Padepokan Witasem
arya penangsang, pangeran benawa, silat pajang, demak
Bab 10 Lamun Parastra Ing Pungkasan

Lamun Parastra Ing Pungkasan 16

Pergerakan itu masih jelas terlihat oleh Ki Tumenggung Wadas Palungan yang berada di anjungan menggantikan kedudukan Raden Trenggana sebagai senapati tinggi pada hari itu. Beberapa perintah diberikannya pada petugas yang menguasai lambang-lambang yang mereka jadikan sebagai alat untuk berhubungan. Demikianlah, kemudian angkatan perang Demak pun mengalihkan haluan, lalu menyambut lawan dengan bagian lambung. Namun di dua ujung barisan kapal, sejumlah kapal bergerak menyamping, memanfaatkan arah angin sebagai pendorong. Angkatan laut Demak membentuk garis setengah lingkaran bila dilihat dari udara.

Sepintas Gagak Panji melihat ke belakang. Ia pikir laskar perang Blambangan telah menyesuaikan diri, lalu tiba-tiba, perahu Gagak Panji meledak!

Gagak Panji, dengan sepasang lutut rapat menyentuh dagu, menggulung tubuh seperti trenggiling, melesat sangat kencang melebihi lontaran besi api yang terlontar dari ujung meriam.

Permukaan laut tersibak ketika Gagak Panji melintas di atasnya. Dinding air setinggi orang dewasa pun terbentuk karena udara terhempas oleh tekanan tenaga Gagak Panji yang begitu dahsyat.

loading...

Kencang dan benar-benar melaju sangat kencang mengarah pada haluan kapal perang yang menjadi tempat Raden Trenggana mengatur jalannya perang. Badan kapal terguncang padahal masih berjarak sepuluh tombak dari tubuh Gagak Panji yang menggelung rapat!

Raden Trenggana melenting tinggi, melampaui ujung lancip kapal yang menjulang dan berada pada bagian terdepan. Sebelah tangannya mengembang, memukul permukaan air dengan tenaga inti yang begitu hebat. Air menciprat tinggi lalu seolah terbentuk dinding yang tebal.

Tidak ada keraguan dalam pikiran Gagak Panji bahwa tubuhnya akan terlumat jika memaksa diri menerobos dinding air. Raden Trenggana tahu cara menggunakan air sebagai senjata peremuk tulang. Seketika Gagak Panji mengubah arah, menepuk permukaan air lalu bergeser tajam ke samping, menepuk lagi badan air agar tubuhnya dapat mengarah pada lambung kapal dan menghantam pasukan Demak dari sana.

Raden Trenggana kembali melepas ilmu untuk membentengi kapal perang. Tanpa jeda, pada saat telapak kakinya menyentuh air, Raden Trenggana melayang lalu melontarkan pukulan jarak jauh untuk membuat dinding air yang sama tebal dengan sebelumnya.

Gagak Panji berkelit. Tubuhnya tidak lagi membulat seperti bola. Kakinya menjejak permukaan air, bergerak menyilang seperti burung elang laut menyambar mangsa, seperti itu Gagak Panji menyerang Raden Trenggana!

Tiga benturan terjadi. Dua pasang kaki dan tangan sama-sama bergerak cepat. Mereka terlihat melayang dengan gerak lengan seolah burung mengepakkan sayap.

Padahal bukan seperti itu!

Sepasang lengan mereka berayun, saling memukul dan menangkis namun karena angin pukulan yang keluar begitu dahsyat, maka tubuh mereka tertahan oleh kekuatan ilmu yang juga saling melibat satu sama lain.

Tidak ada satu pun dari mereka yang menganggap ringan lawan. Baik Gagak Panji maupun Raden Trenggana sama-sama paham bahwa kekuatan lawan begitu hebat. Dalam pikiran mereka, perbedaan kedudukan bukan pertanda adanya perbedaan tingkat kemampuan. Orang-orang yang menyaksikan tertegun dengan kekuatan dahsyat yang tergelar di depan mereka. Ketika itu, Gending Pamungkas akhirnya mengakui bahwa Gagak Panji jauh berlapis-lapis di atasnya. Namun dalam perang yang terjadi sehari sebelumnya, Gagak Panji tidak bertempur dengan segenap kemampuan yang tersimpan. Pikirnya, apabila Gagak Panji berkelahi dengan tingkat kemampuan yang dikeluarkan senja itu, maka Gending Pamungkas tidak akan sanggup mempertahankan diri.

Kebesaran wibawa dan pengaruh dari orang yang memerintah mereka dapat dirasakan hanya dengan melihat barisan para dayang. Aku pikir – atas landasan yang dikemukakan Dewi Rengganis – mereka sama sekali tidak memperlihatkan kelemahan Rakai Panangkaran. 

Sang Maharani - Nir Wuk Tanpa Jalu

Mereka, Gagak Panji dan Raden Trenggana, masih belum beranjak dari perkelahian tangan kosong. Seluruh unsur tata gerak mengalir lancar dan saling mengelontorkan serangan bertubi-tubi. Ragam gerak yang dikuasai Raden Trenggana nyaris mendekati sempurna. Tubuhnya begitu lentur namun sangat sulit dihentikan. Serangan-serangannya sudah tentu sulit dipatahkan apabila Gagak Panji sedikit saja mempunyai perasaan lebih unggul dari lawannya. Perkelahian mereka sulit diikuti oleh pandang mata prajurit biasa karena begitu cepat dan berlangsung di bawah suasana yang semakin gelap. Mereka hanya dapat mengikuti pergerakan melalui ledakan-ledakan yang berdentum halus namun tidak sekali pun dapat menyaksikan wadag panglima mereka.

Sekali waktu, keduanya sama-sama terpental dan saling menjauh, namun dalam sekejap mata, mereka kembali mengikat diri dalam pergulatan ilmu yang sangat hebat dan masih terjaga keseimbangannya. Baik Gagak Panji dan Raden Trenggana tidak dapat berlama-lama melompat surut karena mereka harus dapat menjaga diri agar tidak tenggelam. Satu-satunya cara untuk itu adalah mengikatkan diri kembali dalam perkelahian. Maka dengan begitu, hempasan ilmu dan tenaga inti mereka akan tetap berpusar lalu menjaga mereka agar melayang dengan sendirinya.

Perang tanding yang berada di luar jangakuan nalar! Bila Gagak Panji mengayun lengan untuk menebas pinggang Raden Trenggana, maka Raden Trenggana akan melejit lau melayang tinggi. Namun dalam waktu itu, meski kedudukan Raden Trenggana tampak lemah dan mudah dilipat, Gagak Panji tidak gegabah mengejarnya! Dorongan tenaga yang terhempas dari bawah telapak kaki Raden Trenggana akan mudah membenamkannya ke dalam laut. Maka, setiap kalai Raden Trenggana melenting tinggi, Gagak Panji akan bergerak ke samping lalu memotong lintasan lawan di angkasa. Begitu pun sebaliknya jika Gagak Panji yang menjadi sasaran empuk, Raden Trenggana pun tidak akan mengiringinya dari bawah. Itu sama dengan bunuh diri bila tetap memburu Gagak Panji dari arah bawah.

Wedaran Terkait

Lamun Parastra Ing Pungkasan 9

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 8

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 7

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 6

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 5

kibanjarasman

Lamun Parastra Ing Pungkasan 4

kibanjarasman

1 comment

Geger Alas Krapyak 15 - Padepokan Witasem 14/02/2022 at 13:04

[…] Raden Trenggana melenting tinggi, melampaui ujung lancip kapal yang menjulang dan berada pada bagian terdepan. Sebelah tangannya mengembang, memukul permukaan air dengan tenaga inti yang begitu hebat. Air menciprat tinggi lalu seolah terbentuk dinding yang tebal.  Tidak ada keraguan dalam pikiran Gagak Panji bahwa tubuhnya akan terlumat jika memaksa diri menerobos dinding air. Raden Trenggana tahu cara menggunakan air sebagai senjata peremuk tulang. Pangeran Benawa – Penaklukan Panarukan […]

Reply

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.