“Dan saat ini adalah masa yang sulit bagi kita berdua untuk membicarakan peristiwa di padepokan dengan angger Adipati,” kata Ki Getas Pendawa. Sorot mata Ki Getas Pendawa lekat menatap wajah Ki Buyut yang seolah sedang menguatkan perasaan yang terguncang. Dalam waktu itu, Ki Getas memahami betapa sulit bagi Ki Buyut berkata jujur pada Adipati Hadiwijaya.
Napas panjang menghembus keluar dari Ki Buyut Mimbasara. “Tidak ada waktu yang dapat diulang kembali. Yang ada di depanku saat ini adalah cantrik yang terluka,” bisik hati Ki Buyut Mimbasara.
Mereka berdua lantas memberi pertolongan pada para cantrik yang mengalami guncangan walau tidak begitu berat, setelahnya cantrik-cantrik itu perlahan-lahan memindahkan teman-temannya yang terluka parah ke bagian dalam bangunan induk padepokan. Sementara itu Kang Tanur mendapat perawatan khusus dari Ki Buyut Mimbasara karena ia mengalami benturan yang telah menjadi sebab luka parah yang pada pembuluh darahnya.
Di bagian lain, Ki Getas Pendawa dengan cekatan meracik akar dan daun untuk mengobati luka dari bagian dalam. Maka kesibukan pun memenuhi bangunan induk. Para cantrik yang tidak menderita luka parah bahu membahu memberikan pertolongan pada yang lain. Mereka bekerja dengan bimbingan dua sesepuh Pajang yang sangat disegani di seluruh tlatah Demak.
Setelah usai melakukan kewajiban mereka, Ki Buyut duduk bersebelahan dengan Ki Getas Pandawa sambil bersandar pada dinding papan kayu dari sebuah bangunan di bagian utara padepokan. Pandang mata Ki Getas Pendawa menoleh kembali ke arah kepergian Kiai Rontek dan mempunyai dugaan yang sama dengan Ki Buyut.
Suara Ki Buyut menyeruak membelah keheningan ketika fajar belum merekah. “Sebenarnya pekerjaan ini sangatlah sulit. Meskipun terlihat hanya seperti menculik seorang anak kecil namun mereka melakukannya di dalam padepokan.”
“Kita masih harus menunggu angger Tanur untuk penjelasan lebih lanjut,” kata Ki Getas Pendawa.
“Kiai Rontek,” desis lirih Ki Buyut mengulang nama yang disebut oleh Kang Tanur.
“Saya belum pernah mendengar nama itu,” sahut Ki Getas Pendawa. Meskipun ia berkata seperti itu, Ki Getas Pendawa masih berusaha keras mengingat orang-orang yang memiliki kecepatan laksana angin di wilayah Demak.
“Kita sebenarnya mempunyai kesempatan untuk menangkap orang yang menuju jurusan yang berbeda,” kata Ki Buyut kemudian, ”tetapi kita terikat kewajiban yang sangat berat.”
“Benar, Kakang,” Ki Getas Pendawa menarik napas panjang. Lalu ia melanjutkan, ”Nyawa beberapa cantrik mungkin tidak akan tertolong apabila kita berusaha menggali keterangan dari siapapun yang kita tangkap. Sementara mereka juga mempunyai pilihan lain dengan memberi penjelasan yang sebenarnya tidak berguna bagi keselamatan angger Pangeran.”
Ki Buyut Mimbasara atau Ki Kebo Kenanga menatap jauh menembus kabut pagi yang tipis. Ia mengenang kembali kehadiran Pangeran Benawa dalam kehidupannya. Dan terasa olehnya bahwa Pangeran Benawa telah menjadi tumpuan untuk mewujudkan harapannya di masa mendatang. Ia berkata lirih, ”Seorang anak yang mempunyai jalan panjang untuk menjadi besar.”
Tetapi Ki Buyut Mimbasara tidak ingin terlarut dalam kegelisahan yang berusaha keras untuk menguasai perasaannya dan mengguncang jantungnya. Kemudian ia berkata, ”Hanya beberapa orang saja yang memiliki kecepatan seperti angin. Kita dapat mencari tahu mengenai hal itu, tetapi saya kira sebenarnya penculikan angger Pangeran mempunyai tujuan yang lebih utama.”
“Saya pun mempunyai pemikiran bahwa Jaka Wening tidak akan dibunuh oleh orang yang menculiknya,” kata Ki Getas Pendawa.
Dengan wajah yang kembali bernaungan tenang dan sorot mata yang lembut, Ki Buyut berkata, ”Hilangnya wayah Pangeran Benawa mungkin saja, bukan, bukan mungkin tetapi pasti mempunyai pengaruh atas angger Adipati yang segera menggantikan untuk sementara tugas Raden Trenggana.”
“Pertimbangan dan perhitungan matang seperti itu mungkin telah direncanakan jauh hari, Kakang,” Ki Getas Pendawa menanggapi.
“Apakah kita akan bicarakan terlebih dahulu dengan paman Parikesit?” bertanya Ki Buyut.
“Apakah kita tidak akan tertinggal oleh Adipati Hadiwijaya?” Ki Getas Pendawa bertanya balik.
Sesaat kemudian suasana hening merayap datang. “Hilangnya seorang pangeran akan mengguncang daerah pesisir, bahkan bukan tidak mungkin akan meledakkan puncak Merbabu,” berkata Ki Getas Pendawa kemudian.
“Kita berdua sudah paham tentang keputusan yang akan dijalankan oleh angger Adipati,” Ki Buyut Mimbasara berucap lirih, ”masih bersemayam dalam hatiku, apakah paman Pangeran Parikesit dapat membantu kita meski sekedar memberi keterangan alasan penculikan ini? Dan kita tahu itu bukan pertanyaan dengan jawaban rekaan.”
1 comment
[…] Ki Buyut, yang juga dikenal sebagai Ki Kebo Kenanga, menatap jauh menembus kabut pagi yang tipis. Ia mengenang kembali kehadiran Pangeran Benawa dalam kehidupannya. Dan terasa olehnya bahwa Pangeran Benawa telah menjadi tumpuan untuk mewujudkan harapannya di masa mendatang. Pangeran Benawa – Berhitung […]