menghisap tenaga yang terpancar dari Gagak Panji! Dalam keadaan yang semakin menggila dan sukar dilukiskan, Gagak Panji menghentak segenap kekuatan Bumi Handaru. Mereka menjauh satu sama lain karena tenaga yang tidak kasat mata sedang bergolak sangat hebat. Kabut yang mengitari Raden Trenggana bergerak perlahan hingga menyentuh permukaan air laut, sementara angin yang berhembus sangat kencang – karena dorongan tenaga inti yang berpusar hebat – segera menerjang lingkaran kapal perang di sekeliling pertarungan.

Permukaan laut berputar-putar dari bagian tengah lingkar perang tanding Gagak Panji dan Raden Trenggana. Dua bila papan mengikuti arus air dari kanan ke kiri lalu meningkat cukup cepat. Keadaan itu – pusaran air yang semakin lebar – hingga menjangkau deret kapal perang Demak maupun Blambangan. Pralaya sepertinya sedang memanjangkan kuku setajam pedang yang siap mencabik badan kapal-kapal perang. Pralaya seperti sedang bergelap mata ketika sepasang sayapnya mengepak sangat kuat dan begitu hebat hingga sanggup menyeret banyak kapal berukuran besar, menghisap ke bagian tengah putaran air laut, lantas membanting benda-benda itu ke dasar samudera!

Penderitaan para prajurit semakin menjadi-jadi ketika udara ikut bergolak! Udara tidak lagi seimbang dan tidak lagi terasa hangat. Pancaran tenaga dua orang sakti itu berulang-ulang membuat benturan. Udara kadang terasa panas, lalu mendadak berganti dingin yang memerihkan dan mengeringkan kulit.

Pekik nyaring kesakitan, jerit ketakutan, suara-suara bernada cemas dan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan segera menggaung lalu memenuhi udara di atas perairan Panarukan. Rasa cemas menjalar melalui perintah-perintah dan seruan agar tetap bertahan dalam kedudukan masing-masing. Namun demikian, di tengah prahara yang mengguncang jiwa dan pikiran, sebagian orang masih bertanya mengenai keadaan tersebut.

loading...

“Apakah ini pralaya yang pernah diramalkan oleh empu zaman dahulu?”

“Apakah ini akan menjadi bencana yang lebih besar dari yang pernah menimpa Medang?”

Banyak pertanyaan yang menggelora di angkasa namun segera musnah seperti kayu kering yang ditelan api.

“Inikah ilmu dari orang yang bernama Gagak Panji? Ataukah ini adalah ungkapan dari kekuatan Raden Trenggana?” Sebagian orang bertanya seperti itu pada orang lain yang memancarkan wajah cemas ketika mereka beradu pandang.

Keadaan di atas permukaan laut memang sudah berada di dalam suasana yang mengerikan dan sangat buruk. Tidak ada bagian dalam kapal yang masih utuh dan rapi. Tidak ada orang yang tidak terluka meski belum terjadi lagi baku hantam lontaran besi panas. Seandainya pertempuran digeser ke daratan, itu sudah tentu hanya akan mempertemukan para prajurit yang terluka, payah dan lelah. Sulit bagi prajurit biasa untuk dapat tegak berdiri. Pening dengan jantung berdentang seperti alu dan lumping ketika bertumbuk. Ini keadaan yang sangat sulit bagi dua pihak yang sedang berusaha mencari jalan terbaik.

Seorang lelaki memicingkan mata dengan dahi berkerut. “Tidak,” lirih berucap Pangeran Tawang Balun yang menyaksikan perang tanding dari jarak yang cukup jauh. Ia menggeleng pelan lalu membuat keputusan yang sangat penting. Ia menghentakkan tapak kaki dengan lembut. Kurang dari sekejap, tubuh Pangeran Tawang Balun meluncur dengan kecepatan yang sukar diikuti pandangan mata orang-orang terlatih. Ia berkelebat tampak seperti terbang rendah di atas permukaan laut. Pada saat itu, segala huru hara yang timbul karena yang bergolak dan udara yang berpusar sama sekali tidak menjadi penghalang bagi Pangeran Tawang Balun. Kecepatannya, sungguh, tidak berkurang sedikit pun!

Pangeran Tawang Balun mengibaskan sepasang lengan, mendorong dua kekuatan raksasa seperti menyibak rimbun semak kering, lalu berkata, “Sedemikian jauh kalian datang ke tempat ini lalu yang terjadi adalah kehancuran yang membinasakan segala sesuatu. Seperti inikah jiwa para ksatria yang mengaku keturunan langsung Majapahit?”

Dengan bagian dalam dada yang terasa seperti diremas-remas, Gagak Panji mengurai kekuatan ketika serangkum tenaga Pangeran Tawang Balun mendesaknya begitu lembut. Bagaimana beliau dapat melakukannya dengan tubuh melayang di atas pusaran air? Setelah itu, Gagak Panji merasa  sulit bila terus menghentakkan ilmunya. Kehadiran Pangeran Tawang Balun di hadapannya ternyata sanggup mengubah keadaan.

Sedangkan Raden Trenggana bernapas lega dengan keberadaan Pangeran Tawang Balun yang berada lebih dekat dengannya – menurutnya begitu. Rasa sakit yang mendera sekujur tubuhnya mulai memudar seiring tenaga lawan yang melonggar. Sedikit nyeri terasa di dalam dadanya. Guncangan dan benturan ilmu menembus pertahanannya yang berlapis-lapis. Ia dapat menerima dan memaklumi keadaan itu karena yang menjadi lawannya adalah Gagak Panji. Sebelumnya, Raden Trenggana merasa terhimpit oleh tekanan dari arus kekuatan Bumi Handaru yang dilontarkan Gagak Panji. Sadar bahwa Gagak Panji sudah tidak berkemampuan untuk menyerangnya, dengan sisa tenaga yang ada, Raden Trenggana melejitkan tubuh, mendarat pada geladak kapal terdekat. Pikirnya singkat, ini bukan sikap pengecut atau memanfaatkan kehadiran Pangeran Tawang Balun untuk mengamankan diri. Beliau mungkin membawa jalan terbaik, pikir Raden Trenggana.

Wedaran Terkait

Lamun Parastra Ing Pungkasan 9

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 8

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 7

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 6

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 5

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.