Matahari pun semakin surup, perlahan-lahan suasana sekitar pondok Syeh Winong berangsur gelap. Beberapa orang murid padepokan Sekar Jagad dan Randu Wangi terlihat menyalakan beberapa ublik
Tanpa didahului teriakan atau lengking nyaring yang biasa dilakukan orang sebelum berkelahi, Ki Hariman menyerang KI Patih Mandaraka dengan sabetan mendatar, berusaha memisahkan sesepuh Mataram
Sesuatu yang tidak seperti biasanya kadang kala membuat orang-orang yang berpapasan dengan rombongan Ki Lurah Meranti terpana melihat bagaimana pasukan itu memacu kuda cukup kencang.
Ki Resa Demung menarik napasnya panjang-panjang mendengar kepongahan orang-orang bertampang kasar itu. Namun orang kedua dari perguruan Sekar Jagad itu tidak menanggapi begitu serius. Bahkan
Raden Trenggana dapat merasakan getar hebat yang timbul dari perkelahian seru dan tak tampak dari permukaan laut, namun ilmu Raden Trenggana yang demikian tinggi ternyata
Sikap tubuh Ki Panji Secamerti seolah tidak mengalami guncangan yang berarti walau tidak demikian. Suasana jiwani senapati Mataram yang berbalik arah itu mengalami guncangan ,
Suasana pun mulai terlihat remang-remang di ambang pagi sehingga cukup bagi mereka untuk melihat alur jalan yang dilalui. Murid tertua dari perguruan Randuwangi itu mengamati
”Bukankah teman kamj telah melewati pendadaran itu? Kau lihat sendiri bahwa anak Ki Demang tidak dapat melanjutkan pertarungan,” kata Tung Fat Ce. ”Apakah kau kira
Sekalipun Kiai Wohing Pati adalah pusaka yang hebat, tetapi perkembangan menjadi semakin buruk bagi Ki Lurah Plaosan ketika Ki Panji Secamerti tiba-tiba mengubah cara bertempurnya.
Jaka Tole yang kini diketahui bernama Layungpati itu hanya terdiam. Namun kedua telinganya begitu tajam terpasang mendengarkan apa saja yang dikatakan gurunya tersebut. “Layung, dalam
error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.